.

Jumat, 08 September 2017

Arsitektur Hijau (Green Architecture) Dalam Meminimalisir Global Warming



Global Warming merupakan isu besar yang dibicarakan di seluruh dunia. Berbagai organisasi dan kelompok beramai-ramai mengampanyekan gerakan gaya hidup yang hemat energi. Di Indonesia, masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk memaksimalkan Green Living sebagai bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan. Beberapa waktu yang lalu, Presiden mengajak masyarakat untuk menanam satu pohon. Namun, nampaknya hal tersebut hanya momentum dan tidak ada tindakan lain untuk melanjutkan program yang lain. Langkah paling mudah adalah memulai pola hidup ramah lingkungan mulai dari lingkungan dan diri kita sendiri. Salah satunya adalah kita bisa memaksimalkan Green Living atau Green Architecture.

https://media.treehugger.com/assets/images/2015/11/La-Tour-des-Cedres-corner.jpg.650x0_q70_crop-smart.jpg


Lalu,apa itu Green Architecture.?  Menurut para ahli Arsitektur hijau merupakan konsep arsitektur yang berusaha untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh moderasi dan efisiensi dalam pemakaian bahan bangunan, energi, serta ruang pembangunan terhadap lingkungan alam. Konsep ini juga biasa disebut arsitektur berkelanjutan. Di dalam konsep arsitektur hijau, pendekatan utama yang digunakan yaitu kesadaran pada energi dan konservasi ekologi dalam pengelolaan lingkungan. Sedangkan manfaat utama dari green architecture diharapkan bisa melestarikan lingkungan alam sekitar sehingga tetap layak huni bagi generasi yang akan datang.

Teori Green Architecture
Menurut Siregar (2012) green architecture adalah gerakan untuk pelestarian alam dan lingkungan dengan mengutamakan efisiensi energi (arsitektur ramah lingkungan).
Menurut Pradono (2008) green (hijau) dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earth friendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Konsep green building yang telah lama berkembang di negara maju dapat diterapkan untuk mengurangi polusi udara di lingkungan perkotaan.

Prinsip-Prinsip Green Architecture
            Ada beberapa Prinsip-Prinsip dalam Green Architecture, Menurut Brenda dan Robert Vale (1991) prinsip-prinsip Green Architecture terbagi dalam:
  1. Conserving Energy (Hemat Energi)
Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
  1. Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
  2. Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
  3. Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
  4. Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
  5. Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
  6. Bangunan tidak menggunakan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
  7. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
  1. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
  1. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
  2. Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
  3. Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.
  4. Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
  1. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadaan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.
  1. Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.
  2. Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
  3. Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
  1. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
  1. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
  1. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
Kenyamanan Thermal
Menurut Setyowati,2009. Manusia merupakan mesin biologis yang membakar makanan sebagai bahan bakar dan mendapatkan panas sebagai hasil samping dari penghasilan panas tersebut. Manusia memerlukan suhu yang sangat konstan, tubuh kita mencoba untuk mempertahankan suhu sekitar 98.6ºF dan sedikit penyimpangan akan menimbulkan stress/beban yang cukup tinggi. Tubuh kita memiliki sejumlah mekanisme untuk mengatur aliran udara hingga bisa terjamin bahwa panas yang hilang akan sama dengan panas yang di hasilkan, dan juga bahwa keseimbangan termal akan berada di sekitar 98.6ºF. Sebagian panas yang hilang terjadi saat di hirupnya udara lembab dan hangat ke dalam paru-paru, namun sebagian besar panas tubuh akan hilang melalui kulit. Kulit mempertahankan aliran panas dengan mengendalikan jumlah darah yang mengalirinya.
Untuk menciptakan kenyamanan thermal harus memahami tidak hanya mekanisme hilangnya panas dari badan manusia, tetapi juga terhadap empat kondisi lingkungan yang dapat menjadikan panas hilang. Empat kondisi itu adalah :
1.       Suhu udara. Suhu udara akan menentukan kecepatan panas yang akan hilang yang sebagian besar dengan cara konveksi. Konveksi adalah saat gas atau cairan mendapatkan konduksi, cairan tersebut akan mengembang dan menjadi tidak begitu padat. Arus konveksi alami cenderung membuat lapisan dengan suhu berbeda.
2.       Kelembaban. Sebagian besar penguapan uap air pada kulit merupakan fungsi kelembaban udara.
3.       Kecepatan udara. Gerakan udara yang terjadi karena adanya pemanasan udara yang berbeda-beda, sifat aliran udara semakin kasar permukaan yang dilalui, semakin tebal lapisan udara yang tertinggal didasar dan menghasilkan perubahan pada arah serta kecepatannya. Gerakan udara dapat mempengaruhi kondisi iklim, gerakan udara menimbulkan pelepasan panas dari permukaan kulit oleh proses penguaapan. Pengaliran udara alami sebaiknya dioptimalkan pada ruangan, ventilasi silang adalah merupakan faktor yang sangat penting bagi kenyamanan ruangan, karena itu di daerah tropis basah, posisi bangunan yang melintang terhadap arah angina sangat baik. Jenis, posisi, dan ukuran lubang jendela pada sisi atas dan bawah bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang.
4.       Mean Radiant Temperature. Saat MRT memiliki perbedaan yang sangat besar dari suhu udara, efeknya harus dipertimbangkan.



Daftar Pustaka
11.      Iswanto Hadi Yanuar,dkk. 2013. DESAIN PENGEMBANGAN GREEN ARCHITECTURE DI KAWASAN DAGO DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TRADISIONAL SUNDA. Dalam : http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/article/viewFile/39/39
22.      Nusa Graha Semesta. 2017. Arsitektur Hijau. Dalam : http://nusarealty.com/arsitektur-hijau/
33.      Hindarto, P. 2008. Konsep Green Architecture/Arsitektur Hijau oleh Budi Pradono. Dalam : http://www.astudioarchitect.com/2008/11/konsep-green-architecture-arsitektur_10.html

44.      Anisa. 2010. APLIKASI GREEN ARCHITECTURE PADA RUMAH TRADISIONAL/Kenyamanan Thermal oleh Setyowati. Jurnal Teknologi Vol.6, No.2, Juli 2014. Dalam : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/jurtek/article/view/219/194

1 komentar:

  1. @F27-Nurkhafi

    Konsep Dan judulnya menarik, namun penulisan daftar isi kurang baik.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.