Seperti Uranium dan Plutonium,
Thorium ini juga cocok dijadikan bahan bakar nuklir. Isotop yang didapat di
dalam Thorium dapat digunakan untuk proses fisi. Namun, proses fisi yang
terjadi tidak menghasilkan neutron yang cukup untuk membelah inti atom secara
mandiri. Neutron harus selalu disediakan secara terus menerus dari luar untuk
menembak dan membelah inti atom, dengan kata lain jika menggunakan Thorium maka
tidak akan timbul reaksi berantai. Inilah mengapa Thorium disebut lebih aman
dibanding Uranium dan Plutonium.
Menteri Perindustrian (Menperin)
Saleh Husin mengatakan pentingnya pengembangan sumber energi baru untuk
memenuhi pasokan energi bagi industri dalam negeri. Salah satunya adalah
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berbasis thorium.
Menurut Saleh, tenaga nuklir memiliki
potensi menjadi salah satu penyuplai energi listrik di Indonesia, apalagi
sumber bahan baku thorium di Indonesia sangat berlimpah, terutama di Bangka
Belitung, Kepulauan Riau. “Sumber bahan baku thorium melimpah di Bangka
Belitung. Ini sangat diperlukan, mengingat ke depan kebutuhan energi untuk
industri sangat besar dan tentu dengan harga yang kompetitif,” ujarnya.
Kalkulasi yang ada, bahan baku
thorium di Bangka Belitung diperkirakan mencapai 170 ribu ton. Dengan
perhitungan 1 ton thorium mampu memproduksi 1.000 megawatt (MW) per tahun, maka
jumlah bahan baku tersebut bisa mengoperasikan 170 unit pembangkit listrik
selama 1.000 tahun. Dari sisi total biaya produksi, PLTN thorium juga lebih
murah karena biayanya hanya USD3 sen per kWh. Sedangkan menggunakan batu bara
harganya USD5,6 sen per kWh, gas USD4,8 sen per kWh, tenaga bayu USD18,4 sen
per kWh, dan tenaga surya USD23,5 sen per kWh.
Sementara itu, anggota Dewan Energi
Nasional (DEN), Tumiran mendukung usulan tersebut. Menurut dia, penyediaan
energi untuk industri sangat mutlak bagi kelangsungan perekonomian, lapangan
kerja, dan kemandirian ekonomi. “Teknologi penyediaan energi terus berkembang
dan kita dapat memanfaatkannya sesuai peta potensi energi nasional, termasuk
teknologi reaktor yang generasi kini sudah jauh berbeda dengan generasi
sebelumnya. PLTN thorium dapat menyediakan kebutuhan energi yang semakin
meninggi," kata dia.
Di negara-negara maju dewasa ini,
nuklir telah menjadi sumber energi penting guna menopang kehidupan umat
manusia. Salah satu manfaat energi nuklir yang dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari adalah sebagai pembangkit listrik. Di Indonesia, Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) tak ketinggalan mensosialisasikan manfaat energi
nuklir tersebut di berbagai media televisi nasional.
Tentu, sosialisasi soal Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ini untuk menjawab protes keras yang datang dari
para aktivis lingkungan, terutama yang soal limbah nuklir bila terjadi kondisi
bencana. Namun, kekhawatiran itu tampaknya perlu dipertimbangkan lagi. Masalah
limbah nuklir kini dapat teratasi dengan ditemukannya teknologi rancang bangun
kontainer atau penampungan limbah nuklir yang mampu menampung limbah berbahaya
tersebut hingga setidaknya 10.000 tahun di dalam tanah. Teknologi itu ditemukan
oleh anak bangsa, Dr. Yudi Utomo Imardjoko.
Konsep pembuatannya pun kerap kali
dipresentasikan di berbagai forum ilmiah, namun untuk detail perhitungan rinci
rancangan tersebut tidak pernah diungkapkan Yudi. Sebagai ilmuwan nuklir, Yudi
menyadari pentingnya energi yang dapat diperbaharui seperti energi nuklir
sebagai pembangkit listrik. Sementara itu, krisis listrik di Indonesia sudah
dianggap dalam kondisi bencana nasional. Energi nuklir ini sejatinya bisa
mengatasi krisis tersebut, namun program nuklir masih dalam pembahasan.
Meski demikian, Yudi juga memahami
potensi bahayanya memiliki reaktor nuklir, seperti kebocoran sejumlah reaktor
nuklir seperti di Ukraina, Amerika, dan Jepang. Kebocoran-kebocoran reaktor
nuklir itu memberikan kesan mengerikan bagi banyak orang, padahal hal tersebut
tidak benar. Limbah nuklirlah yang justru lebih menimbulkan masalah
dibandingkan pembangunan reaktor nuklir.
Untuk mengantisipasi limbah nuklir
yang dapat bertahan hingga puluhan ribu tahun, Yudi mengungkapkan bahwa saat
ini telah ada cara lain, yaitu dengan menggunakan bahan bakar thorium, bukan
uranium.
Mengacu pada program pembangunan
pembangkit listrik 35 ribu MW yang diagul-agulkan Presiden Jokowi, Yudi melihat
bahwa hal tersebut akan mudah direalisasikan jika menggunakan PLTN. “Kalau
pakai (PLTN) thorium bisa sampai 170 ribu MW,” tuturnya pada 2015 lalu. Selain
itu, limbah thorium juga hanya akan bertahan hingga 10–100 tahun dibandingkan
uranium yang bisa mencapai 10.000 tahun.
Padahal, Thorium menghasilkan
produk-produk limbah yang jauh lebih sedikit dibanding Uranium atau Plutonium
walau masih tetap radioaktif dan berbahaya. Thorium juga memberi jumlah energi
yang lebih besar dibanding Uranium.
Menurut Carlo Rubbia dari CERN
(sebuah organisasi riset nuklir dari Eropa) mengatakan, “Dua ratus ton uranium
dapat memberikan jumlah energi yang sama bisa Anda dapatkan dari satu ton
thorium,” ujarnya seperti dikutip dari BBC.
Sumber:
world-nuclear.org
en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_power
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.