Abstrak
Artikel
ini mencoba menjelaskan strategi pendidikan nasional dalam menghadapi
tantangan-tantangan globalisasi. Globalisasi telah
mengubah mindset para pengambil kebijakan di negara-negara maju di kawasan Asia Timur untuk merubah sistem
and tata kelola pendidikan mereka melalui desentralisasi, marketisasi dan
internasionalisasi untuk meningkatkan daya saing pendidikan mereka. Para pembuat
kebijakan di Indonesia harus mereformasi sistem dan tata kelola
pendidikan dalam hal regulasi, aturan
dan pembiayaan. Ada tiga langkah
yang harus diambil untuk mengatasi problem pendidikan
nasional: (1) meninjau kembali dan memperbaharui kerangka legal pendidikan
nasional yang lama; (2) meningkatkan proses pendidikan yang mampu memperkuat keterampilan mengajar dan pembelajaran para pendidik, dan (3)
membangun budaya kewargaan dan mengembangkan kesadaran belajar masyarakat.
Kata Kunci:
pendidikan nasional, daya saing negara, sistem dan tata kelola pendidikan
PENDAHULUAN
Salah satu topik yang menarik dan tidak
pernah usang adalah pembicaraan mengenai pendidikan. Pendidikan ada seiring
dengan adanya penciptaan manusia. Pendidikan bukan hanya memiliki dasar filosofis dan menjadi obyek kajian ilmu tetapi juga memiliki nilai praksis
yang sangat penting bagi upaya regenerasi umat manusia. Pendidikan merupakan
wahana untuk melahirkan generasi penerus dan menjadi kunci bagi kelangsungan
suatu bangsa. Pendidikan telah diakui sebagai medium penting bagi suatu negara
dalam membentuk karakter bangsa sekaligus
mencirikan kualitas bangsa tersebut.
Berdasarkan pengalaman negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, Inggris, Belgia, Jerman dan Finlandia, untuk memajukan negara, diperlukan reformasi melalui
bidang pendidikan. Demikian halnya yang dilakukan oleh negara-negara Asia Timur, seperti Hong Kong, China,
Singapura, Taiwan, Korea Selatan,
dan Jepang. Negara-negara tersebut melakukan kebijakan penting dalam rangka
menghadapi tantangan sekaligus peluang yang dihadirkan oleh globalisasi dengan
memperkuat daya saingnya secara internal dan eksternal, yaitu mereformasi
sistem pendidikan dan mengubah pengelolaan pendidikan (Mok, dkk., 2005).
Sementara itu dalam konteks keindonesiaan,
dapat dikatakan bahwa sejak krisis keuangan yang menimpa Indonesia sampai
sekarang, bangsa Indonesia masih berjuang untuk membangun sikap dan mental
budaya masyarakat untuk memiliki daya saing. Menurut Ali (2014:1), lahirnya
reformasi di Indonesia sejak tahun 1998 telah membangkitkan kembali harapan
masyarakat tentang pembangunan nasional untuk menuju bangsa Indonesia yang
mandiri, maju, makmur dan berdaya saing tinggi. Mandiri berarti mampu
mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan
mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Maju bermakna tingkat
kemakmuran yang juga tinggi disertai dengan sistem dan kelembagaan politik dan
hukum yang mantap. Adil berarti tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk
apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah. Makmur berarti seluruh
kebutuhan hidup masyarakat Indonesia telah terpenuhi sehingga dapat memberikan
makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain (Kementrian PPN/Bappenas,
2014:1)
PEMBAHASAN
Setelah mencermati
beberapa pengalaman negara-negara maju dalam melakukan upaya
melakukan reformasi pendidikan dan pengelolaan sistem pendidikan maka menurut
penulis sudah selayaknya apabila bangsa Indonesia melalui pemerintah meninjau
kembali sistem pendidikan nasional. Peninjauan ini bukan
berarti harus merubah
total sistem pendidikan nasional, tetapi meninjau kembali beberapa
konsep yang kurang relevan dengan tuntutan perubahan global, khususnya yang
terkait substansi pendidikan dan model pengelolaannya. Penguatan kembali “core
pendidikan” sesuai kultur bangsa Indonesia nampaknya perlu mendapatkan
prioritas. Menurut Nuryanta (2014), beberapa nilai inti (core values)
pendidikan nasional adalah nilai keagamaan, keadilan, kebebasan, persamaan,
cinta tanah air, kesesuaian,
kemerdekaan, kebudayaan, kemanusiaan, kekeluargaan, gotong royong, keramah tamahan, kedisiplinan,
menghargai perbedaan, negara maritim dan kewarganegaraan yang harus ditumbuhkan
sejak awal pendidikan, khususnya mulai dari pendidikan pra-sekolah.
Konsep Negara Maritim
yang diprioritaskan oleh Presiden Joko Widodo
perlu mendapat perhatian serius. Kalau pada konsep sebelumnya “laut” adalah “pemisah” antar pulau, maka sekarang konsep
tersebut telah berubah menjadi “pemersatu” antar pulau. Konsep ini memerlukan
perubahan mindset seluruh warga negara. Masyarakat harus dipahamkan
bahwa laut bukanlah halangan akan tetapi menjadi wahana transportasi untuk
negara maritim, terutama beberapa tahun ke depan yang sangat mungkin
menggantikan transportasi darat. Perubahan mindset ini harus mulai disebarluaskan kepada masyarakat melalui
pendidikan. Konsekuensi
logisnya adalah masyarakat Indonesia tidak boleh lagi takut “laut”. Maka
pembelajaran renang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum, bahkan perlu
diwajibkan. Hal ini sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW, bahwa renang adalah salah satu materi pelajaran yang wajib
diberikan kepada peserta didik, sebagaimana sabda Beliau: “ajarilah anak-anakmu memanah,
berkuda dan berenang” (HR. Ath-Thawawi).
Sementara
itu, konsep sekolah pemikiran (thinking school) yang dikembangkan oleh
pemerintah Singapura dalam menghasilkan peserta didik yang kritis, kreatif dan
inovatif perlu digalakkan dalam pendidikan di Indonesia. Kalau di Indonesia ada
LEMHANAS yang dijadikan sebagai pendidikan yang strategis dan mendidik kalangan
elit politik minoritas (legislatif, eksekutif, pimpinan perguruan tinggi, militer) maka model ini dapat diadopsi tetapi
pesertanya harus diperluas. Pola pendidikan
di LEMHANAS harus dibangun untuk generasi
muda yang potensial sehingga
menjaring banyak peserta didik potensial yang diperlukan dalam mendukung proses
pembangunan bangsa. Alasan ini untuk mengatasi kenyataan bahwa berdasarkan
laporan Kementrian Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
tahun 2014, masih terdapat 2,1% anak usia 7-12 tahun dan 10,5% anak usia 13-15
tahun yang tidak sekolah pada tahun 2012. Sebagian besar anak usia 13-15 tahun
yang tidak sekolah adalah lulusan SD/MI yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs (Kementrian PPN/Bappenas, 2014: 6).
KESIMPULAN
Setelah
mencermati, membahas dan menganalisis pendidikan nasional maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut:
a. Sistem pendidikan
nasional yang bersumber pada UU No Tahun 2003
belum mampu menghasilkan sumber daya manusia sesuai
dengan tujuannya. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali dan bahkan direformasi untuk memperkuat
daya saing manusia Indonesia.
b. Proses pendidikan diperbaiki
dengan perbaikan pendidikan
guru atau pendidik yang mampu memahami proses pendidikan dari sisi
folosofis, epistimologis maupun praksis. Pengajaran dan pembelajaran ditempuh dengan metode yang dialogis, interaktif
dan komunikatif.
c. Reformasi budaya dan menumbuh kembangkan kesadaran belajar warga
negara Indonesia adalah
solusi terhadap berbagai
faktor yang mempengaruhi
pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Mok,
Ka Ho. 2006. Education Reform and Education Policy in East Asia. New
York: Routledge: Taylor & Francis Group
Kementrian
PPN/Bappenas.2014.Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2015-2019: Buku I Agenda
Pembangunan Nasional. Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bapan Perencanan Pembangunan Nasional.
Kementrian
PPN/Bappenas. 2014. Rencana Teknokratik RPJM 2015- 2019 Sub Bidang Pendidikan. Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bapan
Perencanan Pembangunan Nasional.
Ali,
Muhammad. 2014. Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa
Indonesia yang Mandiri
dan Berdaya Saing
Tinggi. Edisi Kedua. Bandung: PT.
Imperial Bhakti Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.