Oleh : Farhan Kamil Sandika
A.
Judul
Penelitian
Pengembangan Alat Pengukuran
Kelelahan Mental Berbasis Uji Flicker
B.
Penulis
Yassierli : Fakultas Teknologi
Industri, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10,
Bandung 40132. yassierli@mail.ti.itb.ac.id
Atya Nur Aisha : Fakultas
Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Jl.
Ganesha 10, Bandung 40132. atyanuraisha@gmail.com
Azi Ginanjar Nugraha : Fakultas
Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Jl.
Ganesha 10, Bandung 40132. azignugraha@gmail.com
C.
Nama
Jurnal
Jurnal Teknik Industri, Vol. 18,
No. 1, Juni 2016, 11-20. Dalam Link : https://drive.google.com/file/d/0B3veF_xJ1onYMHlNYlQ0Z2F6ZU0/view
D.
Latar
Belakang Masalah
Angka kecelakaan kerja di
Indonesia masih ter-golong tinggi. Pada akhir Triwulan IV tahun 2014, angka
kecelakaan kerja nasional mencapai 14.519 kasus, dengan jumlah korban
kecelakaan mencapai 14.257 orang. Sumber kecelakaan kerja didominasi oleh
kecelakaan lalu lintas dalam hubungan kerja, alat kerja mesin serta perkakas
kerja tangan (Pusdatinaker [1]). Caldwell, et al. [2] menyatakan bahwa faktor
kelelahan berpengaruh terhadap ter-jadinya kecelakaan. Kelelahan diidentifikasi
sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan, insiden dan kematian di
berbagai kondisi karena adanya penurunan kewaspadaan dan kinerja (Williamson,
et al. [3]). Oleh karena itu, perlu adanya suatu alat pengukuran dan monitoring
ke-lelahan kerja, termasuk di dalamnya kelelahan mental.
Berbagai alat ukur untuk
monitoring kelelahan telah diusulkan dalam literatur. Salah satunya ada-lah
alat ukur berbasis uji flicker dengan menggunakan indikator Critical Flicker Fusion Frequency (CFFF).
Konsep dasar pengukuran flicker
dengan meng-gunakan konsep lampu yang berkedip pada frekuensi tertentu,
kemudian frekuensi dari lampu akan meningkat sampai frekuensi tertentu,
sehing-ga kedipan lampu terlihat seperti lampu yang kontinu. Frekuensi dari
kondisi tersebut dinamakan CFFF. Nilai CFFF mempunyai satuan Hertz (Hz), yang
dapat digunakan untuk mengukur efisiensi fungsi sistem saraf pusat atau
ketanggapan sistem saraf (cortical arousal) (Kroemer dan Grandjean [4]).
Tingkat kelelahan seseorang,
khususnya kelelahan mental, dapat diukur dari waktu reaksi dan kondisi mata.
Kemampuan mata dalam menerima stimulus dan memproses informasi diatur oleh
sistem saraf pusat. Saat kemampuan mata mengalami penurunan dalam menangkap
stimulus, yang ditandai dengan ketidakmampuan membedakan lampu berkedip serta
waktu reaksi yang besar, mengindikasi-kan adanya penurunan kinerja sistem saraf
pusat dan kelelahan (Saito, [5]). Individu yang mengalami kelelahan akan
memiliki nilai CFFF lebih rendah dibandingkan individu normal (Kulinski, et al.
[6]).
Uji flicker memanfaatkan konsep
bahwa kelelahan dapat menimbulkan penurunan aktivitas kewaspadaan dan
perhatian, karena adanya reaksi dari sistem penghambat yang menurunkan kondisi
sistem penggerak di bagian cerebral cortex
E.
Masalah/
Pertanyaan Penelitian
Angka kecelakaan kerja di
Indonesia masih ter-golong tinggi. faktor kelelahan berpengaruh terhadap
ter-jadinya kecelakaan. Kelelahan diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap kecelakaan, insiden dan kematian di berbagai kondisi
karena adanya penurunan kewaspadaan dan kinerja (Williamson, et al. [3]). Oleh
karena itu, perlu adanya suatu alat pengukuran dan monitoring ke-lelahan kerja,
termasuk di dalamnya kelelahan mental.
Berbagai alat ukur untuk
monitoring kelelahan telah diusulkan dalam literatur. Salah satunya ada-lah
alat ukur berbasis uji flicker dengan menggunakan indikator Critical Flicker
Fusion Frequency (CFFF). Alat uji flicker yang dirancang oleh Saito, masih
memiliki kekurangan yaitu pengkondisian jarak pengujian sulit distandarkan,
serta tidak dapat mendeteksi titik kesalahan yang terjadi.
F.
Tujuan
Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan
pengembangan alat uji flicker untuk mengukur kelelahan mental dan hasil
rancangan kemudian diujicoba dengan studi laboratorium dan studi lapangan untuk
memperoleh vali dasi alat ukur secara empiris
G.
Metode
Pengembangan Alat Ukur
Dalam penelitian ini, kerangka
pengembangan produk yang digunakan sebagai acuan adalah model system life cycle
Chapanis [7] yang dilengkapi oleh model siklus pengembangan produk dari Ulrich
dan Eppinger [8]. Pada kedua kerangka ini, metode pengembangan produk berpusat
pada pemenuhan kebutuhan, fungsi, prosedur, fitur dan disain lainnya, karena
adanya kelebihan, kekurangan, dan sifat-sifat khusus dari manusia sebagai
penggunanya.
Kerangka usulan dimulai dari
evaluasi alat ukur eksisting, untuk merancang fungsi dasar produk yang akan
dijabarkan dalam konsep operasional. Bersamaan dengan penjabaran kebutuhan
konsep operasional dilakukan identifikasi kebutuhan produk dengan
mempertimbangkan karakteristik pengguna.
Hasil kedua proses ini adalah
spesifkasi kebutuhan sistem. Tahapan selanjutnya adalah penentuan kriteria
performansi yang hendak dicapai yang digali dari benchmark sebagai dasar uji
usabilitas dan penerjemahan konsep produk menjadi prototipe sederhana. Beberapa
tahapan dapat dilakukan paralel karena tidak terkait. Kemudian dilakukan uji
usabilitas untuk memastikan aspek usabilitas produk dan melihat kekurangan
produk yang belum disadari pada proses pengembangan. Setelah lulus uji
usabilitas, dilakukan pengujian performansi yang dilakukan pada eksperimen di
laboratorium dan pengujian di lapangan. Hasil dari pengujian performansi
diperoleh ketercapaian target pengembangan produk dan perbaikan konsep produk
apabila diperlukan.
Evaluasi Alat Ukur Eksisting
Evaluasi dilakukan terhadap
berbagai alat ukur yang ada saat ini. Dua alat uji flicker yang dievaluasi
adalah produk buatan Yagami Scientific Instrument Mfg dan portable fatigue
meter yang diusulkan Saito.
Rancangan Konsep Operasional
Konsep produk merupakan hasil
penurunan ide produk yang dijabarkan menjadi fungsi dasar produk. Hal tersebut
akan menjadi dasar dalam melakukan pengembangan produk (Chapanis [7]).
Rancangan konsep operasional ini menjawab keku-rangan yang ada dari produk
buatan Yagami Scien-tific Instrument Mfg dan portable fatigue meter yang
diusulkan Saito [5]. Kelemahan dari produk buatan Yagami Scientific Instrument
Mfg adalah tidak portable dan tidak memiliki mekanisme umpan ba-lik. Sementara
kelemahan dari portable fatigue meter yang diusulkan oleh Saito [5] adalah
tidak memiliki mekanisme umpan balik.
Fungsi dasar produk yang hendak
dikembangkan adalah sebagai berikut: (a) Menghasilkan stimulus. (b)
Memfasilitasi pengguna untuk merespon stimu-lus. (c) Validasi input pengguna
(d) Memberikan penilaian kondisi kelelahan pengguna.
Identifikasi Kebutuhan Pengguna
Bersamaan dengan tahapan
pendefinisian konsep operasional dilakukan tahapan identifikasi spesifi-kasi
kebutuhan. Targetnya adalah produk yang akan dibuat memiliki fungsi produk yang
dapat memenuhi kebutuhan pengguna, pekerja industri dengan risiko kecelakaan
kerja yang tinggi akibat kelelahan, misalnya pengemudi, pekerja konstruksi,
pekerja tambang, dan lain-lain. Alat akan diguna-kan di lapangan industri.
Untuk itu diperlukan identifikasi kebutuhan pengguna.
Penentuan Kebutuhan Sistem
Pendefinisian kebutuhan sistem
dilakukan dengan memanfaatkan informasi hasil rancangan konsep operasional dan
identifikasi kebutuhan pengguna. Pada tahapan ini, kebutuhan sistem ditentukan
dengan digunakan pendekatan three view of system, yaitu terkait aspek
fungsional (fungsi dasar produk), operasional (cara menjalankan fungsi produk),
serta fisikal (tampilan yang akan digunakan untuk menjalankan fungsi tersebut)
(Chapanis [7]). Infor-masi kebutuhan pengguna akan menjadi masukan dalam
merancang kebutuhan sistem, baik dari aspek operasional, fungsional maupun
fisikal.
Penentuan Kriteria Performansi Produk
Pengembangan fungsi produk
dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari alat yang telah
ada sebelumnya dan karakteristik calon pengguna alat. Informasi tersebut
berpenga-ruh pada penentuan kriteria performansi yang hen-dak dicapai oleh
produk yang dirancang. Kriteria performansi digunakan untuk mengukur
keter-capaian dan melakukan evaluasi dari kriteria-kri-teria yang telah
ditetapkan. Penentuan target dila-kukan dengan membandingkan dengan benchmark
dan wawancara dengan ahli.
H.
Hasil
Penelitian
Pembuatan Prototipe
Prototipe dibuat dengan bahan
styrofoam, kertas, dan beberapa komponen elektronik sederhana. Disain alat yang
dirancang terdiri dari dua bagian utama yaitu sumber stimulus dan alat kendali
sebagai input. Pada bagian sumber stimulus, ter-dapat tiga buah lampu dengan posisi
dan orientasi sudut dapat disesuaikan, serta adanya layar LCD untuk menampilkan
status pengukuran. Pada bagian alat kendali terdiri dari tiga tombol dengan
orientasi posisi tombol disesuaikan dengan sumber stimulus.
Pengujian Usabilitas
Pengujian usabilitas dilakukan
bertujuan untuk memastikan produk bersifat user friendly dan mengetahui apakah
ada kekurangan produk yang belum disadari pada proses pengembangan. Uji
usa-bilitas dilakukan dilingkungan laboratorium dengan responden berlatar
belakang pekerja administrasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik calon
pengguna, dimana pekerjaan dari calon pengguna memiliki beban kerja fisik
mental dan tekanan waktu. Uji usabilitas dilakukan dengan menjalankan beberapa
skenario pengguna alat, dengan melibatkan dua peran utama yaitu observer dan
responden. Pendataan respon dilakukan dari hasil wawancara dan pengamatan
terhadap critical incident (temuan ketidaksesuaian rancangan) selama responden
menggunakan alat berdasarkan skenario yang telah disusun. Hasil uji usabilitas
mencatat beberapa critical incident berikut: (a) Responden tidak meng-atur
sudut LED saat melakukan pengujian. (b) Responden tidak mengetahui maksud
display headset. (c) Responden merasa tombol kontrol yang berada di samping
alat kurang pas. (d) Responden tidak langsung memahami tampilan informasi di
LCD.
Setelah mengetahui hasil uji
usabilitas, selanjutnya dilakukan rancangan disain prototipe dengan
mem-pertimbangkan hasil uji usabilitas. Beberapa poin perbaikan yang dilakukan
pada perancangan produk jadi antara lain bagian LED dibuat lebih menonjol, LED
dapat diatur sudut kemiringannya sesuai dengan yang mudah diterima oleh
responden, tombol kontrol input dibuat terpisah seperti remote, serta tombol
input diletakkan pada bagian pinggir untuk mempermudah proses penekanan pada
saat alat digenggam, serta membuat LCD lebih miring, tidak lagi sejajar dengan
lampu.
Pengujian Produk
Pengujian produk dilakukan
melalui eksperimen di laboratorium dan pengujian di lapangan. Tujuan ujicoba
adalah untuk melakukan pengujian perfor-mansi ketercapaian target pengembangan
produk dan perbaikan konsep produk apabila diperlukan. Pada eksperimen di
laboratorium, dilakukan dua jenis aktivitas mental yaitu critical reading dan
per-hitungan aritmatika kompleks dengan melibatkan 16 orang partisipan.
Partisipan melakukan aktivitas critical reading dan perhitungan aritmatika
kom-pleks selama 100 menit.
Pengambilan data di lapangan
dengan melibatkan objek pengemudi bis malam antar kota antar pro-vinsi.
Pemilihan objek ini dilandasi karena peker-jaan pengemudi bis memiliki
komposisi beban kerja mental, fisik, serta tekanan waktu.
I.
Review/
Komentar
Penelitian ini telah menghasilkan
suatu produk usulan untuk pengukuran alat ukur kelelahan berbasis uji flicker. Alat
ini sangat bermanfaat untuk mengetahui tingkat kelelahan mental seseorang
karena kemungkinan hal ini dapat Mengganggu
produktifitas dalam aktifitasnya.
J.
Abstrak
Jurnal
Studi sebelumnya telah dilakukan
untuk mengukur kelelahan menggunakan uji flicker. Namun, validitas perangkat
masih belum diketahui secara empiris. Penelitian ini mengusulkan modifikasi
alat kelelahan ukur berdasarkan uji flicker. Modifikasi dikembangkan dari
kerangka desain faktor produk manusia, dengan tahapan termasuk analisis kondisi
yang ada, konsep operasional, kebutuhan pengguna, kriteria kinerja, persyaratan
sistem, desain prototipe, pengujian kegunaan dan pengujian akhir. aparatur yang
diusulkan terdiri dari dua bagian utama: sumber stimulus dan perangkat kontrol
sebagai masukan. stimulus yang diberikan oleh tiga lampu dengan posisi
disesuaikan dan sudut orientasi. Sebuah layar LCD disediakan untuk menampilkan
status dan hasil pengukuran. Perangkat kontrol terdiri dari tiga tombol untuk
merespon stimulus yang sesuai. pencobaan produk yang dilakukan melalui 1)
percobaan laboratorium dengan kegiatan membaca kritis dan kompleks aritmatika
dan 2) studi lapangan pada sopir bus malam. Semua tugas yang dipilih mewakili
karya dengan beban kerja mental yang dominan. Percobaan laboratorium menunjukkan
kisaran Kritis Flicker Fusion Frequency (CFFF) di tempat kerja dari 14-40 HZ,
dengan penurunan rata-rata nilai CFFF 5,3 Hz di kompleks aritmatika dan 4,8 Hz
dalam kegiatan membaca kritis. Studi pada driver bus malam mengakibatkan CFFF
nilai kisaran 18-40 Hz dengan delta CFFF rata-rata 8,97 Hz. Kedua pencobaan
menunjukkan bahwa uji flicker dengan CFFF indikator dapat digunakan untuk
mengukur kelelahan mental. Selain itu, kerangka yang diusulkan digunakan dalam
pengembangan desain ini dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang berbagai
produk dengan mengambil aspek faktor manusia sebagai fokus seperti kebutuhan
pengguna dan keterbatasan pengguna.
K.
Daftar
Pustaka
1. Pusdatinaker. 2015. Data Tipe
Kece-lakaan Kerja di Indonesia Menurut Provinsi dan Sumber Kecelakaan Kerja,
retrieved from: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.
go.id/viewpdf.php?id=391on 24 Agustus 2015.
2. Caldwell, J. A., Caldwell, J.
L., and Schmidt, R. M., Alertness Management Strategies for Opera-tional
Contexts, Sleep Medicine Reviews, 12(4), 2008, pp. 257-273.
3. Williamson, A., Lombardi, D.
A., Folkard, S., Stutts, J., Courtney, T. K., and Connor, J. L., Link Between
Fatigue and Safety, Accident Analysis and Prevention (43), 2011, pp. 498-515.
4. Kroemer, K. H. E., and
Grandjean, E.,Fitting the Task to the Human: A Textbook of Occupational
Ergonomics, Taylor & Francis Ltd, London, 2000.
5. Saito, K., Measurement of
Fatigue in Industries, Industrial Health, 37, 1999, pp. 134-142.
6. Kulinski, M.,
Koszela-Kulinska, J., and Jach, K., Worker Fatigue, An Overview of Subjective
and Objective Methods of Measurement, Advances in Human Factors and Sustainable
Infrastructure, 2014, pp. 51-56.
7. Chapanis, A., Human Factors in
Engineering Design, John Wiley & Sons, Inc, New York, 1996.
8. Ulrich, K. T., and Eppinger,
S. D.,Product Design and Develpoment. McGraw-Hill, New York, 2008.
9. Murata, K., Araki, S.,
Yokoyama, K., Yamashita, K., Okumatsu, T., and Sakou, S., Accumulation of VDT
Work-Related Visual Fatigue Assessed by Visual Evoked Potential, Near Point
Distance and Critical Flicker Fusion, Industrial health, 34(2), 1996, pp.
61-69.
10. Sang, Y., and Li, J.,
Research on Beijing Bus Driver Psychology Fatigue Evaluation, Procedia
Engineering, 43, 2012, pp. 443-448.
11. Ikarashi, T., Measurement of
Physic Fatigue by a Flicker in Our Employees Suffering in Mid Niigata
Prefecture Earthquake in 2004, 2005, retrieved from:
www.janiigata.sakura.ne.jp/JMNK/ 14-1/7.pdfon 24 Agustus 2015.
12. Lafere, P., Balestra, C.,
Hemelryck, W., Donda, N., Sakr, A., Taher, A., Marroni, S., and Ger-monpre, P.,
Evaluation of Critical Flicker Fusion Frequency and Perceived Fatigue in Divers
After Air and Enriched Air Nitrox Diving, Diving and Hyperbaric Medicine,
40(3), 2010.
13. Suarez, V. J. C., Fatigue of
Nervous System ThroughFlicker Fusion Threshold After a Maximum Incremental
Cycling Test, Journal of Sport and Health Research, 3(1), 2011,pp. 27-34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.