Prospek
Pengembangan Sorgum Di Indonesiasebagai Komoditas Alternatif Untuk Pangan,
Pakan, Dan Industri
Abstrak
Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman
serealia yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai adaptasi lingkungan yang cukup
luas, khususnya pada lahan marginal. Sorgum merupakan komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri.
Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun kandungan tanin yang tinggi menyebabkan pemanfaatannya masih
terbatas. Selain itu, biji sorgum sulit
dikupas sehingga diperlukan perbaikan
teknologi penyosohan antara lain dengan menggunakan penyosoh beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu.
Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang rendah,
penanganan pascapanen yang masih sulit, dan usaha tani sorgum di tingkat petani
belum intensif. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan sistem
produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) yang mencakup empat dimensi,
yaitu: 1) wilayah, (areal tanam), 2) ekonomi (nilai
keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), 3)
sosial, (sikap dan persepsi produsen terhadap
sorgum sebagai bagian dari usaha taninya), dan 4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri
makanan dan pakan).
Kata kunci: Sorgum, pangan, pakan ternak, industri, Indonesia
Pendahuluan
Sorgum (Sorghum
bicolor L.) merupakan salah
satu jenis tanaman
serealia yang mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan di Indonesia
karena mempunyai daerah
adaptasi yang luas. Tanaman sorgum toleran
terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi
pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan
hama/ penyakit. Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan serta bahan baku
industri pakan dan pangan seperti
industri gula, monosodium glutamat (MSG), asam amino,
dan industri
minuman. Dengan kata lain, sorgum merupakan komoditas
pengembang untuk diversifikasi industri secara vertikal.
Menurut Gowda
dan Stenhouse
1993, Rao 1993 dalam Sumarno
dan Karsono 1996 bahwa prospek penggunaan biji
sorgum yang terbesar adalah
untuk pakan, yang mencapai 26,63 juta ton untuk wilayah Asia- Australia
dan diperkirakan masih terjadi kekurangan sekitar 6,72 juta ton . Kondisi ini memberi peluang bagi Indonesia untuk
mengekspor sorgum.
Menurut Beti dkk (1990),
dalam Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
dan Horti- kultura (1996) dan Direktorat Jenderal Perkebunan (1996),
bahwa sorgum merupakan komoditas sumber karbohidrat
yang cukup potensial karena
kandungan kar-bohidratnya cukup tinggi, sekitar 73 g/100 g bahan. Namun, menurut Rooney dan Sullines (1977) bahwa
masalah utama penggunaan biji sorgum
sebagai bahan pangan
maupun pakan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi mencapai 0,40-3,60% sehingga
sorgum juga merupakan tanaman
penghasil pakan.
Permasalahan
Masalah
utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan
komparatif dan kompetitif sorgum yang rendah, penanganan
pascapanen yang masih sulit, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum
intensif. Kemudian Biji sorgum yang mempunyai nilai gizi
setara dengan jagung, namun memiliki kandungan tanin yang tinggi menyebabkan pemanfaatannya
masih terbatas. Selain itu, biji sorgum sulit
dikupas sehingga diperlukan dalam perbaikan teknologi penyosohan. Secara umum, masalah utama dalam pengembangan
sorgum adalah sebagai berikut (Anonim 1996; Sudaryono 1996):
1) Nilai keunggulan komparatif
dan kompetitif ekonomi sorgum relatif rendah
dibandingkan komoditas serealia lain.
2) Pascapanen sorgum (peralatan
dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih
sulit dilakukan.
3) Pangsa pasar sorgum belum
kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional.
4) Penyebaran informasi serta
pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum
intensif.
5) Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
6) Ketersediaan varietas yang
disenangi petani masih kurang.
7) Penyediaan benih belum
memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu,dan tempat).
Pembahasan
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat,
serta untuk meningkat- kan pendapatan petani di daerah beriklim
kering, pengembangan sorgum merupakan salah
satu alternatif yang dapat dipilih. Di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan
banjir, tanaman sorgum
masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk me- ningkatkan
produksi sorgum melalui perluasan areal tanam.
untuk menciptakan sistem agribisnis dan agroindustri sorgum, ketersediaan tek- nologi mutlak
diperlukan, yang meliputi teknologi budi daya
serta pascapanen/ pengolahan (Anonim 1996). Teknologi budi daya sorgum meliputi:
1) varietas unggul
berdaya hasil tinggi, tahan kekeringan, genangan, dan ratun, rasa manis dengan
rendemen gula tinggi dan kadar amilum rendah, 2) teknologi budi daya spesifik
lokasi, 3) perlindungan tanaman secara terpadu, serta 4) peng- aturan saat
tanam/pergiliran tanaman. Teknologi tersebut diperoleh melalui penelitian yang
meliputi a) penelitian teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi, b)
penelitian terapan, dan c) penelitian terpadu dan terapan di lahan petani (on-farm research).
Program pengembangan sorgum mencakup: 1)
evaluasi teknologi dan penyusunan paket
teknologi, 2) penyebar- an varietas unggul, 3) pengembangan
interaksi antara peneliti, penyuluh,
instansi terkait, dan petani dalam proses alih teknologi, dan 4)
pemantauan ber- sama antara peneliti, penyuluh, instansi terkait, pengambil
kebijakan, dan petani pada penelitian di lahan petani. Dalam pengembangan sorgum untuk industri diperlukan keterkaitan antara
kebijakan pemerintah, petani produsen, dan industri mulai dari penelitian
(perakitan teknologi),
pengembangan (alih teknologi), produksi (penyediaan sarana produksi), pelaksana- an agribisnis/agroindustri (pengumpulan, penyimpanan, pemasaran, dan peng- olahan), dan penggunaan hasil
(industri makanan dan minuman, industri pakan, industri
gula dan maltose, dan ekspor). Contoh model keterkaitan institusi dalam pengembangan sorgum untuk industri pakan
disajikan pada Gambar 2. Se- lanjutnya menurut Sudaryono (1996), pengembangan
sorgum perlu mem- perhatikan
empat hal yaitu: 1) wilayah/ tipologi lahan, (areal
tanaman sorgum), 2) sosial
(sikap dan persepsi produsen
terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya), 3) ekonomi (nilai ke- unggulan komparatif dan kompetitif sorgum
terhadap komoditas lain), dan 4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan
baku industri).
Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung,
namun kandungan taninnya tinggi dan biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi
pengolahan dengan menggunakan penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder gurinda
batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Kesimpulan
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang
cukup potensial untuk dikembangkan
di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Biji
sorgum dapat diolah
menjadi berbagai jenis makanan, sebagai
bahan pakan ternak, dan sebagai bahan baku industri.
Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung,
namun kandungan taninnya tinggi dan biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi
pengolahan dengan menggunakan penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder gurinda
batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan
kom- paratif dan kompetitif sorgum yang relatif rendah, penerapan teknologi
pascapanen yang masih sulit, biji mudah rusak dalam penyimpanan, dan usaha tani
sorgum di tingkat petani belum intensif. Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan pengelolaan sistem produksi sorgum secara menyeluruh (holistik)
melalui empat dimensi, yaitu:1) wilayah (areal
tanam sorgum), 2) ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan
kompetitif sorgum terhadap komo- ditas lain), 3) sosial (sikap dan persepsi
produsen terhadap sorgum
sebagai bagian dari usaha taninya), dan 4) industri (nilai manfaat
sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak).
Daftar Pustaka
1. Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian
Tanaman Pangan, Malang. 25 hlm.
Tanaman Pangan, Malang. 25 hlm.
2. Rooney, L.W. and R.D. Sullines. 1977. The Structure of Sorghum and Its Relation to Processing and Nutritional Value. Cereal Quality Laboratory, Texas University, USA.
3. Sumarno dan S. Karsono. 1996. Perkembangan produksi sorgum di dunia dan penggunaannya.
Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 13−24.
Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 13−24.
3. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Prospek sorgum sebagai bahan pangan dan industri pangan. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk
Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 2−5.
4. Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum manis komoditi harapan di propinsi kawasan
timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6−12.
Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 2−5.
4. Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum manis komoditi harapan di propinsi kawasan
timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6−12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.