.

Rabu, 06 Januari 2016

Analisis Kegagalan Produk/Root Cause Analysis


Abstrak
PT.Hyundai Indonesia Motor (HIM) adalah perusahaan yang bergerak pada bidang otomotif khususnya dalam perakitan mobil dengan merk Hyundai.
Dalam upaya mempertahankan kualitas produk, PT.HIM berusaha untuk meminimasi jumlah kecacatan dalam setiap unit inspeksinya. Untuk itu diperlukan sebuah metode pengendalian dan peningkatan kualitas untuk mengidentifikasi cacat ke penyebab akar utamanya. Dari pengumpulan data yang dilakukan di PT. HIM dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2006, didapatkan bahwa cacat bintik (dirt) merupakan jenis cacat terbesar yang terjadi di PT.HIM yaitu sebesar 67,93% dan hal ini terjadi pada proses pengecatan Lalu pada tahap berikutnya setelah dilakukan proses brainstorming dengan pihak terkait di dalam perusahaan untuk mencari penyebab utama cacat bintik yang kemudian hasilnya ditampilkan melalui diagram fishbone. Untuk mengetahui prioritas perbaikan atau tindak lanjut terhadap penyebab ~penyebab yang dipaparkan dalam diagram fishbone maka digunakanlah metode AHP. Dari hasil pengolahan dengan metode AHP didapatkan penyebab utama yang paling signifikan dalam terhadap cacat bintik adalah faktor lingkungan dengan nilai bobot atau nilai eigen sebesar 51,13% disusul dengan faktor manusia dengan nilai bobot 19,11 %. Pada tahap selanjutnya, dilakukan analisis perbaikan dengan menggunakan model FMEA, setelah itu melalui hasil RPN yang didapatkan, modus kegagalan potensial yang paling utama sebagai penyebab terjadinya kecacatan yang harus segera ditangani. Dalam hal ini modus kegagalan potensial terbesar yang menyebabkan cacat bintik (dirt), dengan nilai RPN adalah 280, adalah tidak dibersihkannya blower yang terdapat di lantai produksi maupun di perlengkapan. Maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan pembersihan blower secara teratur terutama di ruang aplikasi pengecatan.
Kata kunci : Pengendalian Kualitas, Cacat Bintik (Dirt), Atoz Type MX


Abstract
PT.Hyundai Indonesia Motor (HIM) is a company engaged in the automotive field, especially in assembling Hyundai cars with the brand. In an effort to maintain product quality, PT.HIM trying to minimize the number of defects in each inspection unit. It required a method of controlling and improving quality to identify the root causes of defects to the main. From data collection conducted at PT. HIM from March to August 2006, it was found that the defect spots (dirt) is the largest type of defect that occurs in PT.HIM that is equal to 67.93% and this occurs in the process of painting then at a later stage after the brainstorming process is carried out with related parties in the company to seek the main causes of disability spots which then results are displayed through a fishbone diagram. To determine priority of repairs or follow-up to cause ~ cause fishbone diagram presented in the AHP method is used. The results obtained with the AHP method is the most significant major cause of disability in the spots are environmental factors with weight value or eigen value of 51.13% followed by the human factor with a value of 19.11% weighting. In the next stage, analysis improvements using FMEA model, after it obtained through the NDP, the potential failure modes as the main cause of disability that must be addressed. In this case the greatest potential failure modes that cause defective spots (dirt), with the NDP is 280, is not cleaned the blower located on the production floor or in the equipment. Then action needs to be done is to do the cleaning blower regularly, especially in the space of painting applications.
Keywords: Quality Control, Defect Spot (Dirt), Atoz Type MX

PENDAHULUAN
Dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut bukan hanya mengenai seberapa tinggi tingkat produktivitas tetapi dapat memberikan produk dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif kepada para konumen. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menekan biaya produksi seminimal mungkin dengan mengurangi defect untuk mejaga kualitas produk perusahaan.
PT.Hyundai Indonesia Motor (HIM) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang otomotif yang sangat mengutamakan kualitas dari produk untuk setiap departemennya. Penerapan kualitas dilakukan mulai dari Departemen Material Supply sampai pada Departemen Pree Delivery Customer (PDC). Dimana pada setiap akhir dari proses selalu diadakan inspeksi dan adanya penempatan quality auditor untuk mengontrol kualitas dari prosuk. Untuk menjaga kualitas, PT.HIM memiliki sistem HQS 2000 yang berisi standar spesifikasi yang sudah ditentukan dari Korea yang kemudian disusun menjadi SOP (Standard Operating Procedure).
Tantangan utama yang sering dihadapi PT.Hyundai Indonesia Motor sehubungan dengan kualitas produksi adalah masih banyaknya tingkat kecacatan pada proses produksi untuk setiap departemen, khususnya pada Departemen Paint Shop sehingga banyak menghasilkan produk yang defect. Untuk itu PT.HIM membutuhkan upaya untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan mencari timbulnya kecacatan dan mengurangi variasi — variasi penyebabnya serta meningkatkan kapabilitas proses.

METODE PENELITIAN
Studi dan Penelitian Pendahuluan
Pada tahap ini penulis melakukan studi lapangan melalui observasi / pengamatan secara langsung untuk melihat proses produksi secara keseluruhan khususnya type Hyundai Atoz yang dilakukan secara berkala. Kemudian penulis melakukan wawancara kepada pihak—pihak yang terkait dalam perusahaan yaitu manajer produksi, manajer kualitas, supervisor kualitas, kepala bagian produksi, quality auditor, staf—staf yang berhubungan dengan produksi dan kualitas, serta operator produksi untuk memperoleh data umum perusahaan dan mendapatkan informasi—informasi yang berguna dalam melakukan penelitian. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan mengetahui masalah—masalah yang ada serta mengetahui kondisi dan situasi dari perusahaan.
Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Pada tahap ini penulis mendefinisikan masalah—masalah apa saja yang ada dalam perusahaan berdasarkan dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan. Masalah—masalah yang berhasil diidentifikasi selanjutnya akan dirumuskan lebih rinci dan jelas sehingga permasalahan tidak meluas dan dapat menemukan pemecahan masalah yang sesuai. Pada umumnya, masalah yang berhasil diidentifikasi berkaitan dengan banyaknya kecacatan dalam unit mobil dan sistem yang sedang berjalan pada bagian quality assurance di PT. Hyundai Indonesia Motor. Untuk itu peneliti akan membatasi proses yang paling berkontribusi dalam menghasilkan tingkat kecacatan tersebut.
Studi Pustaka
Pada tahap ini penulis mengadakan studi terhadap literatur yang sudah ada melalui buku referensi (text book), artikel—artikel, majalah, internet atau media lainnya untuk mendapatkan sumber—sumber informasi sebagai landasan teori yang kuat. Sehingga peneliti dapat mengolah dan menganalisa data agar dapat terlaksana untuk memperoleh hasil identifikasi masalah yang dihadapi perusahaan dengan sebaik mungkin.
Menentukan Tujuan Penyelesaian Masalah.
Pada tahap ini penulis menentukan tujuan apa saja yang ingin dicapai terhadap penyelesaian masalah yang ada. Dengan adanya tujuan ini dapat memotivasi penulis sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal terhadap penelitian yang dilakukan.
Pengumpulan Data.
Setelah semua faktor masalah
diidentifikasi, dibatasi, dan ditentukan
tujuan penyelesaiannya. Maka pada tahap
ini penulis akan mengumpulkan data
dengan menggunakan tehnik — tehnik
tertentu untuk mendukung penelitian.
Pengumpulan data dibagi menjadi dua yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Data
yang secara langsung dikumpulkan meliputi
wawancara dengan bagian quality maupun
produksi dan observasi langsung ke tempat
proses produksi. Sedangkan data yang
secara tidak langsung dikumpulkan
meliputi data umum perusahaan, data
historis mengenai pengambilan sampel dan
banyaknya de ect yang ter adi untuk setiap
tahunnya pads unit mobil.
Pengolahan dan Analisa Data
Setelah semua data terkumpul,
maka pads tahap ini penulis akan mengolah
data dan kemudian melakukan analisa
terhadap data yang telah diolah untuk
memberikan usulan penerapan dan
perbaikan.
Kesimpulan dan Saran
Tahap ini sebagai tahap terakhir
dimana penulis akan menarik kesimpulan
dari seluruh tahapan yang telah dilakukan
dan kemudian memberikan saran — saran
yang bermanfaat yang sebaiknya
dilaksanakan oleh seluruh karyawan
perusahaan untuk mendukung adanya
peningkatan dalam manajemen dan seluruh
aktivitas produksi pada perusahaan.
PEMBAHASAN
Jenis Cacat pada Departemen Paint
Shop
Untuk jumlah cacat yang terjadi
diambil berdasarkan dari produksi karena
tidak berasal dari sampel tetapi secara
keseluruhan dari unit yang diproduksi..
Berikut adalah hasil data rekap cacat untuk
produk Hyundai Atoz selama Bulan
Maret—Agustus 2006 yang mengurangi
kualitas pads PT.Hyundai Indonesia Motor
(PT.HIM) pads Departemen Paint Shop:
Tabel 1 Perhitungan Frekuensi Cacat Bulan
Maret s/d Agustus 2006
No Jenis Cacat Total Persentase
(%)
Kumulatif
(%)
1 Bintik / Dirt 658 6 ,926 6 ,926
2 Meleleh 931 8,258 6,184
1 Cat Tipis 613 5,43 81,621
4 Crater 4 5 4,213 85,835
5 Lainnya 159 14,165 100%
Total 11274 "77
Dari data di atas maka dapat dibuat
diagram parreto untuk mendapatkan cacat
yang paling dominan atau paling sering
terjadi selama Bulan Maret — Agustus
2006 sehingga memerlukan prioritas
penanganan untuk dibuat penyelesaian
masalahnya. Adapun diagram pareto
tersebut adalah dapat ditampilkan pads
halaman berikut:
Gambar 1 Diagram Pareto Jenis Cacat
Untuk Hyundai Atoz
Berdasarkan gambar diagram
pareto di atas maka dapat diketahui jenis
cacat yang paling dominan dan diperlukan
penanganan khusus pads proses paint shop
untuk Hyundai Atoz selama Bulan Maret
s/d Agustus 2006 adalah bintik/dirt,
meleleh, cat tipis, crater, dan popping yang
memiliki frekuensi cukup besar, dengan
masing — masing persentase 67,9%, 8,3%
5,4%, 4,2%, dan 2,8%. Dalam hal ini cacat
bintik/dirt merupakan jenis cacat yang
terbesar yang mengakibatkan penurunan
tingkat kualitas di Departemen Paint Shop
Analisis Penyebab Cacat Bintik / Dirt
Untuk mengetahui penyebab dari
timbulnya permasalahan pada proses Paint
Shop, maka akan dianalisa jenis cacat yang
paling dominan dengan menggunakan
Diagram Fishbone (Diagram Sebab
Akibat). Diagram Fishbone adalah alat
yang paling efektif untuk mencari faktor —
faktor penyebab masalah yang
mempengaruhi kualitas hasil dari suatu
proses. Untuk memperoleh informasi dari
penyebab masalah tersebut, maka dilakukan
diskusi maupun brainstorming dengan
pihak perusahaan dengan menggunakan 5
faktor umum sebagai suatu sebab akibat,
yaitu man (manusia/operator),
method(metode), material(bahan),
machine(mesin), dan environment
(lingkungan) sebagaimana berikut :
Dari diagram fishbone di atas menunjukkan
sebab — sebab yang mengakibatkan
terjadinya keempat cacat tersebut. Berikut
adalah uraian untuk setiap faktor — faktor
penyebab cacat bintik (dirt) :
 Faktor Manusia.
Jika ditinjau dari segi manusia, yang
menyebabkan terjadinya jenis cacat
bintik/dirt adalah operator yang kurang
memperhatikan kebersihan, dimana ketika
masuk ruang pengecatan tidak
membersihkan pakaian, masker, sepatu,
sarung tangan, dan topeng dengan diblow
terlebih dulu karena dapat membawa
kotoran dan debu serta adanya noda yang
dapat menempel pada body mobil. Selain
itu juga dapat disebabkan kelalaian operator
yang tidak membersihkan peralatan —
peralatan yang digunakan terlebih dulu
(spray gun, mesin buffing, tangga, selang
angin) maupun mengganti plastik yang
menutupi ruang pengecatan dengan tujuan
untuk menyerap kotoran, sehingga dapat
menyebabkan jatuhnya kotoran atau debu
pada body mobil.

 Faktor Mesin
Jika dilihat dari segi mesin, yang
menyebabkan terjadinya jenis cacat
dirt/bintik adalah oven
yang kotor karena kurangnya maintain
untuk dilakukan pembersihan, dimana
bagian oven yang kotor melalui udara panas
dapat membawa partikel debu jatuh ke
badan mobil. Selama ini oven dibersihkan
hanya jika sudah terlihat banyaknya debu
atau kotoran yang menumpuk pada dinding
— dinding oven, karena pada bagian oven
tersebut juga sudah terdapat penyerap debu
dan kotoran.
 Faktor Metode.
Dari segi metode kerja, proses
pencampuran cat kimianya tidak sempurna
dapat menyebabkan timbulnya bintik —
bintik pada badan mobil, mobil yang tidak
dibersihkan secara sempurna sebelum
masuk proses pengecatan dimana tidak
prosedur yang ditetapkan tidak dijalankan
dengan baik misalnya tidak menggunakan
minyak tanah dan kerosin, tetapi hanya
diblow saja. Selain itu metode pembersihan
selang — selang yang dipasang pada spray
gun kurang rapih sehingga masih adanya
debu dan kotoran yang menempel setelah
selesai digunakan. Adapun proses
pembersihan yang baik yaitu melapnya
dengan kain kasa yang sudah dicelup
dengan bahan aditif / thinnet atau jika sudah
tidak dapat dibersihkan, maka selang
tersebut diganti dengan yang baru.
Gambar 2 Diagram Sebab Akibat Cacat Bintik

 Faktor Material.
Dari segi material, material cat solid maupun metalik tidak mengalami penyaringan terlebih dahulu sehingga menjadikan kualitas cat menjadi buruk karena masih adanya kotoran — kotoran maupun gramp yang tercampur di dalam cat tersebut yang dapat terbawa ke badan mobil pada saat diaplikasikan.
 Faktor Lingkungan.
Dari segi lingkungan, udara yang tidak bersih dari ruang aplikasi pengecatan baik pada lini surfacer dan top coat serta proses sirkulasi yang kurang baik melalui exhaust van dan blower dapat menyebabkan debu atau kotoran akan terbawa dan menempel ke badan mobil. Selain itu pada lantai yang berlubang — lubang di ruang pengecatan, limbah cat yang terbuang ke dalamnya tidak tersirkulasi dengan baik juga dapat menyebabkan kotoran akan menumpuk dan terbawa melalui udara ke unit mobil. Selain itu juga karena lingkungan tempat penyimpanan (kontainer) cat tersebut yang juga kotor dan tidak dibersihkan secara berkala sehingga menyebabkan banyak debu atau kotoran yang dapat masuk ke dalam cat.
Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)
Dari pembuatan diagram fishbone sebelumnya dapat diketahui jenis kecacatan yang paling dominan berpengaruh pada proses Paint Shop dan faktor — faktor yang menyebabkan terjadinya jenis kecacatan tersebut yang dilihat dari faktor 4M dan 1E yaitu manusia, mesin, material, metode kerja, dan lingkungan. Dari kelima faktor tersebut telah diketahui masing — masing penyebabnya, untuk mengetahui faktor apa yang paling besar berpengaruh terhadap jenis kecacatan pada proses paint shop, maka peneliti menggunakan metode AHP (Analytical Process Hierarchy) untuk menganalisa dengan menggunakan kuisioner sebagai pengambil keputusan untuk menganalisa faktor tersebut lebih lanjut agar dapat menemukan pemecahan masalah yang tepat untuk menghasilkan produk yang bebas cacat (zero defect). Untuk lebih jelasnya berikut adalah gambar pemilihan penyebab jenis cacat di proses paint shop.
Gambar 3 Pemilihan Faktor Penyebab Jenis Cacat di Paint Shop
Dalam pembuatan metode ABP dibutuhkan beberapa kriteria yang digunakan untuk memilih faktor - faktor yang berpengaruh terhadap jenis kecacatan di paint shop. Untuk kriteria yang digunakan yaitu berdasarkan dari pendapat tiga orang expert (ahli) pada proses paint shop tersebut yaitu quality assurance 1 (QA 1), quality assurance 2 (QA 2), dan Supervisor. Masing - masing dari ketiga orang tersebut akan diberikan kuisioner untuk membandingkan antara kelima faktor, mana yang paling berpengaruh terhadap kecacatan yang terjadi pada proses paint shop. Kemudian penulis akan menanyakan kepada atasan ketiga kriteria tersebut yaitu Manajer QA untuk mengetahui perbandingan antar kriteria. Untuk lebih jelasnya berikut akan dideskripsikan mengenai ketiga kriteria tersebut.
Perhitungan Kriteria QA1 untuk Jenis Cacat Bintik/dirt.

Untuk perbandingan antar kriteria ini memiliki nilai yang sama untuk kelima penyebab cacat tersebut. Dari hasil perbandingan tersebut didapatkan hasil bahwa kriteria yang paling utama adalah QA 1 dibandingkan dua kriteria lainnya.
Hasil perkalian AHP untuk Jenis Cacat Bintik/Dirt
Dari hasil perhitungan dan perbandingan di atas dapat diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh sebagai penyebab terjadinya kecacatan bintik atau dirt adalah faktor lingkungan, karena memiliki nilai terbesar yaitu 0,5113 berdasarkan dari ke - 3 kriteria yaitu QA 1, supervisor, dan QA 2.

Analisis FMEA
Berdasarkan hasil AHP yang telah dilakukan sebelumnya (Tabel 10) dapat diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap jenis kecacatan bintik/dirt adalah faktor lingkungan maka pembuatan FMEA akan dilakukan untuk faktor tersebut.
Jika dilihat dari FMEA diatas, dapat diketahui bahwa prioritas terbesar terhadap risiko terjadinya mode kegagalan yaitu adanya udara yang tidak bersih. Hal ini dapat dilihat pada bobot RPN dari masing — masing mode kegagalan dimana bobot RPN terbesar yaitu 280 terdapat pada mode kegagalan tersebut. Setelah diketahui bahwa akar penyebab terjadinya cacat bintik/dirt dari faktor lingkungan adalah udara tidak bersih sehingga banyaknya kotoran atau bintik — bintik yang terdapat pada permukaan mobil dan seringkali membutuhkan perbaikan. Hal ini dapat disebabkan dari kurangnya pembersihan yang dilakukan secara berkala untuk ruangan (blower) sehingga udara yang terbawa pada blower bukannya membersihkan tetapi membawa kotoran. Selain itu peralatan yang digunakan operator seperti baju sprayer dan sarung tangannya yang tidak dibersihkan maupun spray gun dapat menyebabkan udara menjadi tidak bersih di lingkungan aplikasi paint shop.


KESIMPULAN
Dari hasil analisis dengan menggunakan AHP yang konsisten dapat diambil keputusan bahwa dari lima faktor 4M dan 1E (Man, Machines, Method, Material, and Environment) berdasarkan kriteria dari QA 1, QA 2, dan supervisor, maka diketahui faktor yang paling utama menyebabkan cacat Bintik/Dirt dominant disebabkan oleh faktor lingkungan dengan nilai eigen 51.13%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis menggunakan FMEA akar penyebab terjadinya cacat bintik/dirt adalah udara yang tidak bersih dengan nilai RPN sebesar 280. Maka dari itu solusi tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan pembersihan blower secara teratur terutama di ruang aplikasi pengecatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ariani, Wahyu Dorothea, (2003), Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif, Ghalia Indonesia, Jakarta
2. Dermawan, Rizky, (2005), Model Pengambilan Keputusan & Perencanaan Strategis, ALFABETA, Bandung.
3. Gasperz, Vincent,. (2002), Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001: 2000, MBNQA, Dan HACCP, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
4. Gaspersz, Vincent, (1998), Statistical Process Control: Penerapan Teknik-Teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5. Miranda., Amin Widjaja Tunggal, (2002), Six Sigma Gambaran Umum, Penerapan Proses dan Metode — metode yang Digunakan untuk Perbaikan GE Motorola, Harvarindo, Jakarta.
6. Pydzek, Thomas, (2002), The Six Sigma Handbook, Salemba Empat, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.