.

Sabtu, 16 September 2017

Fotografi: Sains, Teknologi dan Seni


    Di zaman teknologi informasi sekarang saat ini manusia dituntut untuk bisa bergerak lebih cepat, maka tidak heran jika kita melihat banyak sekali orang melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan sesuatu.Segala sesuatunya ingin segera didapatkan dengan cara yang mudah atau instan. Seolah kebiasan ini menjadikan segala sesuatunya bisa didapatkan dengan cara yang cepat tanpa memperdulikan sebuah proses, inilah yang disebut dengan  “Budaya instan”. Dan yang menjadi renungan dan sekaligus per-tanyaan dalam dunia desain (seni rupa) umumnya dan fotografi pada khususnya saat ini adalah, “Masih pentingkah sebuah teori dan pengetahuan untuk mendasari seseorang dalam berkarya? Atau seberapa pentingkah sebuah proses dalam men-cipta sebuah karya?”
    Maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa akhir-akhir ini hanya dengan bermodalkan kamera digital banyak berdiri usaha fotografi, bahkan semakin ramai dan menjamur. Orang pun banyak menjual jasa dengan kamera digital dari menjadi fotografer panggilan, membuka studio, sampai membuka kursus fotografi. Kamera digital telah memunculkan fotografer-fotografer dadakan, kadang tanpa dibekali pengetahuan mengenai teknik, estetika, dan manajemen, tetapi cukup dengan modal keberanian dan kamera. Inilah yang saat ini menjadikan fotografi sebagai bisnis yang cukup menjanjikan. Namun demikian, bila dikaitkan upaya pemerintah Indonesia yang ingin memaju-kan industri kreatif, yang salah satunya fotografi sebagai sektor industri kreatif dari 14 sektor, maka kondisi tersebut di atas justru merupakan keprihatinan pemerintah. Sebab sektor industri kreatif terus mengalami perkembangan, bahkan mampu bersaing dengan sektor lain yang lebih mapan. Akan tetapi, ada kelemahan industri kreatif, yakni rendahnya kualitas sumber daya manusia serta penguasaan teknologi. Memang haruslah diakui bahwa hal ini merupakan beban dan menjadi tanggung jawab semua pihak. Bahkan masih ada sejumlah persoalan dan tan-tangan yang menghadang pertumbuhan industri kreatif di Indonesia, seperti kebutuhan SDM yang terampil, hak cipta, peran pemerintah, dan lain sebagainya.
 
Sumber: (Fotomedia edisi April 2003)
Fotografi: antara sains, teknologi, dan seni
Sebagaimana dikatakan oleh Francis Lim (2008), Fotografi adalah perpaduan antara sains, tekno-logi, dan seni. Sains bergerak dalam wilayah hukum-hukum ilmu pasti. Dengan sains ini fotografi memiliki aspek keterdugaan yang pasti. hasil pemotretan pada dasarnya dan sudah dapat diprediksi atau diketahui secara teknis, seperti berapa kecepatan yang digunakan, berapa bukaan diafragma yang dipasang, berapa ukuran lensa, bagaimana pencahayaan, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Marc Levey (1980), dalam men-ciptakan karya fotografi pentingnya menekankan wujud dan isi dalam sebuah karya dua dimensi. Fotografer bertanggung jawab untuk mengko-munikasikan pesan melalui sebuah karya dua dimensi yang disebut fotografi. Karena karya tersebut memiliki fungsi sentral yang simbolis dan komunikatif.
   Fotografi yang kita kenal pun sebenarnya terbagi dalam dua aspek yaitu aspek teknologi dan seni. Namun, ketika terjadi perbincangan kebanyakan orang lebih terkagum-kagum melihat pada teknologinya daripada aspek gagasan maupun estetikanya. Aspek tersebut sangat penting dipahami dan dikuasai oleh siapa saja yang serius dan yang berminat di bidang fotografi. Secara simultan dipelajari mulai dari segi teknis yang terkait dengan teknologi, dan kemudian meningkat pada aspek seni (estetika) dan gagasan yang akan dibangun.

Menurut Markow (1999) fotografi dapat digolongkan sesuai fungsi dan tujuannya menjadi:
1. Fotografi dokumentasi (documentation photo-graphy). Fotografi digunakan untuk merekam peristiwa yang dianggap penting oleh si pemo-tret. Fotografi dokumentasi lebih mementing-kan terekamnya peristiwa ketimbang keharus-an untuk menerapkan prinsip-prinsip estetika dalam sebuah foto.
2. Fotojurnalistik (photojournalism). Fotografi Jurnalistik seringkali juga disebut press photo atau foto berita. Foto ini biasanya memberita-kan suatu peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat yang dibuat sesuai dengan keada-an sebenarnya tanpa manipulasi.
3. Fotografi periklanan (advertising photography). Fotografi Periklanan merupakan salah satu cabang dari fotografi profesional yang lebih banyak berfungsi untuk memenuhi kebutuhan industri dalam periklanan sebagai pengganti ilustrasi dari gambar tangan.
 
Fotografi Digital: Paradigma baru dan per-ubahan perilaku
Teknologi yang maju demikian pesat membuat cara kerja fotografer masa kini juga ikut berubah dengan cepat. Dikatakan Marshal McLuhan (1967) betapa pentingnya ledakan informasi yang disebabkan oleh perkembangan teknologi per-cetakan, televisi, dan komputer. Dan ia menyebut-kan bahwa satu-satunya yang pasti dalam kehidupan modern adalah perubahan perilaku. Semua ini membuat seorang fotografer dalam bekerja harus mampu merespons perkembangan teknologi. Sebuah penemuan yang dilakukan manusia atas dasar kreativitas di zaman modern pada hakikatnya menjadikan hidup itu lebih mudah, manusia bisa lebih sejahtera, peran tenaga manusia semakin dikurangi, bahkan tergantikan oleh alat ciptaannya. Sebagai contoh yang sederhana, penemuan peralatan makan seperti sendok memberikan jarak antara fisik manusia dengan sesuatu yang akan dimakan, adanya remote control pada TV untuk mengganti chanel/saluran program, tinggal pencet jarak jauh sudah otomatis pindah chanel. Jadi dengan inovasi dan penemuan teknologi maka semakin kecil peran manusia, tenaga manusia dikurangi, cara berpikir juga dikurangi dan berubah, semua dipermudah. Maraknya perkembangan fotografi digital juga mendorong perubahan sikap dan perilaku bagi penggunanya. Fotografi digital memberikan kemudahan kontrol secara penuh bagi fotografer, ”digital photography gives you total control”. Sebagai contoh adalah ketika memotret menggunakan kamera digital, dari pengambilan gambar hingga pencetakan sepenuhnya berada di tangan fotografer.

Kesimpulan
Fotografi menempati ruang sains, teknologi, seni (budaya). Sains dan teknologi berjalan bersama-sama karena keduanya saling membutuhkan. Sains bergerak dalam wilayah teoretis, sedangkan teknologi dalam wilayah praksis. Teknologi dapat me-nyingkapkan apa yang berada di wilayah teoretis menjadi nyata, yakni membantu sains membukti-kan teorinya. Di sisi lain, sains membantu mengarahkan perkembangan teknologi dengan perangkat teorinya. Instrumen dan alat teknologi dirancang sesuai tuntutan teori sains, khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan kontem-porer. Tanpa sains, teknologi tidak berkembang. Demikian juga, tanpa teknologi, sains pun juga tidak berkembang, karena keduanya bersifat komplementer. Oleh karena itu, fotografi merupa-kan bagian dari peradaban manusia yang disebut dengan kebudayaan atau peradaban. Fotografi merupakan kegiatan yang berpokok pada kreativitas (seni). Kreativitas dapat dipandang sebagai sesuatu yang sangat universal, karena adanya pengaruh ruang, waktu, dan perkem-bangan teknologi yang tidak luput dari rangkaian aktivitas dalam fotografi.

Daftar Pustaka
Levey, Marc (1980), The Photography Texbook, an imprint of Watson–Guptill Publication, USA.

Lim, Francis (2008), Filsafat Teknologi: Don Ihde Tentang Dunia, Manusia, dan Alat, Kanisius, Yogyakarta.

Markow, Paul (1999), Advertising Photography, Amherst Media Inc., Buffalo, New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.