PERKEMBANGAN PESAWAT TANPA AWAK (UAV)
@F24-Reza - Menurut Fajar (2009), menyatakan bahwa UAV / Pesawat tanpa
awak adalah sebuah mesin terbang yang dapat dikendalikan dengan kendali
jarak jauh atau pesawat terbang tanpa satu pun kru pesawat yang mengendalikan
didalamnya.
Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang.
Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang.
Dalam sejarahnya
pesawat tanpa awak digunakan untuk misi kemiliteran. Istilah pesawat tanpa awak
dalam militer disebut dengan Drone. Pada tahun 2000an UAV gencar digunakan oleh
militer diberbagai negara untuk kepentingan peperangan dengan membawa senjata
seperti rudal.
Menurut Ardiantara, dkk (2014), menjelaskan bahwa Pesawat tanpa awak atau UAV
menggunakan system yang dikenal dengan Flight Control System. Diketahui
Flight Control System adalah sebuah sistem kontrol kestabilan posisi dan
sikap pada pesawat tanpa awak di mana pesawat dapat dikontrol menggunakan 2
mode yaitu mode manual dan mode stabil. Pada mode manual pesawat dikontrol
sepenuhnya oleh remote RC sedangkan pada mode stabil, pesawat dikontrol
sepenuhnya berdasarkan bacaan sensor IMU dan pemroses Arduino UNO. Input yang
digunakan untuk pengontrolan kestabilan diperoleh dari pemrosesan fusion
sensor dari accelerometer dan gyroscope dengan algoritma
Kalman filter sehingga didapatkan data sensor yang akurat dan rendah dari noise.
Kontrol kestabilan digunakan untuk mengontrol 3 sumbu gerak dari pesawat
diantaranya adalah roll untuk aileron, pitch untuk elevator, dan
yaw untuk rudder.
Selanjutnya, ada pernyataan Menurut Wibowo, dkk (2015), bahwa penggunaan sistem Autopilot secara
Autonomous akan memberikan kemampuan kepada pesawat untuk terbang secara
mandiri. Komunikasi dan perintah terhadap pesawat dilakukan melalui stasiun
bumi tanpa harus melihat secara langsung. Sistem autopilot yang digunakan
haruslah mempunyai kemampuan mengatur dan mengendalikan pesawat sesuai dengan
misi yang telah ditentukan. Penggunaan sistem komunikasi protokol antara
pesawat dengan ground segment sangat penting dipilih untuk mengarahkan, memonitor
dan menerima data pesawat. Beberapa sistem kemampuan terpasang dalam pesawat
perlu dioptimalkan dimensi dan beratnya sehingga pesawat memungkinkan untuk
membawanya.
Pengembangan
Pesawat Tanpa Awak di Indonesia
Pemerintah
pusat mengembangkan teknologi pesawat terbang tanpa awak untuk menjaga
perbatasan wilayah negara hingga memerangi terorisme. mengharapkan teknologi
canggih seperti itu bisa diciptakan oleh para ilmuan dalam negeri.
Menurut Ryacudu dalam Halim (2017), mengatakan bahwa ke depan
Negara Indonesia tidak akan banyak menggunakan pesawat yang ada awaknya karena
itu mahal. Pilotnya mahal, bahan bakarnya mahal sehingga (hanya bisa digunakan)
beberapa kali terbang. Ia menilai, penggunaan pesawat nirawak bisa lebih
meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan pemerintah pusat. Selain itu,
Ryacudu juga meyakini pesawat tersebut tidak rentan mengalami kecelakaan
udara dan mencegah korban jiwa yang timbul dari akibatnya.
Selanjutnya Menurut Riyanto dalam Indrawan (2015), mengatakan
bahwa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian
Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak, merupakan pengawasan dan proteksi
jangkauan penerbangan. Ini dilakukan untuk memastikan standar keselamatan.
Riyanto menjelaskan, drone yang dimaksud adalah pesawat tanpa awak yang dikategorikan sebagai 'remotely piloted aircraft system' (RPAS). Jenisnya bukan saja yang menggunakan baling-baling atau propeller, tapi juga bisa balon besar, layang-layang, maupun wingtip yang mampu terbang puluhan meter termasuk kategori tersebut.
Riyanto menjelaskan, drone yang dimaksud adalah pesawat tanpa awak yang dikategorikan sebagai 'remotely piloted aircraft system' (RPAS). Jenisnya bukan saja yang menggunakan baling-baling atau propeller, tapi juga bisa balon besar, layang-layang, maupun wingtip yang mampu terbang puluhan meter termasuk kategori tersebut.
Ketentuan pesawat tanpa awak diatur dalam regulasi ICAO 328
Annex 190. Pilot yang menerbangkan pesawat harus memiliki sertifikasi sehingga
jika terjadi kesalahan maupun mengganggu keselamatan pilot yang menerbangkan
dapat mempunyai konsekuensi yang sama dengan pilot pesawat terbang pada
umumnya.
Daftar Pustaka :
1. Ardiantara, P.S., Raden Sumiharto, & Setyawan Bekti Wibowo. (2014). Purwarupa Kontrol Kestabilan Posisi dan Sikap pada Pesawat Tanpa
Awak Menggunakan IMU dan Algoritma Fusion Sensor Kalman Filter Praja. IJEIS.
Vol 4. No 1. April 2014.
2. Fajar, Eka. (2009). Pesawat Tanpa
Awak / UAV (Unmanned Aerial Vehicle).
Citra Satelit.com. Dalam : http://www.citrasatelit.com/pesawat-tanpa-awak-uav/
(Diakses tanggal 7 September 2017).
3. Halim, H.A. (2017). Indonesia Kembangkan Pesawat Tanpa Awak.
Pikiran Rakyat. Dalam : http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2017/07/27/indonesia-kembangkan-pesawat-tanpa-awak-406166
(Diakses tanggal 7 September 2017).
4. Indrawan,
A.F. (2015). Ini Penjelasan
Drone Pesawat Tanpa Awak Yang Diatur Kemenhub. Detik News. Dalam : https://news.detik.com/berita/2980580/ini-penjelasan-drone-pesawat-tanpa-awak-yang-diatur-kemenhub
(Diakses tanggal 7 September 2017).
5. Wibowo, S.B., Raden Sumiharto, & Roghib Muhammad Hujja. (2015). Desain Pengembangan Autopilot Pesawat Udara
Tanpa Awak Menggunakan AVR-XMEGA Sebagai Perangkat OBDH. Jurnal Teknologi.
Vol 8. No 1. Juni 2015.
Dalam : http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=386672
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.