Pentingnya Pendidikan Karekter Menjadi Pengaruh Perilaku Manusia
@J30-Bendy,
Kuis 09
Pembahasan
Globalisasi yang dipengaruhi oleh kepentingan pasar
menyebabkan pendidikan tidak sepenuhnya dipandang sebagai upaya mencerdaskan
bangsa dan proses pemerdekaan manusia tetapi mulai bergeser menuju pendidikan
sebagai komoditas (Saksono, 2010: 76). Pengaruh globalisasi yang sedang dan
akan berlangsung akan berpengaruh terus-menerus sampai waktu yang tidak
ditentukan dan ini semakin sulit untuk diatasi. Melihat kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi pada masa-masa yang akan datang, rasanya sangat berat
sehingga bangsa Indonesia harus secara serius menangani masalah ini.
Globalisasi telah mengakibatkan pergeseran tujuan
pendidikan nasional dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi yang tidak lagi
hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi lebih berfokus untuk
menghasilkan lulusan yang menguasai scientia. Dengan penguasaan scientia
dinilai mengarahkan peserta didik kepada hasil yang bersifat pragmatis dan
materialis, karena kurang membekali peserta didiknya dengan semangat
kebangsaan, semangat keadilan sosial, serta sifatsifat kemanusiaan dan moral
luhur sebagai warga negara (Saksono, 2010: 76). Bangsa Indonesia saat ini
dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memprihatinkan. Demoralisasi mulai
merambah di dunia pendidikan seperti ketidakjujuran, ketidakmampuan
mengendalikan diri, kurangnya tanggung jawab sosial, hilangnya sikap
ramah-tamah dan sopan santun (Sutiyono dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, 2010:
42).
Kompleksitas permasalahan seputar karakter atau
moralitas telah menjadi pemikiran sekaligus keperihatinan bersama. Krisis
karakter atau moralitas ditandai oleh meningkatnya kejahatan tindak kekerasan,
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba), pornografi dan pornoaksi, serta pergaulan
bebas yang sudah menjadi patologi dalam masyarakat. Adapun krisis moral lainnya
yang sungguh nyata telah terjadi ialah perilaku korup yang telah mentradisi di
tengah-tengah masyarakat. Selain itu, krisis kepercayaan pun terjadi pada
kelompok elit masyarakat, yakni perilaku korup yang semakin mengkhawatirkan.
Demoralisasi ini karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan
moral dan budi pekerti sebatas tekstual semata dan kurang mempersiapkan
pembelajar untuk menyikapi kehidupan yang kontradiktif tersebut (Zubaedi, 2011:
v). Menangani persoalan tersebut, maka implementasi pendidikan karakter menjadi
suatu keniscayaan. Pendidikan karakter bukanlah suatu topik yang baru dalam
pendidikan. Pada kenyataannya, pendidikan karakter ternyata sudah seumur dengan
pendidikan itu sendiri. Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang
ada di dunia ini, pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu
membimbing para pembelajar untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi
(Lickona, 2013: 7).
Schwartz
(2008) dalam Samani & Hariyanto (2013: 168-175) menguraikan prinsip-prinsip
pendidikan karakter yang efektif, yaitu:
·
Pendidikan
karakter harus mempromosikan nilai-nilai inti (ethical core values) sebagai
landasan bagi pembentukkan karakter yang baik
·
Karakter harus
dapat dipahami secara komperhensif termasuk dalam pemikiran, perasaan, dan
perilaku
·
Pendidikan
karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang sungguh-sungguh dan proaktif
serta mempromosikan nilai-nilai inti ke semua fase kehidupan
·
Sekolah harus
menjadi komunitas yang peduli
·
Menyediakan
peluang bagi para siswa untuk melakukan tindakan bermoral;
·
Pendidikan
karakter yang efektif harus dilengkapi dengan kurikulum akademis yang bermakna
dan menantang, yang menghargai semua pembelajar dan membantu mereka untuk
mencapai sukses
· Pendidikan
karakter harus secara nyata mengembangkan motivasi pribadi siswa
Secara
sederhana pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha membantu peserta didik
mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir, rasa, dan karsa, serta raga)
untuk menghadapi masa depan (Samani & Hariyanto, 2013:37). Dengan demikian,
karakter yang ingin dibangun melalui pendidikan karakter bersifat inside-out,
dalam arti bahwa perilaku yang terjadi karena dorongan dari dalam, bukan
paksaan dari luar (Zubaedi, 2011: 191). Sehingga desain pendidikan karakter
meliputi pengembangan potensi manusia dalam pengembangan karakter yang baik.
Karakter
dibentuk oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal, menurut Aushop
(2014: 3) faktor-faktor yang dapat berpengaruh teradap pembentukkan karakter
peserta didik diantaranya:
·
Corak nilai yang
ditanamkan
·
Keteladanan sang
idola
·
Pembiasaan
·
Ganjaran dan
hukuman
·
Kebutuhan
Kesimpulan
Pendidikan
merupakan suatu proses sadar yang dilakukan kepada peserta didik guna menumbuhkan
dan mengembangkan jasmani maupun rohani secara optimal untuk mencapai tingkat
kedewasaan. Diskursus tentang pendidikan senantiasa dikaitkan dengan upaya
pembentukan karakter. Pada sisi lain, karakter akan terbentuk oleh berbagai
faktor yang ada, dan di antaranya adalah prinsip, desain, strategi, dan model
belajar yang dipengaruhi lingkungannya.
Daftar Pustaka
Amri, S., Jauhari, A., & Elisah,
T. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran: Strategi Analisis
dan Pengembangan Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran. Jakarta: Prestasi
Pustakarata.
Henricus, Suparlan. 2015. FILSAFAT
PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DAN SUMBANGANNYA BAGI PENDIDIKAN INDONESIA. Jurnal
Filsafat, Vol. 25, No. 1, Februari 2015.
Samani, M., & Hariyanto. (2013).
Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya
dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.