.

Minggu, 06 Desember 2015

Kondisi Lingkungan Kota Sidoarjo, Jawa Timur


Saat ini Indonesia tengah Mengalami berbagai macam gejala-gejala yang membuat kondisi alam di Indonesia menjadi rapuh. Gejala alam yang disebabkan oleh faktor internal maupun Eksternal. Gejala alam yang terjadi akibat kelalaian kita sebagai warga Indonesia yang kurang peduli atau bahkan tidak peduli terhadap kondisi lingkungan di sekitar kita sehingga kita menjadikan Indonesia hampir Cacat Fisik. contoh gejala alam yang saya ambil dalam artikel ini adalah gejala alam Lumpur Lapindo yang terjadi di Kota Sidoarjo , Jawa timur.


Kota siduarjo adalah salah satu dari 18 kecamatan yang ada di kabupaten Sidoarjo, provinsi jawa timur. Kota Didoarjo memiliki luas 56,00 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2013 sebanyak 210.507 jiwa, sehingga kepadatan penduduknya mencapai 3.759 jiwa per km2. Kota Sidoarjo terletak sekitar 22 km sebeah selatan Kota Durabaya.

Batas wilayah Kota Sidoarjo adalah sebelah barat dengan Kecamatan Wonoayu, sebelah selatan Kecamatan Candi, sebelah timur Kecamatan Jabon, serta sebelah utara Kecamatan Buduran. Kota sidoarjo kini sedang dilanda bencana alam. yaitu gejala yang menyemburnya lumpur panas dilokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan pemukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.


Lokasi penyemburan Lumpur ini berada di daerah Porong yakni kecamayan bagian selatan dari kabupaten Sidoarjo. menurut Lapindo Brantas ada 2 teori asal penyemburan. Pertama, semburan lumpur berdasarkan kegiatan pengeboran dan kesalahan prosedur. Kedua, semburan yang muncul bersamaan saat lengeboran.
Volume lumpur lapindo sekarang sekitar 100.000 meter kubik perhari.



Dampak yang terjadi karena lumpur lapindo ini adalah lumpur menggenangi 16 drsa di tiga kecamatan, lahan dan ternak terkena lumpur sedemikian banyak jumlahnya, 30 pabrik terendam lumpur, empat kantor pemerintah tidak berfungsi, sarana pendidikan tidak berfungsi dan masih banyak lagi.

Namun demikian penyelesaian sejumlah masalah yang diakibatkan darinya masih menyisakan tanda tanya. Semburan masih nampak. Pembayaran ganti rugi pada korban belum tuntas. Diterangkan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), rata-rata volume lumpur yang menyembur berkisar 10 hingga 15 ribu meter kubik per hari.

Tumpukan 4.129 berkas dari 13.286 keseluruhan berkas korban lumpur belum dilunasi. Nilai ganti rugi mencapai sekitar Rp 920 miliar. Bahkan mereka yang dinyatakan belum lolos verifikasi sengketa lahan, belum mendapat pembayaran sama sekali, yaitu sebanyak 73 berkas dengan nilai ganti rugi Rp 27,5 miliar.
Lapindo hanya bisa menjanjikan Rp 400 miliar yang akan didistribusikan pada Juli mendatang dengan prioritas ganti rugi di bawah Rp 500 juta. Sedangkan sisanya ‘belum jelas’.






Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur tersebut. diantaranya denfan membuat tanggul untuk membendung  area genangan lumpur. namun terus menyembur setiap harinya. antisipasi kegagalan menghentikan semburan lumpur tersebut. pilihan pertama adalah meneruskan upaya penangulangan dengan menambah dengan waduk buatan disebalah tanggul-tanggul. pilihan kedua adalah membuang lumpur panas itu kr kali porong.

Keputusan pemerintah akhirnya mengarah kepada membuang lumpur lapindo ke kali porong, keputusan ini terjadi akibay penambahan volume lumpur dari 50.000 meter perkubik menjadi 126.000 meter perkubik perharinya. oleh karena itu penduduk dan masyarakat semakin resah. 

Jadi kesimpulan dari gejala alam yang terjadi di sidoarjo, Jawa Timur ini adalah kegagalan pada proses prosedur oengeboran yang dilakukan olrh pihak swasta yang mengakibatkan terjadinya semburan lumpur panas oleh lubang sebesar 30cm yang mengakibatkan banyak kerugian banyak masyarakat diantaranya terrndamnya desa, hilangnya pabrik-pabrik dan tidak berfungsinya lahan hijau untuk kebutuhan sehari-hari. kurangnya perhatian pemerintah terhadap kasus lumpur lapindo juga menjadi salah satu faktor terlambatnya pembetulan dan perbaikan yang seharusnya menjadi prioritas bagi pemerintah.Oleh Karena iu, kita harus menjaga dan melestarikan lingkungan tempat disekitar kita dan harus peduli terhadap dampak yang akan kita peroleh dari apa yang akan kita kerjakaan dengan yang berhubungan langsung dengan alam dan lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.