A.
Dasar-dasar Bioteknologi
1. Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi dari asal katanya sendiri, yaitu bio artinya hidup atau organisme hidup dan kata teknologi artinya suatu cara atau teknik. Kata bioteknologi mulai muncul pada tahun 1917 dari seorang ilmuan asal Hungaria yang bernama Karl Ereky untuk menjelaskan penggunaan gula bit hasil fermentasi sebagai pakan ternak babi. Pemberian gula bit dapat meningkatkan produksi ternak babi. Cara ini, disebut bioteknologi karena menggunakan gula bit dari hasil fermentasi. Namun pada saat itu, orang belum tertarik untuk memahami istilah bioteknologi. (Fahruddin, 2010: Hal 13)
Baru pada tahun 1961 Carl Goran Heden ahli mikrobiologi menerbitkan jurnal ilmiah Biotechnology and Bioengineering, banyak mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya dalam jurnal tersebut yaitu mengenai pemenfaatan jazad hidup dalam mengahasilkan berbagai bahan untuk kebutuhan manusia, kemudian muncul definisi bioteknologi yang diartikan sebagai pemanfaatan jazad hidup dalam industri untuk menghasilkan barang dan jasa. (Bioteknologi Lingkungan Fahruddin, 2010: Hal 13)
Pada prinsipnya definisi tentang bioteknologi pada umumnya mengkaitkan pada kegiatan mikroba, sistem dan proses biologi, dengan produksi barang dan jasa atau yang mengkaitkan aktivitas biologis dengan proses tehnik dan produksi dalam industri. Untuk lebih ringkasnya bioteknologi adalah ilmu terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa genetika untuk menghasilkan produk dan jasa. Organisme yang digunakan dalam bioteknologi paling sering adalah mikroba seperti bakteri, kapang dan yeast (ragi). (Fahruddin, 2010: Hal 13)
2. Jenis-jenis Bioteknologi
Bioteknologi dibedakan menjadi bioteknologi konvesional dan bioteknologi modern.
a. Bioteknologi Tradisional dan Konvesional
Aplikasi bioteknologi secara tradisonil, yaitu bioteknologi yang belum mengenal adanya istilah genetika dan kloning. Bioteknologi ini seperti yang telah dicontohkan di atas, adalah berupa pemanfaatan mikroba dalam fermentasi, seleksi atau persilangan tradisional dibidang pertanian dan peternakan untuk mencari bibit unggul. Selain pemanfaatan mikroba dengan menghasilkan produk, bioteknologi tradisinal juga termasuk dalam tehnik seleksi di bidang pertanian dan peternakan : yaitu pemilihan sifat yang sesuai dengan keinginan manusia melalui hibridisasi dengan tujuan memperbaiki keturunan (Fahruddin, 2010: Hal 14).
Prinsip bioteknologi konvensional pada dasarnya untuk pemenuhan kebutuhan dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan metode tebaru untuk mengembangkan produk (Fahruddin, 2010: Hal 14).
b. Bioteknologi Modern
Prinsip bioteknologi modern lebih banyak menggunakan sumber genetik yakni DNA organism yang telah dimanipulasi dan disebut rekayasa genitika. Bioteknologi modern juga disebut bioteknologi generasi kedua, berkembang setelah perang Dunia Kedua dengan memanfaatkan organisme hasil rekayasa genetika, agar proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efiesien dan efekti. Secara sederhana rekayasa genetika dapat diterangkan sebagai tehnik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru sesuai yang diinginkan dengan mengubah atau menambah molekul DNA pada gen (Fahruddin, 2010: Hal 15).
Prinsip dasar rekayasa genitika sebagai berikut.
1) DNA Rekombinan
Teknik DNA rrekombinan dilakukan dengan pengubahan susunan DNA sehingga diperoleh susunan DNA baru yang mampu mengekspresikan sifat-sifat yang diinginkan. Teknik ini digunakan untuk menghasilkan organism transgenik. Proses DNA rekombinan ini meliputi isolasi DNA, transplantasi gen atau DNA, dan memasukkan DNA ke dalam sel hidup (Kusumawati, 2012: 171).
2) Fusi Protoplasma
Fusi protoplasma disebut juga teknologi hibrodoma yang dilakukan dengan menggabungkan dua sel dari jaringan yang sama atau dua sel dari organism yang berbeda dalam suatu medan listrik. Teknik ini diguakan untuk menghasilkan organisme transgenik. Prinsip dari fusi protoplasma adalah menggabungkan kedua isi sel dengan terlebih dahulu menghilangkan dinding sel atau membrane sel dari kedua sel yang akan digabungkan dalam suatu medan listrik. Teknik ini dapat dilakukan pada sel tumbuhan maupun hewan (Kusumawati, 2012: 173).
3) Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman secra vegetative buatan yang didasarkan pada sifat totipotensi tumbuhan. Prinsip kultur jaringan dalah menumbuhkan jaringan maupun sel tumbuhan dalam suatu media buatan secara antiseptic. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa setiap sel tumbuhan mempunyai kemampuan untuk tumbuh menjadi individu baru apabila sitempatkan pada lingkungan yang sesuai. Sifat individu baru yang dihasilkan sama persis dengan sifat induknya (Kusumawati, 2012: 173).
Bagian tumbuhan yang ditumbuhkan dalam media kultur disebut eksplan. Eksplan yang sering digunakan merupakan bagian tumbuhan yang memiliki sel-sel yang aktif membelah seperti ujung akar dann ujung batang. Potongan bagian tumbuhan yang ditanam pada media kultur akan tumbuh membentuk kalus. Kalus merupakan massa sel yang belum terdiferensiasi. Kalus tersebut akan berkembang menjadi tanaman lengkap uyang disebut plantlet (Kusumawati, 2012: 173).
Media kultur jaringan yang digunakan biasanya berupa gar-agar yang ditambah dengan unsur hara dan vitamin yang dibutuhankan oleh tumbuhan media tersebut juga dapat ditambah dengan hormon pertumbuhan, misalnya auksin dan sitokinin. Auksin akan memicu pertumbuhan akar, sedang sitokinin akan memicu pertumbuhan tunas. Komposisi kultur jaringan tergantung pada spesies tumbuhan yang akan diperbanyak (Kusumawati, 2012: 173).
4) Kloning
Kloning atau transplantasi atau pencangkokan nukleus digunakan untuk menghasilkan individu yang secara genetic identik dengan induknya. Proses kloning dilakukan dengan cara memasukkan inti sel donor ke dalam sel telur yang telah dihilangkan inti selnya. Selanjutnya, sel telur tersebut diberi kejutan listrik atau zat kimia untuk memacu pembelahan sel. Ketika klon embrio telah mencapai tahap yang sesuai, embrio dimasukkan ke dalam rahim hewan betina lainnya yang sejenis. Hewan tersebut selanjunya akan mengandung embrio yang ditanam dan melahirkan anak hasil kloning. Contoh hewan hasil kloning adalah domba Dolly (Kusumawati, 2012: 174).
5) Teknik Bayi Tabung
Teknik bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan suami istri yang sulit memperoleh keturunan. Pasangan suami istri tersebut sebenarnya mampu menghasilkan sel kelamin secara normal. Namun, karena adanya faktor-faktor tertentu mengakibatkan proses pembuahan tidak dapat menjadi misal tersumbatnya saluran telur (Kusumawati, 2012: 175).
Pembuahan yang dilakukan pada teknik bayi tabung (fertilisasi in vitro) berada di luar tubuh induk betina. Sel telur yang telah dibuahi akan membentuk embrio. Embrio kemudian ditanam (diimplantasi) pada rahim pendonor. Embrio tersebut selanjutnya tumbuh menjadi anak yang siap dilahirkan (Kusumawati, 2012: 175).
B. Perkembangan Bioteknologi
Bioteknologi, dari awal penerapannya sampai dengan tahun 1857, disebut era bioteknologi non-mikrobiol. Karena pada masa itu belum diketahui kalau fermentasi dilakukan oleh makhluk hidup. Produk lain dari bioteknologi non-mikrobiol antara lain: anggur, bir, roti, keju, yoghurt, susu masam, sake, dan sebagainya (Sutarno, 2000: 7.6).
Bioteknologi dimensi baru (bioteknologi mikrobiol dimulai sejak tahun 1957 setelah Louis Pasteur mengetahui kalau fermentasi, merupakan proses yang dilakukan oleh makhluk hidup (Lee, 1983). Produk hasil fermentasi bioteknologi era mikrobiol antara lain: tembakau, teh dan coklat yang difermentasikan (Sutarno, 2000: 7.5).
Pada tahun 1920, proses fermentasi yang ditimbulkan oleh mikroorganisme mulai digunakan untuk memproduksi zat-zat seperti aseton, butanol, etanol dan gliserin. Feremtasi juga digunakan untuk memproduksi asam laktat dan asam asetat (Apeldoorn,1981).
Setelah Perang Dunia II, dihasilkan produk bioteknologi lain yaitu penisilin, dan diikuti oleh peningkatan penelitian mikroorganisme lain yang juga dapat menghasilkan antibiotik dan zat-zat lain seperti vitamin, steroid, enzim, dan asam amino (Sutarno, 2000: 7.5).
Produksi antibiotik membawa serta perbaikan di bidang teknologi fermentasi, karena dapat menciptakan kondisi suci hama, dalam arti mampu mengendalikan lingkungan fermentasi sedemikian rupa, sehingga dalam lingkungan fermentasi tidak ada jenis mikroba lain selain mikroba yang digunakan untuk fermentasi itu. Dengan demikian, mikroba tersebut dapat tumbuh subur dan menghasilkan antibiotik secara optimum (Rehm, 1981).
Perkembangan yang pesat di bidang biologi molekuler dan biologi seluler dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, sepenuhnya menjadi dasar ilmiah utama untuk perkembangan teknologi mutakhir. Teknologi enzim dan rekayasa genetic mengantarkan ke suatu bioteknologi dimensi baru, yang berkembang dengan sangat pesat. Era ini kemudian disebut era bioteknologi modern, sedangkan dua era sebelumnya sering disebut sebagai era bioteknologi tradisional (Apeldoorn, 1981).
Penemuaan rekayasa genetika melalui teknologi rekombinan DNA (deoxyribose nucleic acid = asam deoksiribonukleat/ADN, yang terjadi pada tahun 1973 bertanggung jawab atas terjdinya perkembangan bioteknologi yang demikian pesat. Teknik ini tidak hanya memberikan harapan dapat disempurnakannya proses proses dan produk saat ini, tetapi diharapkan juga mampu mengembangkan produk baru yang sebelumnya (dalam bioteknologi tradisional) diperkirakan tidak mungkin dibuat dan memudahkan realisasi proses-proses lain yang baru pula (Sutarno, 2000: 7.6).
Tidak perlu diragukan bahwa teknologi rekombinan ADN merupakan penyebab utama ketenaran bioteknologi pada saat ini. selain itu, harus ditekankan bahwa teknologi rekombinan juga merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan aktivitas dalam bidang lain yang esensial dan juga untuk perkembangan bioteknologi. Subjek paling penting yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi rekombinan ADN dalam bidang bokatalisator meliputi isolasi, imobilisasi dan stabilisasi enzim, serta mobilisasi dan stabilisasi mikro organism sebagai makhluk dan sebagai sel individual. Teknologi rekombinan ADN juga berpengaruh dalam bidang imunologi, terutama dalam pembuatan antibodi monoklonal, dalam teknologi fermentasi, dalam produksi, pengolahan limbah dan bioelektrokimia (Sutarno,2000: 7.6).
Bioteknologi dari asal katanya sendiri, yaitu bio artinya hidup atau organisme hidup dan kata teknologi artinya suatu cara atau teknik. Kata bioteknologi mulai muncul pada tahun 1917 dari seorang ilmuan asal Hungaria yang bernama Karl Ereky untuk menjelaskan penggunaan gula bit hasil fermentasi sebagai pakan ternak babi. Pemberian gula bit dapat meningkatkan produksi ternak babi. Cara ini, disebut bioteknologi karena menggunakan gula bit dari hasil fermentasi. Namun pada saat itu, orang belum tertarik untuk memahami istilah bioteknologi. (Fahruddin, 2010: Hal 13)
Baru pada tahun 1961 Carl Goran Heden ahli mikrobiologi menerbitkan jurnal ilmiah Biotechnology and Bioengineering, banyak mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya dalam jurnal tersebut yaitu mengenai pemenfaatan jazad hidup dalam mengahasilkan berbagai bahan untuk kebutuhan manusia, kemudian muncul definisi bioteknologi yang diartikan sebagai pemanfaatan jazad hidup dalam industri untuk menghasilkan barang dan jasa. (Bioteknologi Lingkungan Fahruddin, 2010: Hal 13)
Pada prinsipnya definisi tentang bioteknologi pada umumnya mengkaitkan pada kegiatan mikroba, sistem dan proses biologi, dengan produksi barang dan jasa atau yang mengkaitkan aktivitas biologis dengan proses tehnik dan produksi dalam industri. Untuk lebih ringkasnya bioteknologi adalah ilmu terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa genetika untuk menghasilkan produk dan jasa. Organisme yang digunakan dalam bioteknologi paling sering adalah mikroba seperti bakteri, kapang dan yeast (ragi). (Fahruddin, 2010: Hal 13)
2. Jenis-jenis Bioteknologi
Bioteknologi dibedakan menjadi bioteknologi konvesional dan bioteknologi modern.
a. Bioteknologi Tradisional dan Konvesional
Aplikasi bioteknologi secara tradisonil, yaitu bioteknologi yang belum mengenal adanya istilah genetika dan kloning. Bioteknologi ini seperti yang telah dicontohkan di atas, adalah berupa pemanfaatan mikroba dalam fermentasi, seleksi atau persilangan tradisional dibidang pertanian dan peternakan untuk mencari bibit unggul. Selain pemanfaatan mikroba dengan menghasilkan produk, bioteknologi tradisinal juga termasuk dalam tehnik seleksi di bidang pertanian dan peternakan : yaitu pemilihan sifat yang sesuai dengan keinginan manusia melalui hibridisasi dengan tujuan memperbaiki keturunan (Fahruddin, 2010: Hal 14).
Prinsip bioteknologi konvensional pada dasarnya untuk pemenuhan kebutuhan dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan metode tebaru untuk mengembangkan produk (Fahruddin, 2010: Hal 14).
b. Bioteknologi Modern
Prinsip bioteknologi modern lebih banyak menggunakan sumber genetik yakni DNA organism yang telah dimanipulasi dan disebut rekayasa genitika. Bioteknologi modern juga disebut bioteknologi generasi kedua, berkembang setelah perang Dunia Kedua dengan memanfaatkan organisme hasil rekayasa genetika, agar proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efiesien dan efekti. Secara sederhana rekayasa genetika dapat diterangkan sebagai tehnik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru sesuai yang diinginkan dengan mengubah atau menambah molekul DNA pada gen (Fahruddin, 2010: Hal 15).
Prinsip dasar rekayasa genitika sebagai berikut.
1) DNA Rekombinan
Teknik DNA rrekombinan dilakukan dengan pengubahan susunan DNA sehingga diperoleh susunan DNA baru yang mampu mengekspresikan sifat-sifat yang diinginkan. Teknik ini digunakan untuk menghasilkan organism transgenik. Proses DNA rekombinan ini meliputi isolasi DNA, transplantasi gen atau DNA, dan memasukkan DNA ke dalam sel hidup (Kusumawati, 2012: 171).
2) Fusi Protoplasma
Fusi protoplasma disebut juga teknologi hibrodoma yang dilakukan dengan menggabungkan dua sel dari jaringan yang sama atau dua sel dari organism yang berbeda dalam suatu medan listrik. Teknik ini diguakan untuk menghasilkan organisme transgenik. Prinsip dari fusi protoplasma adalah menggabungkan kedua isi sel dengan terlebih dahulu menghilangkan dinding sel atau membrane sel dari kedua sel yang akan digabungkan dalam suatu medan listrik. Teknik ini dapat dilakukan pada sel tumbuhan maupun hewan (Kusumawati, 2012: 173).
3) Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman secra vegetative buatan yang didasarkan pada sifat totipotensi tumbuhan. Prinsip kultur jaringan dalah menumbuhkan jaringan maupun sel tumbuhan dalam suatu media buatan secara antiseptic. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa setiap sel tumbuhan mempunyai kemampuan untuk tumbuh menjadi individu baru apabila sitempatkan pada lingkungan yang sesuai. Sifat individu baru yang dihasilkan sama persis dengan sifat induknya (Kusumawati, 2012: 173).
Bagian tumbuhan yang ditumbuhkan dalam media kultur disebut eksplan. Eksplan yang sering digunakan merupakan bagian tumbuhan yang memiliki sel-sel yang aktif membelah seperti ujung akar dann ujung batang. Potongan bagian tumbuhan yang ditanam pada media kultur akan tumbuh membentuk kalus. Kalus merupakan massa sel yang belum terdiferensiasi. Kalus tersebut akan berkembang menjadi tanaman lengkap uyang disebut plantlet (Kusumawati, 2012: 173).
Media kultur jaringan yang digunakan biasanya berupa gar-agar yang ditambah dengan unsur hara dan vitamin yang dibutuhankan oleh tumbuhan media tersebut juga dapat ditambah dengan hormon pertumbuhan, misalnya auksin dan sitokinin. Auksin akan memicu pertumbuhan akar, sedang sitokinin akan memicu pertumbuhan tunas. Komposisi kultur jaringan tergantung pada spesies tumbuhan yang akan diperbanyak (Kusumawati, 2012: 173).
4) Kloning
Kloning atau transplantasi atau pencangkokan nukleus digunakan untuk menghasilkan individu yang secara genetic identik dengan induknya. Proses kloning dilakukan dengan cara memasukkan inti sel donor ke dalam sel telur yang telah dihilangkan inti selnya. Selanjutnya, sel telur tersebut diberi kejutan listrik atau zat kimia untuk memacu pembelahan sel. Ketika klon embrio telah mencapai tahap yang sesuai, embrio dimasukkan ke dalam rahim hewan betina lainnya yang sejenis. Hewan tersebut selanjunya akan mengandung embrio yang ditanam dan melahirkan anak hasil kloning. Contoh hewan hasil kloning adalah domba Dolly (Kusumawati, 2012: 174).
5) Teknik Bayi Tabung
Teknik bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan suami istri yang sulit memperoleh keturunan. Pasangan suami istri tersebut sebenarnya mampu menghasilkan sel kelamin secara normal. Namun, karena adanya faktor-faktor tertentu mengakibatkan proses pembuahan tidak dapat menjadi misal tersumbatnya saluran telur (Kusumawati, 2012: 175).
Pembuahan yang dilakukan pada teknik bayi tabung (fertilisasi in vitro) berada di luar tubuh induk betina. Sel telur yang telah dibuahi akan membentuk embrio. Embrio kemudian ditanam (diimplantasi) pada rahim pendonor. Embrio tersebut selanjutnya tumbuh menjadi anak yang siap dilahirkan (Kusumawati, 2012: 175).
B. Perkembangan Bioteknologi
Bioteknologi, dari awal penerapannya sampai dengan tahun 1857, disebut era bioteknologi non-mikrobiol. Karena pada masa itu belum diketahui kalau fermentasi dilakukan oleh makhluk hidup. Produk lain dari bioteknologi non-mikrobiol antara lain: anggur, bir, roti, keju, yoghurt, susu masam, sake, dan sebagainya (Sutarno, 2000: 7.6).
Bioteknologi dimensi baru (bioteknologi mikrobiol dimulai sejak tahun 1957 setelah Louis Pasteur mengetahui kalau fermentasi, merupakan proses yang dilakukan oleh makhluk hidup (Lee, 1983). Produk hasil fermentasi bioteknologi era mikrobiol antara lain: tembakau, teh dan coklat yang difermentasikan (Sutarno, 2000: 7.5).
Pada tahun 1920, proses fermentasi yang ditimbulkan oleh mikroorganisme mulai digunakan untuk memproduksi zat-zat seperti aseton, butanol, etanol dan gliserin. Feremtasi juga digunakan untuk memproduksi asam laktat dan asam asetat (Apeldoorn,1981).
Setelah Perang Dunia II, dihasilkan produk bioteknologi lain yaitu penisilin, dan diikuti oleh peningkatan penelitian mikroorganisme lain yang juga dapat menghasilkan antibiotik dan zat-zat lain seperti vitamin, steroid, enzim, dan asam amino (Sutarno, 2000: 7.5).
Produksi antibiotik membawa serta perbaikan di bidang teknologi fermentasi, karena dapat menciptakan kondisi suci hama, dalam arti mampu mengendalikan lingkungan fermentasi sedemikian rupa, sehingga dalam lingkungan fermentasi tidak ada jenis mikroba lain selain mikroba yang digunakan untuk fermentasi itu. Dengan demikian, mikroba tersebut dapat tumbuh subur dan menghasilkan antibiotik secara optimum (Rehm, 1981).
Perkembangan yang pesat di bidang biologi molekuler dan biologi seluler dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, sepenuhnya menjadi dasar ilmiah utama untuk perkembangan teknologi mutakhir. Teknologi enzim dan rekayasa genetic mengantarkan ke suatu bioteknologi dimensi baru, yang berkembang dengan sangat pesat. Era ini kemudian disebut era bioteknologi modern, sedangkan dua era sebelumnya sering disebut sebagai era bioteknologi tradisional (Apeldoorn, 1981).
Penemuaan rekayasa genetika melalui teknologi rekombinan DNA (deoxyribose nucleic acid = asam deoksiribonukleat/ADN, yang terjadi pada tahun 1973 bertanggung jawab atas terjdinya perkembangan bioteknologi yang demikian pesat. Teknik ini tidak hanya memberikan harapan dapat disempurnakannya proses proses dan produk saat ini, tetapi diharapkan juga mampu mengembangkan produk baru yang sebelumnya (dalam bioteknologi tradisional) diperkirakan tidak mungkin dibuat dan memudahkan realisasi proses-proses lain yang baru pula (Sutarno, 2000: 7.6).
Tidak perlu diragukan bahwa teknologi rekombinan ADN merupakan penyebab utama ketenaran bioteknologi pada saat ini. selain itu, harus ditekankan bahwa teknologi rekombinan juga merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan aktivitas dalam bidang lain yang esensial dan juga untuk perkembangan bioteknologi. Subjek paling penting yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi rekombinan ADN dalam bidang bokatalisator meliputi isolasi, imobilisasi dan stabilisasi enzim, serta mobilisasi dan stabilisasi mikro organism sebagai makhluk dan sebagai sel individual. Teknologi rekombinan ADN juga berpengaruh dalam bidang imunologi, terutama dalam pembuatan antibodi monoklonal, dalam teknologi fermentasi, dalam produksi, pengolahan limbah dan bioelektrokimia (Sutarno,2000: 7.6).
C.
Penerapan Bioteknologi dalam Kehidupan
1. Pangan
Beberapa contoh bioteknologi tradisional di bidang pangan misalnya, tempe dibuat dari kedelai menggunakan jamur Rhizopus, tape dibuat dari ketela pohon dengan menggunakan Khamir Saccharomyces cereviceae, keju dan yoghurt dibuat dari susu sapi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus. (Rachmawati, 2009: Hal 154)
2. Bidang Pertanian dan Perternakan
Beberapa contoh aplikasi bioteknologi modern dibidang pertanian sebagai berikut.
a. Padi Transgenik
Teknologi DNA rekombinan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh tanaman padi transgenik. Contoh tanaman padi rojolele transgenik yang mampu mengekspresikan laktoferin dan tanaman padi yang tahan terhadap cuaca dingin. Untuk mendapatkan tanaman padi yang tahan terhadap cuaca dingin caranya dengan memasukkan gen tahan dingin dari hewan yang hidup di tempat dingin ke dalam kromosom padi (Kusumawati, 2012: 179).
b. Tembakau resistan terhadap virus
Teknologi DNA rekombinan juga dapat dimanfaatkan untuk memperoleh tanaman tembakau yang tahan tehadap virus TMV (Tobacco Mozaic Virus). Teknologi tersebut dikembangkan oleh Beachy, seorang ilmuan dari Universitas Washington (AS). Plasmid Ti digabung dengan gen yang tahan terhadap penyakit TMV, kemudian dimasukkan ke dalam kromosom tembakau. Kromosom tersebut kemudian diperbanyak melalui teknik kultur jaringan. Hasil akhirnya adalah tanaman tembakau tahan terhadap infeksi virus TMV (Kusumawati, 2012: 179).
c. Bunga Antilayu dan Buah Tahan Busuk
Hormon pertumbuahan yang mengakibatkan bunga menjadi layu adalah etilen. Kelayuan pada bunga terjadi akibat adanya gen yang sensitif pada mahkota bunga. Jika gen tersebut diganti dengan gen yang kurang sensitif, kelayuan pada bunga dapat ditunda. Dengan metode ini telah dikembangkan anyelir transgenik yang mampu bertahan segar selama 3 minggu. Sementara itu, anyelir normal hanya mampu bertahan selama 3 hari saja (Kusumawati, 2012: 179).
Hormon etilen juga merangsang pematangan buah. Jika aktivitas gen penghasil etilen dapat dihambat melalui rekayasa genetika maka buah akan tetap segar dalam waktu lama. Contohnya pada tomat Flavr Svr yang tahan busuk (Kusumawati, 2012: 179).
d. Tanaman Kapas Antiserangga
Tanaman kapas trasngenik antiserangga diperoleh dengan memasukkan gen delta endotioksin Bacillus thuringiensis kedalam tanaman kapas melalui teknik DNA rekombinan. Selanjutnya, tanaman tersebut akan memproduksi protein delta endotoksin. Protein ini akan bereaksi dengan enzim yang diproduksi oleh lambung serangga. Reaksi ini mengubah enzim tersebut menjadi racun. Dengan demikian, serangga yang memakan tanaman tersebut akan mengalami keracunan kemudian mati (Kusumawati, 2012: 179).
Adapun contoh pemanfaatan bioteknologi dalam bidang peternakan di antaranya sebagai berikut.
a. Sapi Perah dengan Hormon Manusia
Teknologi DNA rekombinan mampu menyisipkan gen laktoferin pada manusia yang memproduksi HLF (Human Lactoferin) pada sapi perah. Dengan penyisipan ini akan dihasilkan sapi yang mampu memproduksi susu yang mengandung laktoferin. Contohnya sapi Herman (Kusumawati, 2012: 180).
b. Bovin Somatotropin (BST)
Teknologi ini dilakukan dengan menyisipkan gen somatotropin sapi pada plasmid. Escherichia coli untuk menghasilkan BST. BST yang ditambahkan pada makanan ternak dapat meningkatkan produksi daging dan susu ternak (Kusumawati, 2012: 180).
3. Bidang Kedokteran
a. Antibiotik
Pembuatan antibiotik termaksud penerapan bioteknologi konvensional. Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai penghasil antibiotik di antaranya sebagai berikut.
1) Jamur Cephalosporium sp. Menghasilkan antibiotik sefalosporin untuk membunuh bakteri yang kebal terhadap antibiotik penisilin.
2) Bakteri Streptomyces griseus menghasilkan antibiotik streptomisin untuk membunuh bakteri yang kebal terhadap antibiotik penisilin dan sefalosporin.
3) Bakteri Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum menghasilkan antibiotik penisilin untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus (Kusumawati, 2012: 180).
b. Insulin
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar pancreas dan berfungsi mengatur kadar gula dalam darah. Melalui teknik rekayasa genitika, insulin dapat diproduksi dalam jumlah banyak. Produksi insulin dibuat dengan mencangkokkan gen yang mengkode insulin ke dalam plasmid bakteri. Bakteri dengan DNA rekombinan ini kemudian membelah diri. Bakteri ini selanjutnya akan memproduksi insulin yang dibutuhkan. Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan insulin disebut diabetes mellitus. Penyakit ini dapat diatasi dengan memberikan insulin ke dalam tubuh. Oleh karena itu, insulin diperoleh dengan mengambil kelenjar pancreas dari hewan untuk keperluan pengobatan diabetes melitus (Kusumawati, 2012: 180).
c. Vaksin Transgenik
Vaksin adalah siapan antigen yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk memicu terbentuknya sistem kekebalan tubuh. Pembuatan vaksin dilakukan melalui teknik DNA rekombinan dengan mengisolasi gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) dari mikrobia yang bersangkutan. Gen tersebut kemudian disisipkan pada plasmid mikrobia yang telah dilemahkan sehingga mikrobia ini menjadi tidak berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misal lapisan lendirnya. Mikrobia yang disisipi gen tersebut akan membentuk antigen murni. Mikrobia ini dapat dibiakkan dalam media kultur sehingga terbentuk antigen murni dalam jumlah yang banyak. Apabila antigen ini disuntikkan kepada manusia, sistem kekebalan tubuh akan membentuk antibody yang berfungasi melawan antigen yang masuk ke dalam tubuh (Kusumawati, 2012: 181).
d. Antibodi Monoklonal
Bioteknologi pembuatan antibody monoclonal menggunkan prinsip fusi protoplasma. Fusi protoplasma dilakukan dengan menggabungkan dua sel dari jaringan yang sama atau dari dua sel dari organism yang berbeda dalam suatu medan listrik. Fusi tersebut menghasilkan sel-sel yang dapat menghasilkan antibodi sekaligus memperbanyak diri secara terus-menerus seperti sel kanker yang dinamakan antibodi monoklonal (Kusumawati, 2012: 182).
Pembuatan antibodi monoklonal dapat dijelaskan sebgai berikut. Kelinci atau tikus terlebih dahulu disuntik dengan antigen kemudian diambil limpanya (temat pembuatan limposit B). Sel-sel limfosit B inin kemudian didifusikan dengan sel myeloma (sel kanker) melalui elektrofusi. Elektofusi adalah fusi secara elektris dengan frekuensi tinggi yang mengakibatkan sel-sel tertarik satu sama lain dan akhirnya bergabung. Sel-sel hasil fusi kemudian diseleksi untuk diidentifikasi. Sel-sel yang telah diseleksi kemudian diinjeksi ke tubuh hewan. Dalam tubuh hewan, sel-sel gabungan tersebut akan membentuk antibodi. Sel gabungan tersebut juga dapat dibiakkan di dalam media kultur sehingga menghasilkan antibodi dalam jumlah banyak (Kusumawati, 2012: 182).
Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin dalam urine wanita hamil. Dengan demikian, antibodi monoklonal dapat digunakan untuk mengetahui adanya kehamilan. Antibodi monoklonal juga dimanfaatkan untuk deteksi dini dan membunuh sel kanker (Kusumawati, 2012: 182).
e. Terapi Gen pada Penderita Fibrosis Sistik
Penderita fibrosis sistik mengalami kesulitan bernafas karena paru-paru terisi lender. Hal ini disebabkan mutasi gen yang mengakibatkan tidak terbentuknya alfa-1-antitripsin (ATT). Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan terapi gen untuk memperbaiki atau mengganti gen-gen penyebab penyakit. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengisolasi gen yang mengkode ATT dari orang sehat untuk dimasukkan ke dalam DNA virus. Selanjutnya, virus tersebut diidentifikasi pada paru-paru pasien. Virus akan mentransfer gen pengode ATT yang dibawa dalam sel paru-paru pasien. Dengan demikia, sel paru-paru pasien dapat membuat protein ATT dan pasien dapat bernapas dengan lebih normal (Kusumawati, 2012: 183) .
4. Bidang Lingkungan
Aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan digunakan untuk mengani pencemaran lingkungan. Pada proses pemurnian logam. Bahan-bahan tambang yang diperoleh umumnya masih terikat dengan bijihnya (kotoran). Untuk itu diperlukan bahan kimia untuk memurnikannya. Namun, bahan-bahan kimia tersebut ternyata kurang efektif dalam memisahkan logam dari bijihnya sehingga banyak sisa bahan tambang yang kemudian dibuang sebagai limbah. Dengan menggunkan bakteri Thlobacillus ferrooxidans, berbagai jenis logam dapat diambi dari cairan sisa penambangan. Bakteri ini mampu mengoksidasi belerang yang mengikat berbagai logam seperti tembaga, seng, dan uranium membentuk logam sulfida. Bakteri tidak memanfaatkan logam-logam tersebut sehingga natinya logam akan dilepas ke air dan dimanfaatkan oleh manusia. Dengan demikian, pencemaran lingkungan akibat limbah penambangan dapat dikurangi dengan memanfaatkan peran mikroorganisme (Kusumawati, 2012: 183).
Biotenologi juga diterapkan untuk mengatasi pencemaran akibat tumpahan minyak di laut. Tumpahan minyak tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan bakteri Pseudomonas putida. Bakteri tersebut mampu menguraikan ikatan hidrokarbon pada minyak bumi (Kusumawati, 2012: 183).
Beberapa contoh bioteknologi tradisional di bidang pangan misalnya, tempe dibuat dari kedelai menggunakan jamur Rhizopus, tape dibuat dari ketela pohon dengan menggunakan Khamir Saccharomyces cereviceae, keju dan yoghurt dibuat dari susu sapi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus. (Rachmawati, 2009: Hal 154)
2. Bidang Pertanian dan Perternakan
Beberapa contoh aplikasi bioteknologi modern dibidang pertanian sebagai berikut.
a. Padi Transgenik
Teknologi DNA rekombinan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh tanaman padi transgenik. Contoh tanaman padi rojolele transgenik yang mampu mengekspresikan laktoferin dan tanaman padi yang tahan terhadap cuaca dingin. Untuk mendapatkan tanaman padi yang tahan terhadap cuaca dingin caranya dengan memasukkan gen tahan dingin dari hewan yang hidup di tempat dingin ke dalam kromosom padi (Kusumawati, 2012: 179).
b. Tembakau resistan terhadap virus
Teknologi DNA rekombinan juga dapat dimanfaatkan untuk memperoleh tanaman tembakau yang tahan tehadap virus TMV (Tobacco Mozaic Virus). Teknologi tersebut dikembangkan oleh Beachy, seorang ilmuan dari Universitas Washington (AS). Plasmid Ti digabung dengan gen yang tahan terhadap penyakit TMV, kemudian dimasukkan ke dalam kromosom tembakau. Kromosom tersebut kemudian diperbanyak melalui teknik kultur jaringan. Hasil akhirnya adalah tanaman tembakau tahan terhadap infeksi virus TMV (Kusumawati, 2012: 179).
c. Bunga Antilayu dan Buah Tahan Busuk
Hormon pertumbuahan yang mengakibatkan bunga menjadi layu adalah etilen. Kelayuan pada bunga terjadi akibat adanya gen yang sensitif pada mahkota bunga. Jika gen tersebut diganti dengan gen yang kurang sensitif, kelayuan pada bunga dapat ditunda. Dengan metode ini telah dikembangkan anyelir transgenik yang mampu bertahan segar selama 3 minggu. Sementara itu, anyelir normal hanya mampu bertahan selama 3 hari saja (Kusumawati, 2012: 179).
Hormon etilen juga merangsang pematangan buah. Jika aktivitas gen penghasil etilen dapat dihambat melalui rekayasa genetika maka buah akan tetap segar dalam waktu lama. Contohnya pada tomat Flavr Svr yang tahan busuk (Kusumawati, 2012: 179).
d. Tanaman Kapas Antiserangga
Tanaman kapas trasngenik antiserangga diperoleh dengan memasukkan gen delta endotioksin Bacillus thuringiensis kedalam tanaman kapas melalui teknik DNA rekombinan. Selanjutnya, tanaman tersebut akan memproduksi protein delta endotoksin. Protein ini akan bereaksi dengan enzim yang diproduksi oleh lambung serangga. Reaksi ini mengubah enzim tersebut menjadi racun. Dengan demikian, serangga yang memakan tanaman tersebut akan mengalami keracunan kemudian mati (Kusumawati, 2012: 179).
Adapun contoh pemanfaatan bioteknologi dalam bidang peternakan di antaranya sebagai berikut.
a. Sapi Perah dengan Hormon Manusia
Teknologi DNA rekombinan mampu menyisipkan gen laktoferin pada manusia yang memproduksi HLF (Human Lactoferin) pada sapi perah. Dengan penyisipan ini akan dihasilkan sapi yang mampu memproduksi susu yang mengandung laktoferin. Contohnya sapi Herman (Kusumawati, 2012: 180).
b. Bovin Somatotropin (BST)
Teknologi ini dilakukan dengan menyisipkan gen somatotropin sapi pada plasmid. Escherichia coli untuk menghasilkan BST. BST yang ditambahkan pada makanan ternak dapat meningkatkan produksi daging dan susu ternak (Kusumawati, 2012: 180).
3. Bidang Kedokteran
a. Antibiotik
Pembuatan antibiotik termaksud penerapan bioteknologi konvensional. Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai penghasil antibiotik di antaranya sebagai berikut.
1) Jamur Cephalosporium sp. Menghasilkan antibiotik sefalosporin untuk membunuh bakteri yang kebal terhadap antibiotik penisilin.
2) Bakteri Streptomyces griseus menghasilkan antibiotik streptomisin untuk membunuh bakteri yang kebal terhadap antibiotik penisilin dan sefalosporin.
3) Bakteri Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum menghasilkan antibiotik penisilin untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus (Kusumawati, 2012: 180).
b. Insulin
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar pancreas dan berfungsi mengatur kadar gula dalam darah. Melalui teknik rekayasa genitika, insulin dapat diproduksi dalam jumlah banyak. Produksi insulin dibuat dengan mencangkokkan gen yang mengkode insulin ke dalam plasmid bakteri. Bakteri dengan DNA rekombinan ini kemudian membelah diri. Bakteri ini selanjutnya akan memproduksi insulin yang dibutuhkan. Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan insulin disebut diabetes mellitus. Penyakit ini dapat diatasi dengan memberikan insulin ke dalam tubuh. Oleh karena itu, insulin diperoleh dengan mengambil kelenjar pancreas dari hewan untuk keperluan pengobatan diabetes melitus (Kusumawati, 2012: 180).
c. Vaksin Transgenik
Vaksin adalah siapan antigen yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk memicu terbentuknya sistem kekebalan tubuh. Pembuatan vaksin dilakukan melalui teknik DNA rekombinan dengan mengisolasi gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) dari mikrobia yang bersangkutan. Gen tersebut kemudian disisipkan pada plasmid mikrobia yang telah dilemahkan sehingga mikrobia ini menjadi tidak berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misal lapisan lendirnya. Mikrobia yang disisipi gen tersebut akan membentuk antigen murni. Mikrobia ini dapat dibiakkan dalam media kultur sehingga terbentuk antigen murni dalam jumlah yang banyak. Apabila antigen ini disuntikkan kepada manusia, sistem kekebalan tubuh akan membentuk antibody yang berfungasi melawan antigen yang masuk ke dalam tubuh (Kusumawati, 2012: 181).
d. Antibodi Monoklonal
Bioteknologi pembuatan antibody monoclonal menggunkan prinsip fusi protoplasma. Fusi protoplasma dilakukan dengan menggabungkan dua sel dari jaringan yang sama atau dari dua sel dari organism yang berbeda dalam suatu medan listrik. Fusi tersebut menghasilkan sel-sel yang dapat menghasilkan antibodi sekaligus memperbanyak diri secara terus-menerus seperti sel kanker yang dinamakan antibodi monoklonal (Kusumawati, 2012: 182).
Pembuatan antibodi monoklonal dapat dijelaskan sebgai berikut. Kelinci atau tikus terlebih dahulu disuntik dengan antigen kemudian diambil limpanya (temat pembuatan limposit B). Sel-sel limfosit B inin kemudian didifusikan dengan sel myeloma (sel kanker) melalui elektrofusi. Elektofusi adalah fusi secara elektris dengan frekuensi tinggi yang mengakibatkan sel-sel tertarik satu sama lain dan akhirnya bergabung. Sel-sel hasil fusi kemudian diseleksi untuk diidentifikasi. Sel-sel yang telah diseleksi kemudian diinjeksi ke tubuh hewan. Dalam tubuh hewan, sel-sel gabungan tersebut akan membentuk antibodi. Sel gabungan tersebut juga dapat dibiakkan di dalam media kultur sehingga menghasilkan antibodi dalam jumlah banyak (Kusumawati, 2012: 182).
Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin dalam urine wanita hamil. Dengan demikian, antibodi monoklonal dapat digunakan untuk mengetahui adanya kehamilan. Antibodi monoklonal juga dimanfaatkan untuk deteksi dini dan membunuh sel kanker (Kusumawati, 2012: 182).
e. Terapi Gen pada Penderita Fibrosis Sistik
Penderita fibrosis sistik mengalami kesulitan bernafas karena paru-paru terisi lender. Hal ini disebabkan mutasi gen yang mengakibatkan tidak terbentuknya alfa-1-antitripsin (ATT). Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan terapi gen untuk memperbaiki atau mengganti gen-gen penyebab penyakit. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengisolasi gen yang mengkode ATT dari orang sehat untuk dimasukkan ke dalam DNA virus. Selanjutnya, virus tersebut diidentifikasi pada paru-paru pasien. Virus akan mentransfer gen pengode ATT yang dibawa dalam sel paru-paru pasien. Dengan demikia, sel paru-paru pasien dapat membuat protein ATT dan pasien dapat bernapas dengan lebih normal (Kusumawati, 2012: 183) .
4. Bidang Lingkungan
Aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan digunakan untuk mengani pencemaran lingkungan. Pada proses pemurnian logam. Bahan-bahan tambang yang diperoleh umumnya masih terikat dengan bijihnya (kotoran). Untuk itu diperlukan bahan kimia untuk memurnikannya. Namun, bahan-bahan kimia tersebut ternyata kurang efektif dalam memisahkan logam dari bijihnya sehingga banyak sisa bahan tambang yang kemudian dibuang sebagai limbah. Dengan menggunkan bakteri Thlobacillus ferrooxidans, berbagai jenis logam dapat diambi dari cairan sisa penambangan. Bakteri ini mampu mengoksidasi belerang yang mengikat berbagai logam seperti tembaga, seng, dan uranium membentuk logam sulfida. Bakteri tidak memanfaatkan logam-logam tersebut sehingga natinya logam akan dilepas ke air dan dimanfaatkan oleh manusia. Dengan demikian, pencemaran lingkungan akibat limbah penambangan dapat dikurangi dengan memanfaatkan peran mikroorganisme (Kusumawati, 2012: 183).
Biotenologi juga diterapkan untuk mengatasi pencemaran akibat tumpahan minyak di laut. Tumpahan minyak tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan bakteri Pseudomonas putida. Bakteri tersebut mampu menguraikan ikatan hidrokarbon pada minyak bumi (Kusumawati, 2012: 183).
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bioteknologi adalah ilmu terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa genetika untuk menghasilkan produk dan jasa.
2. Bioteknologi dibedakan menjadi bioteknologi konvesional dan bioteknologi modern.
? Bioteknologi Tradisional dan Konvesional
? Bioteknologi Modern
3. Perkembangan bioteknologi
4. Penerapan bioteknologi
? Pangan
? Bidang Pertanian dan Perternakan
? Bidang Kedokteran
? Bidang Lingkungan
B. Saran
Bioteknologi memiliki dampak positif dan negatif. Akan lebih baik jika penggunaan bioteknologi digunakan secara bijaksana dan semanfaat mungkin tanpa harus memberikan dampak negatif dilingkungan sekitar. Dan diharapkan dengan semakin berkembangnya bioteknologi dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
- Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorski & R.B. Jackson. 2010. Biologi (Edisi Kedelapan-Jilid 1). Jakarta : Erlangga.
- Faidah Rachmawati, Nurul Urifah, dan Ari Wijayati. 2009. Jakarta: Ricardo Publishing and Printing
- Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung: Alfabeta.
- Rohana Kusumawati, Muhammad Luthfi Hidayat. 2012. Klaten: Intan Pariwara.
- Sutarno, Nono. 2000. Biologi Lanjutan Umum II. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.