.

Selasa, 24 Maret 2020

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA DALAM SITUS JEJARING SOSIAL


            PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA DALAM SITUS JEJARING SOSIAL
oleh : Farroszy Safana Putra (@J07-FARROSZY)


Sumber : Bagas Hugo


ABSTRAK

Dalam Seminar Nasional Kebahasaan “Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu Bangsa Di Daerah Perbatasan”, Mahsun (2014) mengatakan bahasa Indonesia adalah perekat jati diri bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah salah satu alat pemersatu bangsa yang dinilai berhasil semenjak pra kemerdekaan. Oleh bahasa persatuan, bahasa Indonesia, kemultilingualan dan kemultikulturalan Indonesia dapat bersatu dalam nasionalisme. Penggunaan bahasa Indonesia yang benar semakin diremehkan. Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama situs jejaring sosial seperti facebook, instagram, dan twitter. Ragam tidak baku dalam situs jejaring sosial melekat di generasi muda dewasa ini dan ragam tidak baku akan mendominasi dan menggeser posisi ragam baku di masa yang akan datang jika tidak ditangani serius dan segera.

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia hidup berdampingan dengan bahasa asing dan juga bahasa daerah, termasuk bahasa alay. Antara satu sama lain terjalin kontak bahasa. Tentu tidak terhindarkan adanya saling memengaruhi di antara bahasa-bahasa yang terlibat kontak tersebut. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin tergerus seiring dengan berkembangnya zaman. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Indonesia dicampuradukkan dengan bahasa asing seperti bahasa Inggris oleh penggunanya. Bahasa Indonesia baku tidak dihargai dengan menggunakan singkatan dan ragam bahasa yang tidak bisa dirumuskan. Bahkan, bentuk-bentuk baku bahasa Indonesia kerap dimodifikasi dengan alasan tertentu. Kita bisa menyaksikan bahasa Indonesia digunakan dengan tidak baik dalam situs jejaring sosial seperti facebook, instagram, dan twitter. Dalam situs jejaring sosial tersebut, bahasa Indonesia yang baku sering diabaikan, bahkan diremehkan. Masyarakat, terutama kaula muda, kerap kali menggunakan bahasa tidak formal untuk menarik perhatian, tampak gaul, dan mempersingkat waktu pengetikan. Padahal, hal tersebut dilakukan di muka umum, di mana publik dapat menyaksikannya
1.      Jejaring Sosial Situs jejaring sosial dapat diartikan sebagai situs pelayanan yang memperbolehkan individual untuk (1) membangun profil sebuah publik atau semi-publik dengan sistem kekerabatan, (2) menghubungkan sebuah daftar dari pengguna lain yang telah terhubung, dan (3) melihat dan menghubungi daftar yang terhubung tersebut kepada orang lain yang didukung sistem (Boyd, Danah M. dan Nicole B. Ellison, 2008: 211). Ada ratusan situs jejaring sosial di dunia yang sengaja dibuat untuk menghubungkan orang-orang dalam berinteraksi satu sama lain (Lange, P. G., 2007: 1).
2.      Ragam Tidak Baku Di dalam situs jejaring sosial, masyarakat dapat mengekspresikan pendapatnya atau berkomunikasi dengan orang lain. Tentu bahasa sangat dilibatkan dalam hal ini. Dengan beberapa faktor, banyak penggunaan ragam bahasa Indonesia yang tidak baku. Ragam tidak baku meliputi:
a.       Akronim atau singkatan Kridalaksana menyebutkan bahwa singkatan adalah satu di antara hasil pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf maupun yang tidak dieja huruf demi huruf (1982: 162). Sementara akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai dengan kaidah fonotaktik bahasa yang bersangkutan (Kridalaksana, 1982: 5).
b.      Afiks Afiks adalah bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya (Kridalaksana, 1982: 2). Terdapat macam-macam afiks yaitu: prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, superfiks dan kombinasi afiks. Afiks dalam bahasa Indonesia sangat produktif untuk pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Pembubuhan afiks {me-}, {ber-}, {di-}, {ter-}, {per-}, {pe-}, {se-}, {ke-}, {kan-}, {-i} , {-an}, {ke-an-}, {peN-an}, {per-an}, {ber-an}, seperti pada contoh kata: menampung, berlari, dibeli, terawat, petinju, sebuah, kedua, jatuhkan, jauhi, pakaian, kemalangan, pemaksaan, perolehan, berlarian. Pada afiks tersebut mengandung makna yang berbedabeda.
c.       Bentuk yang tidak beraturan dan tidak bisa dirumuskan Bentuk yang tidak beraturan dan tidak bisa dirumuskan adalah bahasa Indonesia yang digunakan menggunakan ragam tidak baku dalam bentuk kata atau frasa yang secara sintaksis tidak berterima. Penggunaan bahasa jenis ini berorientasi pada pemahaman dan konteks yang sama antara penutur dan petutur.
d.      Kode yang bercampur PROSIDING SEMNAS KBSP V E-ISSN: 2621-1661 279 Nababan mengatakan bahwa campur kode adalah suatu keadaan bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi bahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu (dalam Suwandi, 2008: 87). Kode yang bercampur adalah hasil dari campur kode yang biasanya terjadi pada situasi informal.

PERMASALAHAN

Penggunaan bahasa Indonesia yang benar semakin diremehkan. Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama situs jejaring sosial seperti facebook, instagram, dan twitter. Ragam tidak baku dalam situs jejaring sosial melekat di generasi muda dewasa ini dan ragam tidak baku akan mendominasi dan menggeser posisi ragam baku di masa yang akan datang jika tidak ditangani serius dan segera.

KESIMPULAN

Banyaknya ragam tidak baku dan bahasa-bahasa asing yang digunakan oleh orang-orang di zaman sekarang mengidentifikasikan bahwa Bahasa Indonesia saat ini sedang dalam keadaan yang berkembang ke arah penyimpangan. Dilihat dari bukti-bukti penggunaan ragam tidak baku di media sosial, dapat disimpulkan bahwa orang–orang cenderung lebih memperhatikan fungsi praktis asal terjadi keberterimaan di antara kedua atau lebih yang terlibat dalam pembicaraan. Apabila penyimpangan-penyimpangan tentang penggunaan bahasa yang baik dan benar di media sosial itu terus terjadi, maka akan menyebabkan lunturnya penggunaan bahasa Indonesia. Apalagi tidak bisa ada kontrol yang nyata dari pemerintah maupun yang berkepentingan tentang penggunaan bahasa Indonesia yang benar di media sosial. Hal yang bisa dilakukan hanyalah melakukan imbauan. Akan tetapi, masyarakat Indonesia sendiri, terlebih pengguna media sosial cenderung mengabaikan hal itu, dan lebih tertarik kepada isu-isu yang berpotensi menjadi bahan hiburan atau yang berkenaan dengan masalah sosial yang pembahasannya bisa lebih panjang dan menarik. Kebanyakan orang menganggap pembahasan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu sendiri sebagai pembahasan yang membosankan.
Hal itu membuat semakin jarangnya penggunaan bahasa Indonesia yang benar oleh masyarakat Indonesia sendiri. Pada akhirnya, semakin rendahnya kesadaran bangsa Indonesia terhadap pentingnya bahasa Indonesia akan memungkinkan kesalahan tentang penggunaan bahasa Indonesia ini diturunkan ke generasi selanjutnya, entah itu dalam penggunaannya di media sosial maupun dalam penuturan keseharian.
Bahasa Indonesia berkembang ke arah yang tidak diharapkan. Dari media sosial, didapat ragam bahasa Indonesia yang tidak baku, berupa akronim atau singkatan, afiks, bentuk yang tidak beraturan dan tidak bisa dirumuskan, dan kode yang bercampur. Saat ini, banyak masyarakat kurang menghargai dan cenderung meremehkan bahasa Indonesia. Hal tersebut karena proses akulturasi bahasa yang mengutamakan fungsi prasktis dan keberterimaan anatara penutur dan mitra tutur, baik di dunia media sosial maupun di dunia nyata, sehingga kebanyakan dari mereka mengesampingkan kaidah dari penggunaan bahasa Indonesia itu. Pada akhirnya, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku akan berlanjut ke generasi selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kelima). Jakarta: Balai Pustaka. Boyd, Danah M. dan Nicole B. Ellison. 2008. Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication. Volume 13: 211. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Lange, P. G. 2007. Publicly private and privately public: Social networking on YouTube. Journal of Computer-Mediated Communication. Volume: 13: 1. Suwandi, Sarwiji. 2008. Serbalinguistik (Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa). Surakarta: UNS Press. Yusuf, Oik. 2016. Jumlah Pengguna Facebook di Indonesia Terus Bertambah. http://tekno.kompas.com/read/2016/10/20/17062397/jumlah.pengguna.facebook.di.indonesia. terus.bertambah. [Diakses 24 Maret 2020].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.