.

Sabtu, 30 September 2017

Pemulihan Lahan Tercemar Dengan Fitromediasi

oleh : dadang ginanjar


Indonesia merupakan negara tersubur, sumber daya alam di indonesia sangatlah banyak, apabila pemanfaatannya tepat indonesia akan makmur, namun lain halnya jika tidak dimanfaatkan secara tepat, maka hasil dari sumber daya alam tersebut tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu sumber daya alam yang cukup banyak di indonesia adalah minyak bumi (Bahan Bakar Fosil) tak heran banyak sekali penambangan minyak yang dilakukan di indonesia.
Dari hasil penambangan minyak tersebut ada dampak positif dan negatifnya, yaitu dampak positifnya dapat memperoleh minyak bumi, dan dampak negatifnya yaitu lahan pasca penambangan minyak akan tercemar.

Sumber : http://mustaqim.16mb.com

Menurut Handrianto (2011), pencemaran minyak bumi (crude oil) dapat terjadi di udara, tanah dan air. Pencemaran minyak bumi pada tanah dianggap sebagai kontaminan yang dapat mengurangi Produktifitas tanah. Kecemasan bahwa pencemaran ini akan menjadi masalah di masa yang akan datang adalah hal yang sangat beralasan mengingat bentuk, sifat dan jumlahnya semakin besar/ luas serta terus mengalami peningkatan.
Limbah lumpur minyak bumi merupakan produk yang tidak mungkin dihindari oleh setiap perusahaan pertambangan minyak bumi dan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan (Handrianto, dikutip dalam Sumastri, 2005).
Oleh karena itu perlu adanya perbaikan atau pemulihan kembali lahan yang sudah tercemar tesebut, agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Salah satu cara pemulihan kembali lahan tercemar pasca penambangan minyak tersebut yaitu dengan Fitromediasi.

Fitromediasi adalah proses bioremediasi yang menggunakan berbagai tanaman untuk menghilangkan, memindahkan, dan atau menghancurkan kontaminan dalam tanah dan air bawah tanah. Konsep penggunaan tanaman untuk penanganan limbah dan sebagai indikator pencemaran udara dan air sudah lama ada, yaitu Fitromediasi dengan lahan basah, lahan alang – alang dan tanaman apung. Selanjutnya konsep Fitromediasi berkembang untuk penanganan masalah pencemaran tanah. (Ibanez, dikutip dalam Subroto, MA. 1996)

Menurut Administrator BPPT (2010) Dalam fitoremediasi tumbuhan berperan untuk membersihkan pencemaran dari kontaminan organik (seperti : pestisida dan minyak bumi) dan anorganik (seperti: logam berat), baik di daratan maupun di perairan. Tumbuhan juga berperan mencegah angin, air hujan, dan air tanah menyebarluaskan pencemaran ke daerah yang lebih luas.
Balai Teknologi Lingkungan (BTL) BPPT, melakukan pengembangan dan penerapan Teknologi Fitoremediasi baik skala greenhouse maupun skala lapangan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi fitoremediasi melalui pemanfatan keragaman tumbuhan lokal dan mikroba untuk memulihkan kualitas lingkungan yang tercemar baik organik maupun anorganik di areal pertambangan minyak bumi, industri berbasis minyak bumi, pertambangan logam, pertambangan batubara, industri kimia, industri makanan, dan areal tercemar limbah lainnya seperti limbah domestik dan lain-lain.

Ide dasar bahwa tumbuhan dapat digunakan untuk remediasi lingkungan sudah dimulai dari tahun 1970-an. Seorang ahli geobotani di Caledonia menemukan tumbuhan Sebertia acuminata yang dapat mengakumulasi hingga 20% Ni dalam tajuknya (Hidayati, dikutip dalam Brown 1995) dan pada tahun 1980-an, beberapa penelitian mengenai akumulasi logam berat oleh tumbuhan sudah mengarah pada realisasi penggunaan tumbuhan untuk membersihkan polutan (Hidayati, dikutip dalam Salt 2000)
Menurut Hidayati dikutip dalam Chaney et al (1995) Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya.

Sumber : http://www.aktual.com
Potensi Tumbuhan Hiperakumulator
Secara alami tumbuhan memiliki beberapa keunggulan, yaitu: (i) Beberapa famili tumbuhan memiliki sifat toleran dan hiperakumulator terhadap logam berat; (ii) Banyak jenis tumbuhan dapat merombak polutan; (iii) Pelepasan tumbuhan yang telah dimodifikasi secara genetik ke dalam suatu lingkungan relatif lebih dapat dikontrol dibandingkan dengan mikrob; (iv) Tumbuhan memberikan nilai estetika; (v) Dengan perakarannya yang dapat mencapai 100 × 106 km akar per ha, tumbuhan dapat mengadakan kontak dengan bidang tanah yang sangat luas dan penetrasi akar yang dalam; (vi) Dengan kemampuan fotosintesis, tumbuhan dapat menghasilkan energi yang dapat dicurahkan selama proses detoksifikasi polutan; (vii) Asosiasi tumbuhan dengan mikrob memberikan banyak nilai tambah dalam memperbaiki kesuburan tanah. (Hidayati, dikutip dalam Feller, 2000)
Meningkatkan Efisiensi Fitoekstraksi
Dalam prakteknya, fitoremediasi adalah menanam areal terkontaminasi dengan tumbuhan hiperakumulator. Kunci dari keberhasilan adalah pada pemilihan jenis tumbuhan yang sesuai dan penerapan praktek-praktek agronomis serta pemberian perlakuan baik pada tanah maupun pada tumbuhan sesuai kebutuhan. Pemanenan dilakukan secara periodik sesuai dengan umur tumbuhan. Biomassa hasil panen yang mengandung kontaminan diabukan dan diisolasi atau diaplikasikan ke lokasi lain yang mengalami kekurangan. Bila setelah pemanenan ternyata kandungan bahan pencemar masih tinggi maka penanaman diulang lagi hingga sebagian besar bahan kontaminan terserap oleh tanaman hingga kontaminan di dalam tanah mencapai tingkat yang tidak berbahaya. (Hidayati, 2005)

Penelitian Fitoremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi 
Penelitian fitoremediasi tanah tercemar minyak bumi menggunakan empat jenis rumput - rumputan yang terdiri dari Eleusine indica, Paspalum notatum, Setaria splendida, dan Stenotaphrum secundatum telah dilakukan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas rumput-rumputan tersebut sebagai tanaman fitoremediasi dalam mengurangi kadar total petroleum hydrocarbon (TPH) pada tanah tercemar minyak bumi. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan vegetative tanaman rumput yang terdiri dari biomasa kering, tinggi tanaman, jumlah anakan, dan panjang akar setelah 4 bulan tanam. Selain itu juga dilakukan analisis kadar TPH pada tanah yang telah ditanami rumput-rumputan selama 4; 9; dan 12 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat jenis tanaman rumput yang diteliti adalah efektif untuk digunakan sebagai tanaman fitoremediasi tanah tercemar minyak bumi. Persen penurunan TPH tertinggi diperoleh dari rumput Paspalum notatum (38,81%), kemudian Eleusine indica (38,69%), Setaria splendida (36,34%), dan Stenotaphrum secundatum (29,32%). (Salim, Fadilah & Tuti Suryati. 2014)

Hasil Analisis TPH dalam Tanah
Menurut Salim & Tuti Suryati (2014) observasi terhadap kondisi tanah sebagai media tanam pada lahan percobaan menunjukkan bahwa setelah empat bulan, tanah pada semua petak percobaan berbeda dengan tanah sebelum ditanam dan tanah tanpa ditanami (kontrol). Pada tanah kontrol tanah masih berbau minyak bumi dan masih terlihat minyak yang nampak berwarna hitam seperti pada tanah sebelum ditanam, sedangkan tanah disekitar akar rumput Paspalum notatum tidak memperlihatkan adanya residu minyak berwarna hitam. Warna tanah sudah coklat dan sudah berbau tanah.
Gambar kondisi tanah : a. sebelum tanam ;
b. setelah 4 bulan tanam.
Sumber : http://ejournal.kemenperin.go.id/
Fitoremediasi dari tanah terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi tergantung pada spesies tanaman yang toleran dan berkembang di lokasi dengan adanya cekaman (Hernández-Ortega et al. dikutip dalam Salim, Fadilah & Tuti Suryati. 2014). Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh April & Sims (1990) menunjukkan bahwa rumput-rumputan mempunyai kemampuan yang tinggi sebagai fitoremedian karena sistem perakarannya yang sangat kuat dan menyebar dalam tanah, yang mampu menembus ke dalam tanah sampai 3 meter. Itulah sebabnya dalam penelitian ini digunakan rumput-rumputan. (Salim, Fadilah & Tuti Suryati. 2014).

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.