.

Jumat, 29 September 2017

IYIA 2017 : Biomedical Electrical Mastitis

    Pada tanggal 22-23, September 2017 Universitas Mercubuana mengadakan sebuah pameran yang bertema "The International Exhibition of The 4th International Young Invention Award  yang di ikuti berbagai negara serta dari berbagai sekolah menengah sampai keperguruan tinggi.
Mereka menciptakan inovasi-inovasi terbaru dari berbagai penemuan dan memberikan banyak wawasan yang sangat luas.
      Dalam acara ini saya diberikan kesempatan dari pihak penyelenggara untuk menghadiri acara tersebut. Di dalamnya banyak stand-stand yang terisi oleh peserta pameran, yang tentunya membuat saya tertarik untuk melihat dan bertanya mengenai harsil karya mereka. Saya sangat bangga kepada para peserta yang berantusias mengikuti acara tersebut. Acara tersebut lebih banyak diikuti oleh para sekolah menengah daripada dari mahasiswa universitas. Dan tak kalah bangganya lagi saya melihat dan mengunjungi stand dari universitas sendiri (Mercubuana).
          Setelah saya mengelilingi dari sekian banyak stand, akhirnya saya melihat salah satu stand yang menurut saya sangat menarik. Saya mencoba untuk berkomunikasi dan bertanya-tanya tentang penemuan yang mereka bawa. Sebuah inovasi terbaru dari mereka yaitu "Alat Terapi Mastitis" atau "Biomedical Electrical Mastitis" yang dibawakan oleh teman-teman dari UB atau Universitas Brawijaya. Mereka menciptakan menciptakan alat terapi mastitis (radang kelenjar ambing bagian dalam) untuk sapi perah. Salah satu penciptanya bernama Rifai, dia mengatakan bahwa mastimedis ini sudah melalui sejumlah penelitian. Awal mulanya berasal dari keresahan peternak terhadap tingginya prevalensi mastitis pada sapi perah yang disebabkan oleh bakteri pathogen staphylococsus aureus dan Streptococcus agalactiae.
      Sapi yang terjangkit mastitis akan merugikan peternak dalam jumlah cukup besar, seperti penurunan produksi susu, kualitas susu, peyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang juga tinggi, serta pengafkiran ternak lebih awal," kata Rifai, mahasiswa Fakultas Peternakan UB angkatan 2013. Selain Rifai, empat mahasiswa lainnya yang bergabung menciptakan alat terapi Mastimedis itu adalah Ahmad Azmi Khoirul (Fapet 2011), Bekti Sri Utami (FKH 2013), Handriawan Junianto (FT 2012), dan Mohammad Abdul Aziz (Fapet 2014). Penelitian kelima mahasiswa tersebut di bawah bimbingan dosen Dr Puguh Surjowardojo.
       Lebih lanjut, Rifai mengatakan jika penyakit mastitis ini dibiarkan pada kelenjar susu sapi, susu yang diproduksi akan ikut tercemar oleh bakteri. Dan, pengobatan yang selama ini dilakukan peternak adalah dengan menggunakan pengobatan antibiotik, seperti antibiotik dan antiinflam (mastitis klinis). Sayangnya, kedua bakteri penyebab mastitis tersebut mudah sekali resisten terhadap beberapa pengobatan antibiotik. "Dengan menggunakan temuan kami (Mastimedis) dapat membunuh bakteri patogen penyebab mastitis dengan prinsip elekroporasi, yaitu bakteri akan mati pada frekuensi dan tegangan tertentu. Kami menginovasikan alat ini dengan prinsip elektroporasi, sehingga menghindari penggunaan antibiotik karena antibiotik dapat mengakibatkan residu pada susu yang tidak baik apabila terkonsumsi," ujarnya.
        
       Sebelumnya, Mastimedis telah dilakukan pengujian secara elektronika, uji Invitro dan uji Invivo. Alat ini akan terus diteliti dan dikembangkan untuk benar-benar dapat digunakan di seluruh peternakan sapi perah di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan produksi susu dalam negeri.  "Kami terus melakukan inovasi untuk memperbaiki ciptaan kami ini agar lebih sempurna, sehingga memudahkan peternak dalam menggunakannya dan pada akhirnya bisa membantu peternak meningkatkan produksi susu yang dihasilkan sapi perah mereka, bahkan kualitasnya pun juga lebih bagus," ucapnya.
Komponen utama dari alat ini dalah :
  • Electrocardiagram
  • Switch
  • LCD
  • Keypad
  • Ptentiometer
  • Komponen-komponen electronic
      Setiap penemuan atau inovasi tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, kalau saya lihat pada alat ini kelebihannya tidak menggunakan antibiotik sehingga sangat aman untuk peternak hewan khusunya sapi perah. Dan kekurangannya adalah tidak adanya batrei charger sehingga harus contact langsung dengan supply tegangan. Apabila digunakan ditempat yang sulit terjangkau sengan aliran listrik tentunya akan mengganggu dalam proses terapinya. Saran dari saya perlu ditambahkan sebuah batrei yang berfungsi sebagai penyimpan daya pada alat tersebut. Agar memudahkan ketika pemakaian. Seperti layaknya hand phone yang bisa bertahan beberapa jam. Terus berkarya dan mengembangkan alat ini supaya dapat digunakan oleh peternak perah susu.
Semoga dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat  bagi pembaca, Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.