.

Rabu, 29 April 2020

TPM (Total Productions Maintenance)

Oleh Lutfi Bayhaqi


Setiap perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun jasa akan terus meningkatkan produktivitas perusahaannya dalam segala aspek. Dalam industri manufaktur, produktivitas suatu perusahaan dapat di lihat dari kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses produksi secara efektif dan efisien. Semakin efisien sistem produksi perusahaan tersebut, maka semakin sedikit timbulnya kerugian akibat tidak tercapainya target produksi dalam aktivitas produksinya.
Usaha perbaikan pada industri manufaktur, dilihat dari segi peralatan, adalah dengan meningkatkan utilitas peralatan yang ada seoptimal mungkin dan memperpanjang umur ekonomisnya. Utilisasi dari peralatan pada rataan industri manufaktur adalah sekitar setengah dari kemampuan mesin yang sesungguhnya (Nakajima, 1988)
PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Dalam melakukan proses produksinya pada lini produksi mesin Stamping terjadi ketidaksesuaian hasil output produksi dengan target produksi yang ditentukan. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor penyebab yang menyebabkan mesin dan peralatan tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga mesin tidak mencapai nilai effisiensi seperti yang telah ditetapkan oleh manajemen perusahaan.
Untuk itu pemeliharaan diterapkan pada peralatan yang bermasalah. Bermasalah disini berarti, terjadi kemerosotan dalam hal kualitas maupun kuantitas dari produk. Beberapa aspek dari pemeliharaan pencegahan biasanya merujuk pada kegiatan perbaikan (repair), perkiraan (predictive), dan pemeriksaan menyeluruh (overhaul). Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya atau kurang efektifnya sistem atau metode yang mampu mengukur kinerja sesungguhnya dari peralatan dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ditemui. Salah satu metode pengukuran kinerja yang banyak digunakan oleh perusahaanperusahaan yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan machine/equipment adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE). Metode ini merupakan bagian utama dari sistem pemeliharaan yang banyak diterapkan oleh perusahaaan Jepang, yaitu Total Productive Maintenance (TPM).  (Rahmad et al, 2012)
TPM (Total Produktion Maintenance) dengan menggunakan metode pengukuran OEE (Overall Equipment Efectivness) berguna sebagai metode pengukuran performasi mesin untuk melihat secara keseluruhan effektifitas mesin yang mencakup avaibility rate, performance rate, quality of rate.
Tujuan dari setiap TPM (Total Production Maintenance) adalah untuk menghilangkan kerugian yang terkait dengan perawatan peralatan atau, dengan kata lain menjaga agar peralatan hanya memproduksi produk yang baik secepat mungkin tanpa downtime yang tidak direncanakan. Produk untuk konsumen akhir dengan meminimalkan pengerjaan ulang, peralatan slow run dan down time, serta mengurangi limbah dari proses pembuatannya dengan cara mengurangi atau menghilangkan waktu produksi yang hilang akibat dari kegagalan mesin, dan memastikan bahwa mesin dan peralatan selalu tersedia untuk membuat produk (Nayak et al, 2013).
Menurut Heizer & Render (2010) pemeliharaan adalah semua aktivitas yang terlibat dalam menjaga peralatan suatu sistem agar tetap bekerja. Sedangkan menurut Assauri (2008) maintenance dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian ataupun penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.
Nilai maksimalnya OEE (Overall Equipment Efectivness) adalah metrik yang awalnya dikembangkan untuk mengukur keberhasilan TPM (Total Production Maintenance) dengan mengaitkan enam kerugian besar dengan tiga terukur: ketersediaan, kinerja, dan mutu. OEE (Overall Equipment Efectivness) memungkinkan organisasi untuk mengukur dan memantau kemajuan mereka dengan metrik yang sederhana dan mudah dipahami. OEE (Overall Equipment Efectivness) menyediakan baik ukuran untuk keberhasilan TPM (Total Production Maintenance) dan kerangka kerja untuk mengidentifikasi area yang bisa diperbaiki (Nayak et al, 2013).
1.1.   Overall Equipment Efectiness (OEE)
Manajemen perbaikan modern tidak hanya untuk memperbaiki peralatan yang rusak secara cepat. Manajemen perbaikan yang modern adalah untuk menjaga suatu barang atau peralatan dapat bekerja dan berjalan dengan fungsi yang maksimal dan menghasilkan produk yang berkualitas dengan menekan biaya serendah mungkin (Muhtady, 2009),
Dalam suatu kegiatan proses produksi terdapat beberapa ukuran untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan performa dari suatu mesin. Terdapat banyak faktor-faktor yang mendukung effektifitas suatu mesin. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kegagalan mesin, kapasitas produksi, effissiensi waktu untuk menghasilkan produk, waktu siklus ideal, kinerja operator, penanganan kerusakan mesin, dan kegagalan proses.
Dalam mendukung efektifitas suatu mesin untuk menghindari faktor-faktor yang mengurangi efektifitas mesin, salah satunya dengan pemeliharaan. Jenis pemeliharaan sampai saat ini terbagi menjadi tiga cara yaitu pemeliharaan terencana (planned maintenance), pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance) dan pemeliharaan mandiri (Autonomous maintenance) berdasarkan Leong (2012) yang dikutip oleh Rimawan dan Raif (2016).
Nursanti dan Susanto (2014) menyebutkan bahwa pada praktiknya, seringkali usaha perbaikan yang dilakukan tersebut hanya pemborosan, karena tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan tim tidak mendapatkan dengan jelas akar permasalahan yang terjadi dan faktor-faktor penyebabnya, sehingga dalam upaya mengatasi masalah ini tim tidak efektif dalam mengatasinya.
Menurut Nakajima (Nakajima, 1988), terdapat enam kerugian peralatan yang menyebabkan rendahnya kinerja dari mesin dan peralatan, keenam kerugian tersebut di kenal dengan istilah Six Big Losses. Diperlukan suatu pengukuran untuk mengetahui kinerja perawatan mesin dan sebagai evaluasi untuk melakukan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan effektifitas mesin maupun perawatan yang sudah dilakukan. Dalam hal ini pengukuran yang dilakukan sesuai dengan kondisi dan factor komplek seperti tersebut di atas. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) sebagai produk dari TPM (Total Production Maintenance yang konsepnya diperkenalkan oleh Seiichi Nakajima pada tahun 1971.
Dalam melakukan perencanaan kegiatan proses produksinya, PT.Toyota Motor Manufacturing Indonesia. khususnya pada lini produksi Mesin Press Line H mengalami ketidaksesuaian hasil output produksi dengan target produksi yang ditentukan. 
Hal ini mengindentifikasikan bahwa belum tercapai salah satunya parameter produktivitas perusahaan untuk menghasilkan produk sesuai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Indikasi tersebut dapat di lihat dari output produksi per bulan yang dihasilkan oleh PT.Toyota Motor Manufacturing Indonesia pada bulan September 2019, di mana terlihat output yang dihasilkan per bulannya masih di bawah rencana atau target produksi yang diinginkan.
OEE (Overall Equipment Efectivness) adalah ukuran kinerja yang penting untuk efektivitas peralatan apapun, analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui efek berbagai komponen. Dari analisis efektivitas peralatan secara keseluruhan dan implementasi yang tepat dari TPM (Total Production Maintenance). Perusahaan akhirnya dapat mengurangi downtime mesin, meningkat output / bulan, ketersediaan waktu, efisiensi kinerja dan kinerja kualitas yang menghasilkan peningkatan OEE (Overall Equipment Efectivness) mesin (VivekPrabhu et al, 2014).
Pengukuran merupakan persyaratan penting untuk proses perbaikan terusmenerus. Hal ini diperlukan untuk menetapkan metrik yang sesuai untuk tujuan pengukuran. Dari perspektif generik, TPM (Total Produktion Maintenance) dapat didefinisikan dalam hal efektivitas peralatan secara keseluruhan OEE (Overall Equipment Efectivness), yang pada gilirannya dapat di anggap sebagai kombinasi antara perawatan operasi, manajemen peralatan, dan sumber daya yang tersedia (Gupta & Garg, 2012).
Tujuan utama mengambil studi ini di perusahaan adalah menghitung OEE (Overall Equipment Efectivness) yang memberi kita pemahaman tentang efisiensi mesin dan pada gilirannya memberikan persentase penggunaan mesin yang tepat untuk membantu kita mendeteksi kerusakan. Untuk mencapai standar baku dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur 6 kerugian besar dari proses. Kerugian yang terjadi terutama adalah downtime, kehilangan kecepatan, kerugian kualitas yang mempengaruhi OEE (Overall Equipment Efectivness). Untuk meminimalkan kerugian ini dan untuk mencapai OEE (Overall Equipment Efectivness) 85%. Harus dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kejadian yang dibahas dalam enam bagian kerugian besar (Nayak et al, 2013)
Menurut Nakajima (Nakajima, 1988), pengukuran OEE (Overall Equipment Efectivness) adalah cara efektif untuk menganalisis efisiensi satu mesin atau sistem manufaktur terpadu. Ini adalah fungsi ketersediaan, tingkat kinerja, dan tingkat kualitas. Sebenarnya, tiga dimensi itu adalah ukuran kerugian peralatan. Dalam prakteknya, OEE (Overall Equipment Efectivness) di hitung sebagai produk dari tiga faktor pendukungnya. Di hitung untuk semua mesin sebelum dan sesudah implementasi (Gupta dan Garg, 2012).

Daftar Pustaka

Muhtady, M.Z.Z. 2009. Manajemen Pemeliharaan Untuk Optimalisasi Laba Perusahaan. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. 8 (1) : 35-43.
Nakajima, S. 1988. Introduction to Total Productive Maintenance. Portland: Productivity  Press, Inc.
Nayak,D,M., Kumar,V., Naidu,G,S., Shankar,V. 2103. Evaluation of OEE in a continuous process industry on an insulation line in a cable manufacturing unit. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology, 2(5), 1629-1634.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.