.

Rabu, 18 November 2015

Cognitive Ergonomic

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kemajuan pesat di bidang teknologi informasi bersamaan dengan keinginan untuk perbaikan produktivitas dan kondisi manusia telah membuat ketrampilan fisiologis yang hanya meliputi kemampuan motorik dan kekuatan tenaga manual tidak bisa lagi digunakan sebagai satu-satunya alat untuk melakukan analisa terhadap performansi kerja manusia. Dilain pihak pertimbangan kemampuan/keterampilan intelektual dan kognitif juga semakin diperlukan. Sehingga dari perkembangan tersebut, memaksa untuk dengan segera diperkirakan sebuah pengkajian yang memungkinkan terakomodasikannya kemajuan-kemajuan yang ada.
Pengkajian dalam perancangan sistem kerja dengan melibatkan tugas-tugas kognitif dalam pemecahan masalah, beban fisik (faal kerja) dalam pengendalian sistem kerja yang semakin kompleks, serta interaksi antara manusia dengan sistem kerja maupun lingkungannya memerlukan sebuah pendekatan yang komprehensif dan integral. Ergonomi sebagai sebuah disiplin keilmuan yang mencoba mempelajari interaksi manusia (dari aspek beban fisik dan mental) dalam sistem kerjanya secara komprehensif-integral mengklasifikasikannya sebagai studi ergonomi kognitif (Sage, 1992).


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apa definisi dan tujuan ergonomi kognitif?
2.      Bagaimana sejarah ergonomi kognitif?
3.      Apa saja area riset dalam ergonomi kognitif?
4.      Apa topik - topik yang relevan dengan ergonomi kognitif dan hubungannya dengan penyakit akibat kerja?

C.    Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui definisi dan tujuan ergonomi kognitif.
2.      Untuk mengetahui sejarah ergonomi kognitif.
3.      Untuk mengetahui area riset dalam ergonomi kognitif.
4.      Untuk mengetahui topik – topik yang relevan dengan ergonomi kognitif dan hubungannya dengan penyakit akibat kerja.



BAB II
ISI
A.    Definisi Ergonomi Kognitif
Menurut Asosiasi Internasional Ergonomi, definisi Cognitive ergonomi (CE) atau ergonomi kognitif adalah cabang ergonomi yang berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di dalamnya; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem.
Ergonomi kognitif mempelajari kognisi dalam sistem kerja terutama yang berkaitan dengan setelan operasi, dalam rangka mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan performa sistem. Ergonomi kognitif berusaha menyelidiki prosesproses mental di dalam diri manusia dengan cara objektif dan ilmiah.

B.     Tujuan Ergonomi Kognitif
Ergonomi kognitif bertujuan untuk meningkatkan kinerja kognitif dengan cara intervensi, termasuk:
·         Interaksi antara manusia-mesin dan interaksi manusia-komputer.
·         Desain sistem teknologi informasi yang mendukung tugas-tugas kognitif (misalnya: kognitif artefak).
·         Pengembangan program pelatihan.
·         Bekerja mendesain ulang untuk mengelola beban kerja kognitif dan meningkatkan keandalan manusia.


C.    Sejarah Ergonomi Kognitif
Bidang ergonomi kognitif muncul pertama kali di tahun 70-an dengan munculnya komputer pribadi dan perkembangan baru dalam bidang psikologi kognitif. Menurut John Long, seorang profesor teknik kognitif di UCLIC, CE kontras dengan ergonomi fisik. Sebagai ilmu terapan, desain ergonomis kognitif dalam kemajuan teknologi telah berkembang pesat selama 27 tahun terakhir. Pada 80-an ada transisi di seluruh dunia dalam pendekatan metodologis untuk desain. Menurut Gerrit C. Van der veer (2008), para ahli mulai mengembangkan metode desain sistematis dari sudut pandang pengguna. Enid Mumford adalah salah satu pelopor dari rekayasa sistem interaktif. Ada beberapa model yang berbeda yang menjelaskan kriteria untuk merancang user-friendly teknologi. Penelitian Neuroergonomic di Universitas Iowa saat ini terlibat dengan meningkatkan mobilitas lanjut usia, dan menganalisis kemampuan kognitif dengan navigasi lingkungan virtual abstrak. Berikut akan disampaikan beberapa dari implentasi dari kognitive ergonomi dalam keseharian:
1. Standardize: Ketentuan yang telah standar secara formalyang biasanya berguna untuk mengurangi ketidakkonsistena misalnya: pewarnaan tertentu yang sudah terimaji dengan hal tertentu kabel warna merah untuk aliran listrik positif dan demikian pula untuk pipa- gas, minyak, air, putaran kran air dan lain-lainnya
2. Use Stereotype: adalah suatu kebiasaan di mana pengalaman menyebabkan terjadinya suatu gerak reflek terkondisi yang berjalan secara ot omatis tanpa disadari. Hampir mirip dengan standar, tetapi tidak secara formal.Standar yang baik akan menjadi stereotype (merah untuk stop, putaran kekanan untuk menampah kcepatan). Reaksi stereotype adalah suatu kebiasaan di mana pengalaman menyebabkan terjadinya suatu gerak refleks terkondisi yang berjalan secara otomatis tanpa disadari. Reaksi stereotype sangat dipengaruhi oleh tradisi budaya, oleh karenanya perlu adanya konvensi Nasional untuk mengatur. Pada umumnya putaran searah jarum jam menunjukan pembesaran. Konsekwensi tidak mempergunakan stereotype; waktu menjawab lebih lama, kesalahan lebih besar dan lebih sering, waktu latihan lebih lama, irama kelelahan lebih tinggi. (Grandjean, 1988) Contoh: Putaran mur ke kanan untuk mengencangkan, putaran kran air ke kanan untuk membuka; Menghidupkan radio, memutar telepon.
3. Link actions with perceptions: apa yang dilaksanakan/dilakukan sesuai dengan apa yang diharapkan. Rotasi searah jarum jam secara insting menunjuk adanya peningkatan, penunjuk juga harus menunjukkan peningkatan.
1.      Jarum penunjuk tekanan ban, semakin banyak tekanan ban jarum akan bergerak kekanan dan sebaliknya,
2.      Jarum penunjuk gas yang dipergunakan untuk masak,
 3. Pedal gas kendaraan bermotor, untuk perseneling gigi mobil atomatis: R         = reserve,   P untuk parkir. ”control-P” untuk mencetak kertas.
4. Simplify presentation of information: menggunakan konsep yang paling sederhana dengan pengertian tunggal dan pasti dan sesuai dengan kebutuhan: penggunaan foto, icon, tanda, lebih bagus dari penggunaan kata-kata. Tanda-tanda dalam lalu lintas: penunjuk kecepatan kendaraan bermotor; penunjuk rem tangan – lampu menyala merah; lampu rem belakang kendaraan.
5. Present information at the appropriate level of detail: banyak opsi atau pilihan yang ditampilkan dapat meningkatkan atau malah menurunkan performen, oleh karenanya perlu diadakan pilihan yang beanar-benar tepat untuk maksud-maksud yang tepat: Penunjuk tempratur mesin pada kendaraan-pada level bahaya berwarna merah dan aman berwarna biru; penunjuk bensin; penunjuk perseneling kendaraan bermotor.
6. Present clear images: tiga hal yang harus diperhatikan: 1) Pesannya mudah dilihat: ukuran, tempat harus sesuai dengan jarak darimana pesan akan dilihat. Kontras dengan latar belakang; 2)Pesan harus dapat dibedakan dengan keadaan sekeliling.(lampu pemadam kebakaran kelipnya harus berbeda dengan kelip lampu lainnya yang ada); 3) Pesan mudah di interpretasikan, karakter yang satu dengan yang lain harus beda. (1I, B8 dan QO; 062. (361) 228-872). Dapat dimengerti dengan mudah dan cepat, gampang dilihat: Tanda-tanda dalam lalu lintas; tanda bahaya-sirena; kentungan (kul-kul); lampu sirena polisi, Pemadam kebakaran; Warna baju tim Penyelamat.
7. Use redudancies: karena manusia mempunyai batasan, sangat penting untuk memperikan infomasi dengan lebih dari satu cara: Tanda bahaya-dengan lampu menyala merah dan berkelip-kelip, tanda larangan berenang dengan bendera yang berkibar dan berwarna, tanda pembatas tengah-tengah jalan pada jalan raya-berwana putih dan dapat dirasakan oleh pengendara, Polisi menggunakan lampu berkilip, sirine dan perintah, Tanda Stop di perempatan jalan: Warna merah, silang dan tulisan ”STOP”, Kode pos dan alamat rumah.
8. Use paterns: mata manusia menangkap pola dengan baik. Informasi yang menggunakan pola/pattern lebih mudah dimengerti, lebih cepat dan lebih akurat dari yang lainnya. Gambar lebih mudah diinterpretasikan dari pada anggka-angk: Bar chart untuk membandingkan jumlah, Line chart untuk memperlihatkan trend, Penggunaan pola-pola yang sama pada panel kontrol untuk hal yang berhubungan dengan penyelamatan pada mesin, Tanda lalu lintas larangan-warna merah, perintah-warna biru; penggunaan warna merah yang berarti: error, gagal, stop, membahayakan, dengan adanya flashing berarti bahaya semakin tinggi.
9. Provide variable stimuli: manusia sudah terbiasa dengan hal-hal umum terjadi oleh karenanya perlu ada stimulus baru atau lain dari yang umum  untuk menarik perhatian. Lampu yang berkelip lebih mudah ditangkap dari yang tidak berkelip: Mobil pemadam kebakaran: lampu berkelip dengan warna merah, sirena meraung dengan pola yang berbeda-beda, suara orang memerintah; tanda kebakaran dalam gedung: ada sirena berbunyi, lampu merah berkelip, ada suara peringatan-peringatan.
10. Provide instantaneous feed back:
1. Indikator minyak diposisi mendekati ”e” berarti harus segera dibelikan; Indikator panas mesin di posisi ”hot” harus periksa sistem pendingin mesin;
2. Keyboar komputer yang berbunyi klik yang berarti huruf sudah ditekan dengan benar dan sudah tampil dilayar monitor, dan aktivitas bisa dilanjutkan.
3. Kata ”Roger” pada pilot yang berarti informasi yang disampaikan sudah diterima dengan baik.

D.    Area Riset Ergonomi Kognitif
Beberapa area riset dalam ergonomi kognitif antara lain:
a.       Persepsi
Persepsi umum, Psychophysics, Perhatian dan teori-teori Filter (kemampuan untuk fokus pada rangsangan tertentu), pola pengenalan (kemampuan untuk menafsirkan informasi sensorik yang ambigu), obyek pengenalan, waktu sensasi (kesadaran dan estimasi berlalunya waktu), form perception.

b.      Kategorisasi
Kategori induksi dan akuisisi, penilaian dan klasifikasi kategoris, kategori representasi dan struktur, similarity (psikologi).

c.       Memori
Penuaan dan memori, memori otobiografi, memori konstruktif, emosi dan memori, memori episodik, memori saksi mata, false memotires, firelight memory, flashbulb memory, daftar bias memori, memori jangka panjang (long-term memory), memori semantis. memori jangka pendek (short-term memory), pengulangan berjenjang, sumber pemantauan, memori kerja.

d.      Representasi pengetahuan
Mental citra, pengkodean proposisional, pencitraan versus debat proposisi, teori dual-coding, media psikologi.

e.  Kognisi numeric.
f. Bahasa
      Tata bahasa dan linguistik, fonetik dan fonologi, akuisisi bahasa.

g. Berpikir
     Pilihan, konsep pembentukan, pengambilan keputusan, penghakiman dan pengambilan keputusan, logika (serta penalaran formal & alami), pemecahan masalah.

E.     Topik – Topik yang Relevan dengan Ergonomi Kognitif

Topik – topik yang relevan dengan ergonomi kognitif antara lain :

a.       Beban Kerja
Analisis beban kerja merupakan salah satu subbagian dalam melakukan perancangan kerja. Beban kerja harus dianalisis agar sesuai dengan kemampuan dari pekerja itu sendiri. Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi permintaan dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kapasitas adalah kemampuan manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang.
Seperti halnya mesin, jika beban yang diterima melebihi kapasitaasnya, maka akan menurunkan usia pakai mesin tersebut, bahkan menjadi rusak. Begitu pula manusia, jika ia diberikan beban kerja yang berlebihan, maka akan menurunkan kualitas hidup (kelelahan, dsb) dan kualitas kerja orang tersebut (tingginya error rate, dsb), dan juga dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja.
Analisis beban kerja ini banyak digunakan diantaranya dapat digunakan dalam penentuan kebutuhan pekerja (man power planning), analisis ergonomic, analisis Keselamatan dan Kesehatan Keja (K3), hingga keperencanaan penggajian, dsb.
 Perhitungan beban kerja setidaknya dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu fisik, mental dan penggunaan waktu. Aspek fisik meliputi perhitungan beban kerja berdasarkan criteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek penggunaan waktu untuk bekerja.
Secara umum, beban kerja fisik dapat dilihat dari 2 sisi, yakni sisi fisiologis dan biomekanika. Sisi fisiologis melihat kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologis tubuh (faal tubuh), meliputi denyut jantung, pernafasan, dll. Sedangkan biomekanika lebih melihat kepada aspek terkait proses mekanik yang terjadi pada tubuh, seperti kekuatan otot, dan sebagainya.
Perhitungan beban kerja berdasarkan pemanfaatan waktu bias dibedakan antara pekerjaan berulang (repetitif) atau pekerjaan yang tidak berulang (non-repetitif). Pekerjaan repetitive biasanya terjadi pada pekerjaan dengan siklus pekerjaan yang pendek dan berulang pada waktu yang relative sama. Contohnya adalah operator mesin di pabrik – pabrik. Sedangkan pekerjaan non-repetitif mempunyai pola yang relative tidak menentu. Seperti pekerjaan administrative, tata usaha, sekretaris dan pegawai-pegawai kantor pada umumnya.
b.      Pengambilan Keputusan
Merupakan suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan diantara beberapa alternative yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan. Dihubungkan dengan ergonomic kognitif, pekerja akan berpikir terlebih dahulu untuk melalukan suatu pekerjaan. Dalam mengambil suatu keputusan untuk menerima pekerjaan atau beban kerja, pekerja akan menimbang untung dan ruginya, begitu juga dengan perusahaan. Di dalam member keputusan terhadap suatu pekerjaan akan melihat aspek lainnya.
c.       Stres Kerja
Stres bisa menimbulkan banyak dampak negatif bagi tubuh dan kesehatan. Stres juga menjadi penyebab utama sakit jangka panjang terutama dikalangan para pekerja. Untuk pertama kalinya studi menemukan stres menjadi penyebab utama ketidakhadiran pekerja dalam jangka waktu panjang. Penelitian yang dilakukan hampir di 600 organisasi ini juga menunjukkan hubungan antara keamanan kerja dan masalah kesehatan mental. Dalam studi ini diketahui seseorang yang bekerja sebagai staf di sektor publik merupakan orang yang paling rentan mengalami stres yang bisa memicu penyakit jangka panjang. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh adanya tekanan dan tuntutan besar terhadap hasil kerja yang tinggi serta bertemu dengan banyak orang.
Dr Miller menuturkan dalam hal ini perusahaan harus mampu melihat tanda-tanda awal dari orang yang berada di bawah tekanan berlebihan serta menyediakan dukungan yang tepat untuk para karyawan. Stres yang terlalu lama juga bisa memicu seseorang untuk melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya seperti mengonsumsi alkohol berlebih, pola tidur yang terganggu, merokok dan mengonsumsi makanan berlemak yang bisa memicu munculnya penyakit. Saat stres, tubuh akan melepaskan hormon kortisol serta memerangi hormon epinefrin dan norefinefrin yang nantinya dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh (mudah terkena infeksi) serta mengganggu kerja jantung dan proses metabolisme. Selain berdampak terhadap kesehatan, stres juga seringkali memiliki dampak negatif bagi pekerjaan yang bisa mengakibatkan hilangnya produktivitas dari karyawan yang nantinya mempengaruhi kemajuan perusahaan.
Berikut ini 10 pekerjaan yang berisiko memiliki tingkat stres tinggi yaitu:
1.      Pekerja panti jompo atau panti asuhan
2.      Pelayan rumah makan
3.      Pekerja sosial
4.      Pekerja sektor kesehatan
5.      Seniman, entertainer, penulis
6.      Guru
7.      Staf pembantua dministrasi
8.      Petugas pemeliharaan dan pekerja lapangan
9.      Penasihat keuangan dan akuntan
10.  Tenaga penjualan.



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya.

B.     Saran
Untuk kedepannya agar upaya ergonomi lebih ditingkatkan lagi baik dari segi fisik maupun psikis. Karena masyarakta sudah terlanjur memiliki stigma bahwa pelayanan rumah sakit pemerintah sering tidak ramah, lama dan kurang perhatian. Maka dari itu perlu diupayakan lagi ergonomi secara sistemik di segala aspek penyedia pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Budnick, P dan Michael, R. 2001.  What Is Cognitive Ergonomics. http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=352
Fishman. C. 1997 (Brain of Stig) Cognitive Ergonomics. http://hackvan.com/brain/msg00075.html. Access. 02/14/06
Grandjean, E. 1988. Fitting The Task to The Man: A Textbook of Occupational Ergonomics. 4th. Edition. London: Taylor & Francis Ltd.
Isdesingnet.1997. Cognitive Ergonomics, Your Office and Your Brain http://www.isdesgnet.com/magazine/may’97/TakeNote_1html. Access, 02/09/06
MacLeod, Dan. C.P.E, 2006. Cognitive ergonomics. http://sws.iienet.org/ . Access, 02-06-06
Manuaba, A. 2006. Materi Kuliah Cognitive ergonomics. Program Doktor. Program Pascasarjana Ilmu Kedokteran. Universitas Udayana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.