.

Kamis, 07 Mei 2020

PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI DAYA SAING BANGSA

Oleh : Chelline Jihan Sasmita (J35-CHELLINE)


ABSTRAK

Pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan dan potensi kemampuan individu agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya baik sebagai individu maupun dalam anggota masyarakat.
Pembelajaran yang berbasis kearifan lokal atau sering disebut local Wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat (Padmanugraha, 2010:12). Kearifan tersebut harus dilestarikan ke arah global dan menjadi daya saing bangsa yang bermanfaat untuk banyak orang.

KATA KUNCI : Pendidikan, Kearifan local, Masyarakat, dan Daya saing bangsa.

PENDAHULUAN

Globalisasi secara nyata telah menggeser nilai-nilai budaya lokal asli Indonesia. Nilai budaya asing yang berkembang begitu pesat di dalam kehidupan masyarakat sehingga berdampak luas pada keseimbangan lingkungan. Sebagian dari kehidupan masyarakat masih kokoh mempertahankan tradisi, berbeda dengan masyarakat yang mengalami pergeseran nilai-nilai. Realita pergeseran nilai-nilai budaya, mengakibatkan nilai-nilai budaya local terlupakan. Masing-masing daerah mempunyai keunggulan potensi daerah yang perlu dikembangkan yang lebih baik lagi. Keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Dengan keberagaman potensi daerah ini perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah daerah sehingga anak-anak tidak asing denga daerahnya sendiri dan faham betul tentang potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri sesuai dengan tuntunan ekonomi global dan daya saing bangsa.
Pendidikan nasional kita harus mampu membentuk manusia yang berintegritas tinggi dan berkarakter sehingga mampu melahirkan anak-anak bangsa yang hebat dan bermartabat sesuai dengan spirit pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Bila kita lihat dari pengertiannya, maka kearifan lokal dan keunggulan lokal memiliki hubungan, yaitu kearifan lokal merupakan kebijakan manusia dalam mengembangkan keunggulan lokal yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.

PERMASALAHAN

Di tengah pusaran pengaruh hegemoni global tersebut, fenomena yang terjadi juga telah membuat lembaga pendidikan serasa kehilangan ruang gerak. Selain itu juga membuat semakin menipisnya pemahaman peserta didik tentang sejarah lokal serta tradisi budaya yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu maka alangkah lebih baiknya jika diupayakan bagaimana caranya agar aneka ragam budaya yang telah kita miliki tersebut bisa kita jaga dan kita lestarikan bersama.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami usaha manusia dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian tersebut disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirnya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap suatu objek atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai kearifan atau kebijaksanaan (Ridwan, 2007: 2-3).
Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Paulo Freire (Wagiran, 2010) menyebutkan, dengan dihadapkan pada problem dan situasi konkret yang dihadapi, peserta didik akan semakin tertantang untuk menanggapinya secara kritis. Hal ini selaras dengan pendapat Suwito yang mengemukakan pilar pendidikan kearifan lokal meliputi:
  1. Membangun manusia berpendidikan harus berlandaskan pada pengakuan eksistensi manusia sejak dalam kandungan,
  2. Pendidikan harus berbasis kebenaran dan keluhuran budi, menjauhkan dari cara berpikir tidak benar dan grusa-grusu atau waton sulaya,
  3. Pendidikan harus mengembangkan ranah moral, spiritual (ranah afektif) bukan sekedar kognitif dan ranah psikomotorik, dan
  4. Sinergitas budaya, pendidikan dan pariwisata perlu dikembangkan secara sinergis dalam pendidikan yang berkarakter (2008).

2. Pengertian Daya Saing Bangsa
Menghadapi persaingan di era global, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan Knowledge Based Economy (KBE), yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Karena itu, pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan Education For The Knowledge Economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan, yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai Iptek sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian, pendidikan diharapkan dapat mengantarkan bangsa Indonesia meraih keunggulan dalam persaingan global.
Menurut Sumihardjo mendefinisikan daya saing berasal dari ―Kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya, daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu‖. Sementara itu dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses dinyatakan daya saing adalah ―kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna‖. Kemampuan yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tersebut, diperjelas oleh Sumihardjo meliputi: (1) kemampuan memperkokoh posisi pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

3. Gagasan Dan Dasar Hukum
Gagasan tentang pendidikan berbasis kearifan lokal ini berawal dari sebuah ungkapan yang disampaikan oleh Jhon Naisbit (1990) yang kemudian direspon dan dikembangkan oleh sebagian para pakar sosial dengan ungkapan thinks globaly acts localy (berpikir global dan bertindak lokal). Maksud dari ungkapan tersebut adalah, seseorang bisa mengambil pengalaman dan pengetahuan apapun, dari suku manapun dan bangsa manapun, akan tetapi dalam pengaplikasiannya dalam sebuah tindakan ketika seseorang berada di dalam suatu tempat, maka ia harus menyesuaikan dengan nilai dan budaya yang ada di tempat tersebut.
Dengan adanya pengetahuan yang bersifat global, seseorang akan dapat dengan mudah membaca dan mengenali suatu masalah dan memecahkannya. Maka dari itu seseorang perlu untuk berpengetahuan banyak agar wawasan menjadi relatif luas. Akan tetapi dalam hal pendidikan pada umumnya dan belajar mengajar khususnya, seorang pendidik tidak cukup hanya dengan berpengetahuan banyak dan berwawasan luas, akan tetapi untuk merefleksikan transfer of knolage (proses pembelajaran) tersebut juga harus disertai dengan emotion skill (kemampuan emosi) yaitu bagaimana seorang pendidik harus bisa masuk ke dalam dunia anak didik tersebut berada.
Dengan demikian sudah barang tentu bahwa status sosial dan ekonomi merekapun pasti berbeda-beda. Begitu juga dalam lokal masyarakat, di dalam sebuah lokal masyarakat yang satu, pasti akan berbeda dengan lokal masyarakat yang lain. Itulah sebabnya kenapa di Indonesia ada semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang maksud dari semboyan tersebut adalah walaupun kita berasal dari suku yang berbeda serta budaya yang berbeda pula, akan tetapi kita memiliki satu kesatuan yaitu Indonesia. Dari kata semboyan yang tersebut bisa disimpulkan bahwa negara Indonesia memang telah mempunyai banyak sekali lokal masyarakat yang tentunya memiliki keanekaragaman budaya yang berbeda- beda pula. Maka dari itu sudah barang tentu bahwa negara Indonesia sebenarnya telah memiliki kekayaan budaya yang pastinya bisa memberi sebuah warna dan corak yang bisa dikembangkan menjadi sebuah karakter bangsa dan manjadi daya saing bangsa dikaca globalisasi dengan tidak meninggalkan aspek kearifan lokalnya.

4. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Tujuan dari pendidikan berbasis kearifan lokal ialah sesuai dengan nas yang telah termaktub dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sedangkan manfaat dari pendidikan yang berbasis kepada kearifan lokal antara lain ialah:
a)       melahirkan generasi- generasi yang kompeten dan bermartabat,
b)      merefleksikan nilai- nilai budaya,
c)       berperan serta dalam membentuk karakter bangsa, 
d)      ikut berkontribusi demi terciptanya identitas bangsa, dan
e)       ikut andil dalam melestarikan budaya bangsa.

5. Hubungan Pendidikan Kearifan local dan Daya Saing bangsa
Untuk mengejar ketertinggalan daya saing global, kebijakan di bidang pendidikan harus konsisten dan berkelanjutan.Indonesia harus segera melakukan strategi baru dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas. Sehingga diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas dan kompetitif. 
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas mutu pendidikan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari kepala sekolah, guru, karana dan prasarana, kurikulum dan proses belajar mengajar serta sistem penilaian. Maka, dilihat dari segi prosesnya, pendidikan dapat dikatakan berkualitas, apabila kegiatan belajar mengajar yang dilakukan kepala sekolah di sekolah berlangsung secara efektif dan peserta didik memperoleh pengalaman yang bermakna dan diarahkan pada pengembangan pribadi unggul, sehingga menjadi SDM yang kompetitif dan mandiri. Dengan demikian, adanya proses pendidikan yang baik akan memberikan jaminan dihasilkannya SDM yang berkualitas pula.
Pendidikan dapat dinilai berhasil dalam  mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional, ketika ia berhasil membentuk anak bangsa yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Atau dalam istilah UNESCO (1996) mampu moulding the character and mind of young generation. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Serta melestarikan kearifan local yang ada di Indonesia.

KESIMPULAN

Penguatan karakter kebangsaan dapat dimulai dari optimalisasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal melalui pembelajaran sastra. Penekanan Afektif pada Kurikulum 2013 serta pembelajaran yang tematik integratif akan sangat memberi dukungan pada pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pembelajaran yang bersifat praktik terpadu dan kontekstual dapat memberi sumbangsih dalam menangkap isu-isu kearifan lokal dalam kebudayaan. Pengangkatan terhadap kearifan lokal daerah perlu diakomodatif. Terlebih jika melihat sastra daerah di bangsa yang multikulutur seperti Indonesia harus digali kembali. Pembelajaran sastra berbasis pembelajaran kontekstual sangat relevan untuk diterapkan.
Hal terpenting dalam upaya penggalian karakter bangsa adalah penggalian dan penguatan terhadap khazanah kebudayaan nasional. Sastra pada konteks ini akan mampu menjadi paduan yang cocok untuk penguatan akar karakter bangsa. Oleh karena itu, peran pengarang, pendidik, dan pengembang kurikulum perlu memperhatikan penghidupan pendidikan dengan basis kearifan lokal. Jika hal demikian ditempuh dengan sungguh-sungguh bukan tidak mungkin penguatan karakter kebangsaan Pergulatan kebudayaan pada Masyarakat Ekonomi Asean maka akan menjadi ajang yang menguntungkan bagi bangsa Indonesia untuk bersaing di globalisasi dan dengan negara- negara maju.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Al-Musanna. “Artikulasi Pendidikan Guru Berbasis Kearifan Lokal untuk Mempersiapkan Guru yang Memiliki Kompetensi Budaya”. Artikel. Sekolah Tinggi Agama Islam Gajah Putih Takengon. 2012.
  2. Kemendiknas, Panduan Pendidikan Karakter, Jakarta: Pusat Kurikulum dan Kebukuan Kemendiknas, (2011).
  3. Martawijaya, M. A. (2015). Buku Fisika Peserta Didik Berbasis Kearifan LokalUntuk Meningkatkan Karakter Dan Ketuntasan Belajar.
  4. Pusat Kurikulum Depdiknas, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kemendiknas, (2010).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.