Rekayasa Produktifitas Industri Kecil

Puskon ITB dalam Syarief (2004) mengemukakan bahwa
terdapat berbagai masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha di sektor
agroindustri skala kecil dapat dilihat dari 4 (empat) sisi, yaitu: (1) pelaku
usaha, memiliki kecenderungan individualistik dan menciptakan iklim usaha yang
tidak kondusif bagi pengembangan usaha; monopoli dalam penguasaan akses
material, informasi, teknologi, dan pangsa pasar, serta lambatnya transformasi
budaya dari agraris ke industri; (2) pekerja, tidak memiliki semangat
mengembangkan diri, kurang inovatif dan problem internal terkait dengan
personal performance; (3) kebijakan pemerintah, belum mampu memfungsikan
dirinya sebagai fasilitator maupun katalisator dari berbagai aspek baik teknis,
organisasi, informasi, keuangan, kelembagaan dan regulasi yang memperkuat
kinerja industri skala kecil; dan (4)konsumen, ditandai lemahnya kesadaran
untuk melakukan kontrol terhadap kualitas produk.
Syarief (2004) menegaskan juga bahwa kelemahan umum
industri skala kecil, diantaranya: (1) usaha keluarga dengan modal terbatas;
(2) tidak memiliki manajemen dan perencanaan usaha yang jelas; (3) menggunakan
teknologi dan peralatan sederhana; (4) tidak memiliki akses langsung ke
konsumen; (5) egois dan kurang memiliki rasa kebersa
maan; (6) kurang memiliki komitmen dan etika bisnis; (7) tidak memiliki
kemandirian berusaha (tingkat ketergantun gannya tinggi); (8) umumnya tidak
memiliki budaya bisnis; dan (9) minim atau kesulitan akses informasi. Dampaknya,
pelaku usaha kecil kurang memiliki kemampuan adaptasi dan difusi teknologi yang
pada hakekatnya dapat meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kapasitas industri
atau menciptakan ketahanan ekonomi industri skala kecil.
Teknologi agroindustri adalah sejumlah perangkat yang dapat meningkatkan
kinerja pelaku agroindustri, yaitu teknoware,infoware, humanware, danorganoware
(Gumbira Sa’id, dkk., 2001).Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk
melihat secara mendalam potensi yang dapat mempercepat terjadinya proses
adaptasi dan difusi dengan tujuan utama meningkatkan ketahanan dan daya saing
ekonomi yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku.
Adapun potensi yang dapat mempercepat proses adaptasi dan difusi teknologi
adalah modal sosial para pelaku, namun tidak dilihat dan disadari bahwa modal
sosial tersebut memiliki nilai ekonomi yang menguntungkan bagi perkembangan
usaha (Tonkiss, 2000). Hal yang terjadi justru sebaliknya, modal sosial lebih
dipersepsikan secara negatif seiring dengan meningkatnya persaingan usaha dan
kerterbatasan sumber daya. Modal sosial dimaksud adalah kemampuan untuk membangun
komunikasi, interaksi, koordinasi, dan relasi diantara sesama pelaku usaha dan
atau dengan pihak eksternal (Van Bastelaer, 2000). Dengan demikian sangat penting
dilakukan kajian dan upaya transformatif untuk tindak lanjut hasil penguatan
modal sosial sebagai media yang menguntungkan atau memiliki nilai ekonomi
karena dapat mempercepat kemungkinan terjadinya difusi teknologi agroindustri dan
penciptaan iklim usaha dan berusaha yang kondusif.Masih sangat jarang upaya
pengembangan usaha kecil yang melihat masalah dari sisi sejauh mana proses
terjadinya difusi teknologi pada industri skala kecil sekaligus mengeksplorasi
modal sosial sebagai kemungkinan sarana untuk rekayasa sosial proses terjadinya
difusi teknologi agroindustri. Modal sosial adalah sarana yang sangat strategis
sekaligus ”murah” yang memungkinkan terjadinya percepatan difusi teknologi
agroindustri dan membangun usaha yang memiliki daya tahan terhadap segala
kemungkinan yang mengancam kelangsungan usaha. Penelitian ini berpijak pada
konsep modal sosial, difusi teknologi dan ketahanan agroindustri serta memiliki
hipotesis bahwa modal sosial memiliki nilai ekonomi yang dapat dijadikan
sebagai media rekayasa difusi teknologi agroindustri dan memperkuat ketahanan
agroindustri pangan skala kecil.
Daftar Pustaka :
Ainuri, Makhmudun. 2009.” NILAI EKONOMI MODAL
SOSIAL SEBAGAI MEDIA REKAYASA DIFUSI TEKNOLOGI PADA SENTRA INDUSTRI PANGAN
SKALA KECIL”.dalam sirok bastra: AGRITECH, Vol. 29,
No. 4 November 2009(hlm. 1-3). Yogyakarta .Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, https://journal.ugm.ac.id/agritech/article/view/9698/7273
Syarief, A. (2004). Pembinaan Usaha Kecil Semrawut.
Artikel dalam rangka HUT Pikiran Rakyat, edisi 12 Juli, Jakarta. Republished At
http://www.forumukm.com/a3.htm#. [11 Agustus 2009]
Van Bastelaer, T. (2000). Does Social Capital
Facility the Poor’s Accessto Credit? A Review on the Microeconomic Literature.
Social Capital Initiative Working Paper No. 8. Washington, D.C: The World Bank.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.