.

Sabtu, 12 Maret 2016

Singkong Sebagai Bahan Bakar Alternatif ?


POTENSI KETERSEDIAAN SINGKONG

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa lidah orang Indonesia sudah sangat terbiasa dengan konsumsi nasi dari beras, sehingga menyebabkan tingkat konsumsi beras di Negara Indonesia sangat tinggi.
Sehingga untuk mempertahankan apa yang sering kita dengar dengan istilah “ketahanan pangan”, maka Indonesia mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari negara penghasil beras lainnya seperti Thailand untuk memenuhi konsumsi beras dalam negeri.
Namun, bukan berarti Indonesia bisa dikatakan sudah swasembada pangan, menurut FAO, suatu Negara dikatakan sudah swasembada pangan apabila mampu memenuhi kebutuhan pangan sebesar 90% dari dalam negeri. Sehingga, walaupun sudah berhasil dalam mempertahankan ketahanan pangan, Indonesia masih belum terswasembada.
Lalu apa yang dapat kita lakukan? Kita bisa memulai dari hal kecil, dari hal kecil itu kita bisa berkontribusi untuk berswasembada yaitu dengan mengurangi konsumsi nasi, yang berimbas pada pengurangan impor agar bisa menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia. Tetapi hal itu harus tetap di imbangi dengan menambah jumlah konsumsi karbohidrat lain selain beras, contoh yang paling mudah adalah konsumsi dengan singkong, kenapa singkong ?.
Potensi ketersediaan singkong yang melimpah di Indonesia bisa menjadi alternatif andalan ketahanan pangan dan surplus beras. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan pola konsumsi masyarakat tanpa di iringi peningkatan produksi pangan bisa menjadi salah satu faktor yang dapat melemahkan ketahanan pangan nasional. Saat ini jumlah konsumsi beras di Indonesia dua kali lebih besar di bandingkan dengan negara-negara tetanggga contohnya Singapura dan Malaysia. Konsumsi beras kita saat ini mencapai rata-rata 130-140 kilogram per orang per tahun, padahal kebutuhan beras  Asia Tenggara saja hanya 70 kilogram per orang pertahun.

SINGKONG MAKANAN SEHAT YANG EKONOMIS
Salah satu bahan pangan yang saat ini sedang gencar di kampanyekan oleh pemerintah adalah singkong, karena banyak sekali manfaat strategis yang dimiliki singkong bila berhasil di gunakan sebagai bahan makanan pengganti beras. Singkong adalah tanaman umbi-umbian yang sangat mudah ditanam, singkong mempunyai kadar karbohidrat yang lebih tinggi di banding nasi putih.
Singkong merupakan bahan makanan yang dapat diolah menjadi berbagai jenis panganan seperti gethuk, keripik singkong dan tape singkong. Singkong memiliki kandungan vitamin B kompleks dan kelompok vitamin lainnya seperti folates, thiamin, piridoksin, asam pantotenat dan riboflavin. Riboflavin tanpa kita ketahui ternyata berperan dalam tubuh untuk membantu pertumbuhan dan memproduksi sel darah merah menjadikannya sangat cocok bagi kita yang sering mengalami kekurangan darah (anemia). Jumlah kalium dalam singkong cukup tinggi untuk mencukupi kebutuhan tubuh untuk menceegah darah tinggi. Singkong sangat bagus dikonsumsi bagi penderita diabetes karena kandungan gulanya lebih sedikit disbanding nasi. Singkong sendiri memiliki sifat anti kanker, anti tumor dan meningkatkan nafsu makan. Daun singkong juga memiliki kandungan vitamin B kompleks, vitamin, mineral dan zat besi yang tinggi.
Saat ini singkong boleh dikatakan termasuk golongan secondary corps atau komoditi kelas dua padahal tanaman yang nama latinnya menihot utilissima ini memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi dibanding nasi putih. Dalam 100 gram singkong meliputi kalori 121 kal, air 62.5 gram, fosfor 40.00 gram, karbohidrat 34.00 gram, kalsium 33.00 milligram, protein 1.20 gram, besi 0.70 milligram, lemak 0.30 gram, vitamin b1 0.01 miligram, sementara pada kulit batangnya mengandung tannin, enzim peroksidase, kalsium oksalat dan glikosida.

BUDIDAYA SINGKONG
Tanaman ini pun sangat mudah di budidayakan secara masal, karena tanaman ini sangat cocok di budidayakan dengan kontur tanah di Indonesia. Proses penanaman dan perawatannyapun sangat mudah, bahkan tanaman ini pun sangat kebal terhadap serangan hama.
Dari segi ekonomi singkong bisa menjadi komoditas penting, tidak hanya dari segi konsumsi saja tetapi bisa menjadi bahan baku sejumlah industri baik industri besar maupun industri skala rumahan. Bagi petani penanaman singkong yang relatif mudah bisa mendatangkan keuntungan karena tanpa mengeluarkan biaya lebih untuk perawatan akan mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga bisa mendorong kenaikan pendapatan bagi petani. Hal ini di buktikan dengan semakin meluasnya lahan pertanian singkong setiap tahunnya. Sebagai contoh di daerah Lampung pada tahun 2011 luas area panen mencapai 361.538 ha dengan jumlah produksi 9.017 juta ton, sedangkan pada tahun 2012 mencapai 371.485 ha dengan jumlah produksi 9.350 juta ton, dengan estimasi harga berkisar Rp. 800/kg, di daerah Banten dari data Biro pusat statistic dilaporkan bahwa produksi singkong dari tahun 2003-2010 sebesar 150 ribu ton pertahun dan di tahun 2012 naik menjadi 172 ribu ton pertahun. Dengan harga rata-rata Rp. 700-1000 /kg. Sampai saat ini harga singkong di beberapa daerah memang cenderung naik turun tergantung dari jenis dan aksesnya dari petani ke pedagang besar dan eceran.

SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGEMBANGAN BIOETHANOL
Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses fermentasi. Ethanol dan ethyl alcohol C2H5OH berupa cairan bening tak berwarna terurai secara biologis, toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Ethanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida dan air. Ethanol merupakan bahan bakar beroktan tinggi dan dapat mengggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang (karbonmonoksida/CO).
Bioethanol dapat dibuat dari singkong yang sangat cocok untuk lahan tropis seperti Indonesia. Melihat potensi singkong di indnesia sangat besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan baku utama untuk melakukan percobaan pembuatan bioethanol dari singkong.
Proses pembuatan bioethanol ini cukup sederhana. Singkong pertama dihaluskan lalu direbus. Kemudian sebelum difermentasi menjadi ethanol, pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah menjadi glukosa dengan bantuan enzim amylase dan diberi ragi menggunakan ragi tape. Setelah didiamkan sekitar tiga sampai empat hari untuk proses fermentasi, jadilah bioethanol. Untuk penyempurnaannya bioethanol tadi dicampur batukapur, setelah jadi lakukan pengukuran kadar ethanolnya.
Kebutuhan dunia mencapai 220 juta ton pertahun ini bisa menjadi peluang bisnis baru baik komoditi bahan mentah atau bahan olahan singkong. Beberapa negara saat ini tangah mengembangkan industry tekhnologi berbasis singkong , contohnya adalah negara China. Saat ini China sedang memacu penggunaan ethanol bahan bakar yang terbuat dari singkong, hal ini bisa menumbuhkan potensi ekspor bagi Indonesia yang bisa bertujuan mensejahterakan petani singkong. Saai ini permintaaan China terhadap singkong mencapai 5 juta ton pertahun dengan nilai mencapi UU$ 150 juta atau Rp 1.3 trilyun, hanya saja dari kebutuhan tersebut Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 15% nya saja, sebuah peluang yang masih bisa di kembangkan bukan ??




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.