.

Kamis, 08 September 2016

Energi Alternatif Pengganti Nuklir

Seperti Uranium dan Plutonium, Thorium ini juga cocok dijadikan bahan bakar nuklir. Isotop yang didapat di dalam Thorium dapat digunakan untuk proses fisi. Namun, proses fisi yang terjadi tidak menghasilkan neutron yang cukup untuk membelah inti atom secara mandiri. Neutron harus selalu disediakan secara terus menerus dari luar untuk menembak dan membelah inti atom, dengan kata lain jika menggunakan Thorium maka tidak akan timbul reaksi berantai. Inilah mengapa Thorium disebut lebih aman dibanding Uranium dan Plutonium.

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan pentingnya pengembangan sumber energi baru untuk memenuhi pasokan energi bagi industri dalam negeri. Salah satunya adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berbasis thorium.

Menurut Saleh, tenaga nuklir memiliki potensi menjadi salah satu penyuplai energi listrik di Indonesia, apalagi sumber bahan baku thorium di Indonesia sangat berlimpah, terutama di Bangka Belitung, Kepulauan Riau. “Sumber bahan baku thorium melimpah di Bangka Belitung. Ini sangat diperlukan, mengingat ke depan kebutuhan energi untuk industri sangat besar dan tentu dengan harga yang kompetitif,” ujarnya.

Kalkulasi yang ada, bahan baku thorium di Bangka Belitung diperkirakan mencapai 170 ribu ton. Dengan perhitungan 1 ton thorium mampu memproduksi 1.000 megawatt (MW) per tahun, maka jumlah bahan baku tersebut bisa mengoperasikan 170 unit pembangkit listrik selama 1.000 tahun. Dari sisi total biaya produksi, PLTN thorium juga lebih murah karena biayanya hanya USD3 sen per kWh. Sedangkan menggunakan batu bara harganya USD5,6 sen per kWh, gas USD4,8 sen per kWh, tenaga bayu USD18,4 sen per kWh, dan tenaga surya USD23,5 sen per kWh.

Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran mendukung usulan tersebut. Menurut dia, penyediaan energi untuk industri sangat mutlak bagi kelangsungan perekonomian, lapangan kerja, dan kemandirian ekonomi. “Teknologi penyediaan energi terus berkembang dan kita dapat memanfaatkannya sesuai peta potensi energi nasional, termasuk teknologi reaktor yang generasi kini sudah jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. PLTN thorium dapat menyediakan kebutuhan energi yang semakin meninggi," kata dia.

Di negara-negara maju dewasa ini, nuklir telah menjadi sumber energi penting guna menopang kehidupan umat manusia. Salah satu manfaat energi nuklir yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari adalah sebagai pembangkit listrik. Di Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tak ketinggalan mensosialisasikan manfaat energi nuklir tersebut di berbagai media televisi nasional.

Tentu, sosialisasi soal Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ini untuk menjawab protes keras yang datang dari para aktivis lingkungan, terutama yang soal limbah nuklir bila terjadi kondisi bencana. Namun, kekhawatiran itu tampaknya perlu dipertimbangkan lagi. Masalah limbah nuklir kini dapat teratasi dengan ditemukannya teknologi rancang bangun kontainer atau penampungan limbah nuklir yang mampu menampung limbah berbahaya tersebut hingga setidaknya 10.000 tahun di dalam tanah. Teknologi itu ditemukan oleh anak bangsa, Dr. Yudi Utomo Imardjoko.

Konsep pembuatannya pun kerap kali dipresentasikan di berbagai forum ilmiah, namun untuk detail perhitungan rinci rancangan tersebut tidak pernah diungkapkan Yudi. Sebagai ilmuwan nuklir, Yudi menyadari pentingnya energi yang dapat diperbaharui seperti energi nuklir sebagai pembangkit listrik. Sementara itu, krisis listrik di Indonesia sudah dianggap dalam kondisi bencana nasional. Energi nuklir ini sejatinya bisa mengatasi krisis tersebut, namun program nuklir masih dalam pembahasan.

Meski demikian, Yudi juga memahami potensi bahayanya memiliki reaktor nuklir, seperti kebocoran sejumlah reaktor nuklir seperti di Ukraina, Amerika, dan Jepang. Kebocoran-kebocoran reaktor nuklir itu memberikan kesan mengerikan bagi banyak orang, padahal hal tersebut tidak benar. Limbah nuklirlah yang justru lebih menimbulkan masalah dibandingkan pembangunan reaktor nuklir.

Untuk mengantisipasi limbah nuklir yang dapat bertahan hingga puluhan ribu tahun, Yudi mengungkapkan bahwa saat ini telah ada cara lain, yaitu dengan menggunakan bahan bakar thorium, bukan uranium.

Mengacu pada program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW yang diagul-agulkan Presiden Jokowi, Yudi melihat bahwa hal tersebut akan mudah direalisasikan jika menggunakan PLTN. “Kalau pakai (PLTN) thorium bisa sampai 170 ribu MW,” tuturnya pada 2015 lalu. Selain itu, limbah thorium juga hanya akan bertahan hingga 10–100 tahun dibandingkan uranium yang bisa mencapai 10.000 tahun.

Padahal, Thorium menghasilkan produk-produk limbah yang jauh lebih sedikit dibanding Uranium atau Plutonium walau masih tetap radioaktif dan berbahaya. Thorium juga memberi jumlah energi yang lebih besar dibanding Uranium.

Menurut Carlo Rubbia dari CERN (sebuah organisasi riset nuklir dari Eropa) mengatakan, “Dua ratus ton uranium dapat memberikan jumlah energi yang sama bisa Anda dapatkan dari satu ton thorium,” ujarnya seperti dikutip dari BBC.


Sumber:
world-nuclear.org
en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_power

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.