Oleh : Eva Febrianty Purnama
Selain
memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi, logistik juga berpengaruh
langsung terhadap kehidupan sehari-hari, terutama harga barang. Semakin tinggi
biaya logistik, maka semakin mahal harga barang.
biaya
logistik Indonesia saat ini memakan porsi sebesar 24,6% dari Produk Domestik
Bruto (PDB). Artinya, dari nilai akhir produk yang dihasilkan oleh berbagai
unit produksi di Indonesia dalam waktu satu tahun, 24,6% darinya merupakan
komponen biaya logistik. Angka tersebut sangat tinggi jika dibandingkan
rata-rata negara ASEAN yang 18%.
Hal inilah
yang menjadi penyebab utama harga daging sapi impor Australia tiga kali lebih
murah daripada daging sapi Bima, harga jeruk lokal lebih mahal 140%
dibandingkan jeruk Tiongkok, atau harga gula lokal yang lebih tinggi hingga 95%
dari gula impor.
Perbedaan
harga juga terjadi antar wilayah di Indonesia. Harga tepung di Surabaya, yang
memiliki 10 dari 29 pabrik di Indonesia, adalah Rp 7.500 perkilogram. Sedangkan
harga tepung di Kalimantan Selatan, yang sumber tepungnya berasal dari
Surabaya, harganya mencapai Rp 9.200 per kilogram. Secara rata-rata perbedaan
mencapai 23%. Perbedaan tersebut semakin tinggi pada kota-kota yang lebih jauh
ke timur, seperti di Ambon, Maluku, satu kilogram tepung yang dikirim dari
Surabaya harganya dapat mencapai Rp 10.000 per kilogram.
Contoh lain adalah perbedaan harga makanan
olahan di daerah terpencil seperti Papua bisa mencapai 228% dibandingkan dengan
Jakarta. Harga mie instan (cup) di Papua sekitar Rp8.000 rupiah per satuan
dibandingkan dengan di Jakarta Rp3.500 yang jauh lebih dekat dengan sentra
produksi.
Maka tidak
heran di daerah-daerah perbatasan, seperti di Pulau Sebatik kabupaten Nunukan
yang berbatasan langsung dengan Malaysia, perekonomiannya lebih bergantung pada
negeri Jiran tersebut. Uang yang beredar di sana pun lebih banyak mata uang
Malaysia (Ringgit) ketimbang Rupiah.
Biaya Tinggi logistik
Kondisi
geografis Indonesia sebagai negara Kepulauan secara alamiah menempatkan pelayaran
memegang posisi kunci dalam perdagangan domestik. Memiliki pelayaran domestik
yang efisien sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat,
adil dan seimbang antar wilayah. Ironisnya, justru pelayaran domestik
memberikan kontribusi yang tinggi atas perbedaan harga tersebut dan menyebabkan
perpindahan barang antar pulau di dalam negeri sering kali lebih mahal daripada
perpindahan barang dari dan ke luar negeri.
Biaya tinggi
pelayaran domestik disebabkan beberapa faktor: Pertama, kapal menghabiskan
terlalu banyak waktu di pelabuhan, dari berlabuh hingga operasi bongkar muat.
Hal ini membuat perjalanan kembali memakan waktu dua sampai tiga kali lebih
lama dari waktu normal. Selain itu, ukuran kapal di Indonesia relatif lebih
kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia. Hal ini
menciptakan inefisiensi, karena skala ekonomis akan tercapai bila pengangkutan
kargo dilakukan sekaligus dalam jumlah yang besar. Dan terakhir , harga bahan
bakar dan biaya bunker kapal Indonesia 20% lebih tinggi daripada di
negara-negara tetangga.
Ketidakpastian
waktu juga menjadi masalah tersendiri dalam sistem transportasi laut di
Indonesia. Memindahkan barang dari Sumatera ke Jawa bisa berlangsung antara 9
sampai 25 hari di laut. Ketidakpastian ini sangat rawan bagi jenis barang yang
mudah membusuk (perishable goods). Pelabuhan tanpa fasilitas pendingan juga
menyebabkan berbagai masalah pada rantai pasokan buah-buahan dan perikanan.
Kurangnya fasilitas pendingin (reefer) pada pelabuhan dapat menyebabkan
pengiriman tertunda hingga dua minggu. Pengadaan fasilitas pendingin kerap
tersandung rendahnya pasokan listrik. Demikian juga di darat. Transportasi dari
pusat produksi menuju pabrik pengolahan dengan menggunakan truk yang tidak
dilengkapi fasilitas pendingin, hanya menggunakan batu es, dapat menimbulkan
kerugian hingga 20% dari nilai barang.
Membangun Logistik Maritim Domestik
yang Efisien
Program Tol
Laut andalan Jokowi-JK bermaksud memperbaiki permasalahan logistik Indonesia,
dengan transportasi laut sebagai tulang punggung (logistik maritim).
Revitalisasi 24 pelabuhan merupakan langkah awal proram Tol Laut, yang
digadang-gadang dapat mengurangi disparitas harga antara kawasan Barat dan
Timur Indonesia.
Pada
pemerintahan sebelumnya, sudah ada upaya untuk memperbaiki sistem logistik
melalui cetak biru Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) dan Masterplan
Percepatan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang didalamnya
terdapat program Pendulum Nusantara, Short Sea Shipping, dan Indonesia
Conectivity.
Tidak Bisa Sendiri
Inefisiensi
logistik juga terjadi di sisi darat (pelabuhan dan hinterland). Data yang
dikeluarkan oleh Indonesian National Shipowners Association (INSA) melalui
ketua umumnya, Carmelita Hartoto, memerinci bahwa dari total biaya logisitk,
hampir 70% biaya berada di darat, yang terdiri dari biaya inventori dan biaya
pelabuhan.
Infrastruktur
jalan dari dan menuju pelabuhan juga menjadi faktor pengerek tingginya biaya
logistik. Gemilan Tarigan sebagai ketua DPU ANGSUSPEL ORGANDA provinsi DKI
Jakarta, mengungkapkan bahwa lima tahun yang lalu, waktu tempuh yang diperlukan
dari pabrik ke pelabuhan hanya sekitar 8 jam. Kini dapat memakan waktu tempuh
hingga 20 jam. Waktu tempuh tersebut berpengaruh langsung terhadap banyaknya
trip dalam satu hari sehingga secara total menyebabkan biaya angkut meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.