POTENSI KETERSEDIAAN SINGKONG
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa lidah orang Indonesia
sudah sangat terbiasa dengan konsumsi nasi dari beras, sehingga menyebabkan
tingkat konsumsi beras di Negara Indonesia sangat tinggi.
Sehingga untuk mempertahankan apa yang sering kita dengar dengan istilah “ketahanan pangan”, maka Indonesia mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari negara penghasil beras lainnya seperti Thailand untuk memenuhi konsumsi beras dalam negeri.
Sehingga untuk mempertahankan apa yang sering kita dengar dengan istilah “ketahanan pangan”, maka Indonesia mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari negara penghasil beras lainnya seperti Thailand untuk memenuhi konsumsi beras dalam negeri.
Namun, bukan berarti Indonesia bisa dikatakan sudah
swasembada pangan, menurut FAO, suatu Negara dikatakan sudah swasembada pangan
apabila mampu memenuhi kebutuhan pangan sebesar 90% dari dalam negeri.
Sehingga, walaupun sudah berhasil dalam mempertahankan ketahanan pangan,
Indonesia masih belum terswasembada.
Lalu apa yang dapat kita lakukan? Kita bisa memulai dari hal
kecil, dari hal kecil itu kita bisa berkontribusi untuk berswasembada yaitu
dengan mengurangi konsumsi nasi, yang berimbas pada pengurangan impor agar bisa
menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia. Tetapi hal itu harus tetap di
imbangi dengan menambah jumlah konsumsi karbohidrat lain selain beras, contoh
yang paling mudah adalah konsumsi dengan singkong, kenapa singkong ?.
Potensi ketersediaan singkong yang melimpah di Indonesia bisa
menjadi alternatif andalan ketahanan pangan dan surplus beras. Semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan pola konsumsi masyarakat tanpa di iringi peningkatan
produksi pangan bisa menjadi salah satu faktor yang dapat melemahkan ketahanan
pangan nasional. Saat ini jumlah konsumsi beras di Indonesia dua kali lebih
besar di bandingkan dengan negara-negara tetanggga contohnya Singapura dan
Malaysia. Konsumsi beras kita saat ini mencapai rata-rata 130-140 kilogram per
orang per tahun, padahal kebutuhan beras Asia Tenggara saja hanya 70 kilogram per orang
pertahun.
SINGKONG MAKANAN SEHAT YANG EKONOMIS
Salah satu bahan pangan yang saat ini sedang gencar di
kampanyekan oleh pemerintah adalah singkong, karena banyak sekali manfaat
strategis yang dimiliki singkong bila berhasil di gunakan sebagai bahan makanan
pengganti beras. Singkong adalah tanaman umbi-umbian yang sangat mudah ditanam,
singkong mempunyai kadar karbohidrat yang lebih tinggi di banding nasi putih.
Singkong merupakan bahan makanan yang dapat diolah menjadi
berbagai jenis panganan seperti gethuk, keripik singkong dan tape singkong.
Singkong memiliki kandungan vitamin B kompleks dan kelompok vitamin lainnya
seperti folates, thiamin, piridoksin, asam pantotenat dan riboflavin.
Riboflavin tanpa kita ketahui ternyata berperan dalam tubuh untuk membantu
pertumbuhan dan memproduksi sel darah merah menjadikannya sangat cocok bagi
kita yang sering mengalami kekurangan darah (anemia). Jumlah kalium dalam
singkong cukup tinggi untuk mencukupi kebutuhan tubuh untuk menceegah darah
tinggi. Singkong sangat bagus dikonsumsi bagi penderita diabetes karena
kandungan gulanya lebih sedikit disbanding nasi. Singkong sendiri memiliki
sifat anti kanker, anti tumor dan meningkatkan nafsu makan. Daun singkong juga
memiliki kandungan vitamin B kompleks, vitamin, mineral dan zat besi yang
tinggi.
Saat ini singkong boleh dikatakan termasuk golongan
secondary corps atau komoditi kelas dua padahal tanaman yang nama latinnya menihot utilissima ini memiliki kadar karbohidrat
yang lebih tinggi dibanding nasi putih. Dalam 100 gram singkong meliputi kalori
121 kal, air 62.5 gram, fosfor 40.00 gram, karbohidrat 34.00 gram, kalsium
33.00 milligram, protein 1.20 gram, besi 0.70 milligram, lemak 0.30 gram,
vitamin b1 0.01 miligram, sementara pada kulit batangnya mengandung tannin,
enzim peroksidase, kalsium oksalat dan glikosida.
BUDIDAYA SINGKONG
Tanaman ini pun sangat mudah di budidayakan secara masal,
karena tanaman ini sangat cocok di budidayakan dengan kontur tanah di Indonesia.
Proses penanaman dan perawatannyapun sangat mudah, bahkan tanaman ini pun
sangat kebal terhadap serangan hama.
Dari segi ekonomi singkong bisa menjadi komoditas penting,
tidak hanya dari segi konsumsi saja tetapi bisa menjadi bahan baku sejumlah
industri baik industri besar maupun industri skala rumahan. Bagi petani
penanaman singkong yang relatif mudah bisa mendatangkan keuntungan karena tanpa
mengeluarkan biaya lebih untuk perawatan akan mendapatkan hasil yang maksimal,
sehingga bisa mendorong kenaikan pendapatan bagi petani. Hal ini di buktikan
dengan semakin meluasnya lahan pertanian singkong setiap tahunnya. Sebagai
contoh di daerah Lampung pada tahun 2011 luas area panen mencapai 361.538 ha
dengan jumlah produksi 9.017 juta ton, sedangkan pada tahun 2012 mencapai
371.485 ha dengan jumlah produksi 9.350 juta ton, dengan estimasi harga berkisar
Rp. 800/kg, di daerah Banten dari data Biro pusat statistic dilaporkan bahwa
produksi singkong dari tahun 2003-2010 sebesar 150 ribu ton pertahun dan di
tahun 2012 naik menjadi 172 ribu ton pertahun. Dengan harga rata-rata Rp.
700-1000 /kg. Sampai saat ini harga singkong di beberapa daerah memang
cenderung naik turun tergantung dari jenis dan aksesnya dari petani ke pedagang
besar dan eceran.
SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGEMBANGAN
BIOETHANOL
Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan
dan umumnya menggunakan proses fermentasi. Ethanol dan ethyl alcohol C2H5OH
berupa cairan bening tak berwarna terurai secara biologis, toksisitas rendah dan
tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Ethanol yang terbakar
menghasilkan karbondioksida dan air. Ethanol merupakan bahan bakar beroktan
tinggi dan dapat mengggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam
bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin akan mengoksigenasi campuran
bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas
buang (karbonmonoksida/CO).
Bioethanol dapat dibuat dari singkong yang sangat cocok
untuk lahan tropis seperti Indonesia. Melihat potensi singkong di indnesia
sangat besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan baku utama untuk melakukan
percobaan pembuatan bioethanol dari singkong.
Proses pembuatan bioethanol ini cukup sederhana. Singkong
pertama dihaluskan lalu direbus. Kemudian sebelum difermentasi menjadi ethanol,
pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah menjadi glukosa
dengan bantuan enzim amylase dan diberi ragi menggunakan ragi tape. Setelah
didiamkan sekitar tiga sampai empat hari untuk proses fermentasi, jadilah
bioethanol. Untuk penyempurnaannya bioethanol tadi dicampur batukapur, setelah
jadi lakukan pengukuran kadar ethanolnya.
Kebutuhan dunia mencapai 220 juta ton pertahun ini bisa
menjadi peluang bisnis baru baik komoditi bahan mentah atau bahan olahan
singkong. Beberapa negara saat ini tangah mengembangkan industry tekhnologi
berbasis singkong , contohnya adalah negara China. Saat ini China sedang memacu
penggunaan ethanol bahan bakar yang terbuat dari singkong, hal ini bisa
menumbuhkan potensi ekspor bagi Indonesia yang bisa bertujuan mensejahterakan
petani singkong. Saai ini permintaaan China terhadap singkong mencapai 5 juta
ton pertahun dengan nilai mencapi UU$ 150 juta atau Rp 1.3 trilyun, hanya saja
dari kebutuhan tersebut Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 15% nya saja,
sebuah peluang yang masih bisa di kembangkan bukan ??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.