(c) www.jsums.edu |
Oleh : Annisa Hidayati Poerwanto
Melihat bagaimana sebuah media sosial kini memunculkan sebuah gaya hidup baru dengan bantuan ponsel pintar yang ikun melonjak popularitasnya bisa kita lihat dari perubahan tren, tingkah laku, serta budaya yang bergeser semakin cepat dari lima tahun sebelumnya. Jika satu dekade lalu hanya kalangan menengah ke atas yang bisa menikmati internet dengan bebas, kini segala kalangan mampu menggunakan internet, bahkan pulsa internet malah menjadi salah satu barang primer berdampingan dengan sandang, pangan, dan papan. Begitu mudahnya penyampaian informasi saat ini di era digital membuat internet, media sosial tepatnya, menjadi alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Perubahan ini bisa berdampak baik dalam segi pencarian informasi, tetapi ada pula kecenderugan yang terjadi di sini, di mana sosial media yang harusnya menjadi sebuah wadah interaksi yang akan membuat intensitas pertemanan menjadi tinggi malah pada kenyataannya di kehidupan nyata (bukan kehidupan di jejaring sosial) malah bergerak ke sesuatu yang patut diperhatikan.
Kecenderungan yang buruk ini dapat kita lihat dari isi jejaring sosial yang semakin menunjukkan suatu kehidupan kelas atas dan bergengsi. Padahal belum tentu pengguna media tersebut memiliki kehidupan nyata yang semanis apa yang ditampilkannya. Ini merupakan akibat dari mengikuti akun selebritas yang banyak menampilkan sebuah gengsi, atau pun akun-akun lainnya yang kemudian bisa disebut selebgram, vlog, dsb. Masalah terbaru yang paling banyak disoroti adalah soal Awkarin yang menjadi seleb vlog di youtube, karena kehidupan dan gaya hidupnya yang kontroversial. Dia menampilkan kehidupan yang menyimpang dari nilai-nilai ketimuran Indonesia, namun mirisnya menjadi banyak tontonan yang disenangi oleh para anak muda Indonesia. Jangan sampai hal semacam ini menjadi sebuah kemirisan. Banyak pula yang menjadikan media sosial tempat memamerkan kehidupan mereka yang 'glamor' dan ini menjadikan jejaring sosial tampak sebagai kehidupan yang palsu atau tempat pencitraan diri.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penggunaan jejaring sosial. Mengikuti perkembangan jaman sebagai pengguna media sosial adalah salah satu bentuk adaptasi sosial dan kehidupan yang sebenarnya perlu. Meskipun demikian perlu kita ingat juga, jangan sampai kehidupan nyata adalah apa yang benar-benar kita lihat, dengar, dan rasakan langsung, bukan apa yang ada di balik layar ponsel. Ini bukan masalah tradisional vs. modern, tetapi tentang mengatur diri sendiri dengan sesuatu yang nyata dan bukan artifisial.
Daftar Pustaka:
Billedo Cherrie Joy, Kerkhof Peter, and Finkenauer Catrin. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. March 2015, 18(3): 152-157. doi:10.1089/cyber.2014.0469
http://www.bbc.co.uk/guides/zgnr39q
http://www.forbes.com/sites/amitchowdhry/2016/04/30/study-links-heavy-facebook-and-social-media-usage-to-depression/#762b5f3b7e4b
http://theeverygirl.com/is-technology-ruining-our-lives
https://grelovejogja.wordpress.com/2009/03/29/fenomena-facebook-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.