BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Industri penerbangan di Indonesia saat ini mulai berkembang pusat. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya maskapai penerbangan yang ada di Indonesia.
Salah satunya adalah maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang bergerak di bidang jasa transportasi udara domestik dan internasional. Maskapai ini mengembangkan strategi agar bisa bertahan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Strategi dilakukan secara internal dan eksternal. Stategi secara internal yaitu seluruh perusahaan penerbangan mencoba mengurangi biaya dan meningkatkan fleksibilitas untuk memenuhi kebutuhan customer. Strategi secara eksternal yaitu strategi untuk memperoleh customer baru, untuk memperluas dan mengembangkan rute penerbangan, serta strategi untuk menawarkan pelayanan yang reliable dan profesional dengan harga yang kompetitif.
Pengembangan strategi eksternal dengan menambah jumlah rute penerbangan telah dilakukan oleh maskapai Garuda Indonesia. Rute penerbangan yang ada saat ini banyak sekali baik untuk rute domestik maupun internasional. Karena adanya permintaan dari pasar maka Garuda Indonesia saat ini mulai menambah rute dan frekuensi penerbangan, baik untuk rute domestik maupun internasional. Dengan rute yang banyak tersebut tentu banyak sekali outstation yang akan disinggahi. Garuda Indonesia sampai Maret 2010 mengoperasikan 70 buah pesawat untuk melayani customer. Pesawat yang dioperasikan saat ini terdiri dari jenis pesawat Airbus (A330) dan pesawat Boeing (B747 & B737). Pesawat jenis Boeing B737 lebih sering digunakan untuk memenuhi penerbangan rute domestik. Penambahan rute dan jumlah armada pesawat Garuda Indonesia tentunya harus diimbangi dengan pengelolaan ketersediaan dari pesawat tersebut baik di homebase maupun di outstation (stasiun luar). Dengan pengelolaan ketersediaan pesawat yang baik maka akan menjamin pesawat tersebut tersedia dan dapat flight tepat pada jadwal penerbangan yang telah direncanakan, tanpa mengalami delay atau Aircraft on Ground yaitu kondisi pesawat gagal terbang dikarenakan permasalahan teknis yang ada seperti ketiktersediaan spare part ketika pesawat membutuhkan penggantian komponen. Nilai penting dari ketersediaan ini juga ditekankan oleh Kilpi (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor terpenting dalam operasi penerbangan adalah ketersediaan pesawat (aircraft availability) dan pemberangkatan penumpang tepat waktu sesuai dengan jadwal yang direncanakan (dispatch reliability). Dalam menjalankan proses bisnis penerbangan baik rute domestik dan internasional, kegiatan seperti pengelolaan perawatan pesawat, mulai dari pengadaan sparepart sampai maintenance-nya harus dipersiapkan. Untuk masalah ini, Garuda Indonesia menyerahkan kebijakannya kepada PT. Garuda Maintenance Facility Aeroasia (PT. GMF AA). PT GMF AA merupakan salah satu perusahaan MRO (Maintenance, Repair, dan Overhaul) di Indonesia. Peranan perusahaan MRO sebagai penyedia jasa Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO) pesawat dalam industri penerbangan adalah untuk menjamin ketersediaan pesawat atau pesawat dalam kondisi siap beroperasi sebelum mengudara dan mencapai misi jadwalnya tanpa ada gangguan (Kilpi, 2008). Dalam mendukung ketersediaan pesawat tersebut maka PT GMF AA melakukan pengadaan komponen dan mendistribusikannya ke outstation yang disinggahi oleh pesawat Garuda Indonesia. Saat ini terdapat 28 outstation di Indonesia yang harus dilayani untuk mendukung ketersediaan pesawat yang beroperasi. Dalam proses pengalokasian dan pendistribusian ini, PT GMF AA tentu harus melakukan perhitungan pengalokasiannya dengan tepat karena komponen pesawat terutama yang rotable dan repairable memilik harga yang tidak murah.
Harga komponen ini bisa mencapai ratusan hingga miliaran rupiah. Dalam penilaian tingkat ketepatan waktu penerbangan (dispatch reliability), Garuda Indonesia dan PT. GMF AA menyimpulkan bahwa tiga penyebab utama penundaan (delay) bagi armada Garuda Indonesia adalah waktu, aspek engineering, dan material (GMF, 2008). Penyebab dalam aspek material adalah tidak tersedianya floating spare dan komponen kritis di gudang homebase Cengkareng. Floating spare (FS) adalah komponen yang siap pakai (serviceable). Tidak tersedianya floating spare ini menyebabkan tingkat ketersediaan (availability) pesawat menurun dan tidak sesuai target. Penentuan ketersediaan tersebut bergantung pada penentuan estimasi perencanaan jumlah removal komponen pesawat yang dihitung berdasar data historis utilisasi pesawat beserta komponen yang diamati. Perencanaan pengadaan untuk removal komponen harus dilakukan dengan baik terutama apabila pesawat tersebut berada di outstation. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi urgensinya bagi PT. GMF AA seiring dengan bertambahnya jumlah pesawat yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia. PT. GMF AA membutuhkan perencanaan yang tepat agar dapat memenuhi kebutuhan armada yang beroperasi dan bertambah pada beberapa tahun kedepan.
Kegiatan monitoring dan kontrol menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam memenuhi kebutuhan komponen yang akan diganti pada suatu pesawat. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sebuah sistem informasi dalam proses perencanaan penggantian komponen dan penyediaan komponen sehingga dapat mendukung availabilitas pesawat yang beroperasi.
1.2.Rumusan Masalah
Permasalahan yang diselesaikan dalam penelitian ini adalah melakukan perencanaan penggantian komponen pesawat dan menentukan jadwal penyediaan komponen untuk mendukung ketersediaan pesawat.
1.3.Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan penggantian komponen pesawat didasarkan pada tingkat kehandalan (mean time between removal)
2. Menghasilkan alat bantu berupa sistem berbasis database dalam penentuan penggantian komponen
3. Menentukan jumlah komponen yang harus disediakan untuk proses penggantian komponen pesawat dalam waktu satu tahun.
1.4.Batasan Masalah
Batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
- Komponen yang diamati terbatas pada rotable component Boeing 737 NG.
- Periode perencanaan rute pesawat hanya untuk satu tahun Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
- Lintasan penerbangannya pesawat tidak berubah
- Lead time pengiriman dan penerimaan komponen tetap.
1.5.Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terdiri dari beberapa bab dimana setiap bab memiliki keterkaitan dengan bab lainnya. Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN :
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.