Efektifitas mass rapid transit(MRT) jakarta
Jakarta sebagai
ibukota negara adalah pusat semua kegiatan ekonomi,politik,pendidikan dan
kebudayaan menurut (pemendagri nomor 9 tahun 2015)
jumlah penduduk jakarta sebesar 9.988.495 jiwa dengan luas daerah 664,01 Km2,dengan
banyaknya penduduk yang memadati ibukota serta padatnya kegiatan-kegiatan yang
ada dijakarta menimbulkan banyaknya masalah salah satunya kemacetan
,mungkin hal
tersebut bisa dianggap wajar sama seperti ibukota negara-negara lainnya tapi
dengan alasan tersebut tidak mengharuskan pemerintah menerima cukup seperti itu
saja kemacetan yang tidak ada ujungnya,pemerintah harus tetap mencari solusi
bagaimana mengatasi masalah tersebut,pada prosesnya pemerintah sudah melakukan
beberapa cara guna mengatasi kemacetan ibukota contohnya yang sudah berjalan
sejauh ini transjakarta Beroperasi sejak 15 januari 2004. Hingga tahun 2014
jumlah koridor yang dilayani bus Transjakarta telah sebanyak 12 Koridor.,Jalan
Layang Non Tol Casablanca-Tanah Abang Jalan layang non tol ini diresmikan oleh
Gubernur Joko Widodo dan aktif digunakan sejak 30 Desember 2013 dan 3in1
program pembatasan jumlah penumpang dalam sebuah kendaraan. Setiap kendaraan
wajib berisi minimal 3 orang untuk dapat melalui kawasan ini. Berlaku di jalan
protokol ibukota seperti Jalan Jenderal Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, dan Jalan
Gatot Subroto. Program ini berlaku pada pukul 07.00- 10.00 dan 16.30- 19.00
pada hari Senin hingga Jumat.(berita TEMPO/Imam
Sukamto) akan tetapi dengan diterapkan 3 program pemerintah tersebut
sejauh ini belum bisa banyak mengurangi kemacetan di jakarta namun pemerintah
masih mempunyai program yang masih dalam proses pembangunan salah satunya mass
rapid transit (MRT) jakarta.
Mass rapid transit
adalah pembangunan transportasi massal berbasis rel yang mampu mengangkut 412
ribu penumpang per hari. Nilai investasi pembangunan sebesar Rp 17 triliun.
Pendanaan berasal dari APBN, APBD dan sebanyak Rp 14 triliun berasal dari
pinjaman JICA. Dibangun mulai dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia
dengan panjang rute 15,5 kilometer. Direncanakan dibangun tahap ke dua dengan
rute Bundaran HI-Kampung Bandan. Target selesai pada awal 2020. (berita TEMPO/Imam Sukamto) mungkin banyak dari
sekian penduduk jakarta yang berharap banyak pada program MRT ini guna
mengalihkan minat masyarakat dari kendaraan pribadi dan berpindah pada
kendaraan umum.melihat dari transportasi yang sudah ada saat ini bisa dilihat
masih kurang efektif dari segi pelayanan maupun kenyamanan membuat minat
masyarakat terhadap transportasi umun kian rendah.maka dari itu agar program
mass rapid transit (MRT) yang akan datang berjalan efektif akan muncul banyak pertanyaan antara lain apa
yang perlu dilakukan pemerintah selaku perencana program serta masyarakat
selaku penguna ?,ya perlu kita sadari berhasilnya suatu program tidak selalu
bergantung pada pemerintah saja masyarakatpun harus ikut andil guna
memaksimalkan program MRT jakarta yang akan datang.
Bicara mengenai
efektifitas transportasi bukan masalah yang sepele karena transportasi umum
khususnya jakarta melibatkan sangat banyak orang yang mempunyai sifat yang
berbeda-beda maka dari itu hal yang pertama harus ditekankan adalah kesadaran
masyarakat itu sendiri,oleh karena itu guna mengefektifkan program MRT jakarta
yang akan datang kita bisa melihat beberapa negara negara yang sudah lebih dulu
mengunakan transportasi MRT,kita bisa melihat dari segi perilaku masyarakatnya
sampai aturan aturan yang diterapkan pada transportasi tersebut.
Singapura memiliki
3,6 juta penduduk dan total luas tanah hanya 646 km menjadikannya salah satu
populasi dan urbanisasi terbesar di dunia.indonesia
ternyata sudah tertinggal jauh dengan tetangaanya singapura mengenai MRT ini
karena singapura MRT sudah dibuka sejak tahun 1987 dan Bagian pertama dari MRT
ini, antara Stasiun Yio Chu Kang dan Stasiun Toa Payoh.Tetapi ketertingalan
tersebut tidak harus membuat indonesia berkecil hati ,kita bisa belajar dari
singapura apa yang seharusnya dilakukan agar MRT lebih efektif.Pertama cara
yang perlu dilakukan adalah semua moda transportasi harus terhubung dengan MRT
agar penguna lebih mudah dan membuat antusias masyarakat terhadap angkutan umum
menjadi tinggi karena tidak ribet,pengguna setelah turun dari MRT langsung bisa
memilih menggunakan transportasi yang akan digunakan selanjutnya yang tidak
jauh dari halte MRT.selain mengefektifkan waktu penguna angkutan penghubungan
moda transportasi tersebut dapat mengurangi ojeg-ojeg dan angkot yang
kenyataannya menjadi sebab kemacetan di jakarta. Woodlands Station salah satu
contoh model integrasi tersebut. Sistem MRT terletak pada jalur layang,sedangkan
taksi berada di jalur atas tanah, sementara persimpangan bus terletak pada jalur
bawah tanah. Ini memungkinkan sehingga membuat komuter untuk mengubah mode
dengan mudah.( Tai Chong Chew and Chong Kheng Chua)
Akses jalan
setapak menuju stasiun MRT harus diberikan pemerintah agar masyarakat terpancing
untuk lebih memilih berjalan kaki dari pada menggunakan kendaraan pribadi.agar
minat berjalan kaki masyarakat naik pemerintah harus menyiapkan fasilitas jalan
untuk pejalan kaki yang nyaman,baik nyaman dari suasanannya ataupun nyaman dari
segi keselamatan. Asumsi lain adalah bahwa seseorang pasti akan memilih
berjalan saat Jarak tempuh dari rumah ke stasiun MRT lebih rendah dari jarak
tempuh total menggunakan moda transportasi
lain ,penjumlahan jarak berjalan kaki dari rumah ke halte bus, atau stasiun
LRT, dan Berjalan kaki dari bus atau LRT turun ke titik masuk MRT.( Sony
Sulaksono WIBOWO). Ada tiga
jenis jalur utama untuk mengakses angkutan umum, yaitu jalan setapak, trotoar
dan jalan penyeberangan. Setiap jenis mungkin memiliki beberapa elemen yang
mempengaruhi usaha berjalan kaki. Penyeberangan jalan, langkah (naik dan
turun), konflik dengan kendaraan, dan sebagainya tetapi kendala tersebut dapat
diatasi guna meningkatkan antusias masyarakat untuk berjalan kaki menuju
stasiun, Ada beberapa contoh bagaimana komponen jalur berjalan meningkatkan
upaya berjalankaki antara lain penggunaan
eskalator,penggunaan lift menghilangkan rasa malas akibat lelahnya naik turun
tangga ataupun pemisahan akses jalan bagi pejalan kaki menghindarkan konflik
dengan kendaraan.Penempatan jalan yang tinggi, seperti jembatan layang
(jembatan pejalan kaki) dan underpass (terowongan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.