.

Kamis, 14 September 2017

Nuklir Dibidang Kesehatan

Gambar 1.1 Mind Map

Dibuat @21-Riki

Pendahuluan
Pelayanan kedokteran nuklir merpakan pelayanan kesehatan untuk tujuan diagnostik dan pengobatan menggunakan teknologi nuklir yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Selain sumber daya manusia yang kompeten dan peralatan yang prima, radiofarmaka adalah hal lain yang sangat penting dalam pelayanan kedokteran nuklir yang berkualitas.



Sejarah

Menurut A. Hanafiah Ws, Penemuan sinar-x di akhir abad 19 (November-1895), menunjukkan bahwa teknologi nuklir bukanlah suatu hal yang baru bagi dunia kesehatan. Begitu pula halnya dengan perkembangan ilmu kedokteran nuklir di Indonesia. Unit kedokteran nuklir di Indonesia didirikan tidak lama setelah reaktor atom pertama dioperasikan di tahun 1965, dan bahkan hingga saat ini aktivitasnya telah memberikan kontribusi cukup signifikan di bidang kesehatan. Kegiatan iptek nuklir di bidang ini lebih diarahkan pada lingkup teknologi proses, analisis, rekayasa peralatan dan instrumentasi, serta pembuatan perangkat medik berupa sediaan radioisotop dan radiofarmaka. Dalam konteks ini, pengembangan iptek nuklir lebih dipacu untuk diselaraskan dengan kebutuhan pengguna, terutama berkaitan dengan efisiensi, kualitas dan proses produksinya, serta aplikasinya baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Beberapa kegiatan pengembangan iptek nuklir dan aplikasinya yang terkait dengan aspek kesehatan hingga saat ini, terutama di bidang kedokteran nuklir, dipaparkan dalam makalah ini. Sarana dan prasarana yang tersedia, serta kemampuan ilmiah yang ada masih dapat dioptimalkan dan perlu terus dibina. Untuk membangun bangsa, penghasil teknologi, pengguna/ industri/dunia usaha dan pembuat kebijakan perlu bersinergi dan memiliki visi dan persepsi yang sama.

Gambar 1.2 Manfaat nuklir dibidang kesehatan


Radioisotop dalam bidang kedokteran
                Menurut Nuraliza Z., Secara umum faktor yang harus diperahatikan dalam pemilihan radioisotop untuk pemakaian pada manusia adalah tidak toksis (tidak beracun), mudah diproduksi dan murah. Disamping itu,pemilihan radioisotop bergantung pula pada tujuan pemakaian radiofarmaka tersebut. Radiofarmaka merupakan senyawa radioaktif yang digunakan dalam bidang kedokteran nuklir, baik untuk tujuan daignosis maupun pengobatan. Berdasarkan cara penggunaannya, radiofrakma dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu secara in vivo dan in vitro. Dalam perkembangan dunia kedokteran, khususnya kedokteran nuklir, penggunaan radiofrakma semakin meningkat dan penguanaan sediaan ini merupakan penunjang dalam diagnosis ataupun pengobatan secara konvensional.

Pemeriksaan IN VIVO dan IN VITRO
Menurut Suyatno F.,Pemeriksaan in vivo diagnostik dapat dilakukan secara in vivo (dalam tubuh) atau in vitro (diluar tubuh). Secara in vivo pasien diberi radioisotop baik secara oral (melalui mulut), suntikan atau inhalasi (pernafasan), kemudian dideteksi aktivitasnya dari luar tubuh. Pada pemeriksaan in vivo senyawa yang dipilih adalah senyawa yang mempunyai mekanisme pengangkutan maupun metabolisme dalam tubuh yang sesuai dengan organ yang diperiksa. Misalnya : pemeriksaan tulang, dipakai phos phate-Tc-99m, pemeriksaan kelenjar gondok di gunakan Na-I-131. Radioisotop yang digunakan untuk keperluan in vivo, pada umumnya pemancar gamma, karena radiasi gamma mempunyai daya tembus yang besar dan dapat menembua keluar dari tubuh serta dapat dideteksi. Cara Pemeriksaan IN VIVO
1.       Pemeriksaan Fungsi Kelenjar Gondok Untuk pemeriksaan kelenjar gondok digunakan NaI-131 atau Pertechnetate-Tc-99m. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk diagnosa penyakit gondok endemik. Hal ini disebabkan kerana kurangnya kandungan Iodium pada makanan atau minuman penderita. Jika kandungan iodium dalam makanan atau minuman sangat rendah, kebutuhan iodium dalam tubuh tidak terpenuhi. Akibatnya bila diberi Na-I-131 atau pertechnetate Tc-99m, sebagian besar akan diserap oleh kelenjar gondok. Hasil pemeriksaan selanjutnya dibandingkan dengan harga normal, dan akan nampak adanya daerah yang menunjukkan aktifitas tinggi.(hot nodule), aktivitas rendah (cold nodule) atau adanya kelainan anatomis disekitar kelenjar gondok. 2
2.        Pemeriksaan Fungsi Ginjal Senyawa Hippuran – I – 131 yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh balik lengan dengan cara di suntikan dan dideteksi pada daerah ginjal kiri dan kanan, dapat memberikan informasi mengenai fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan ditampilkan dalam bentuk kurve dan penilaian terhadap fungsi ginjal di dasarkan pada kecepatan setiap fase dan bentuk kurve.
3.       Pemeriksaan Funsi Hati Radiisotop yang digunakan pada pemeriksaan adalah Tc-99m, Au-98, I-131, NaI-131 yang dimasukkan dalam tubuh dan dengan bantuan scanner dapat diperoleh hasil berupa gambaran yang dapat memberikan informasi antara lain :
a. Ukuran hati
b. Adanya kelainan disekitar jaringan hati.
c. Respon jaringan hati terhadap hasil pengobatan penyakit hati
d. Adanya kelainan bawaan hati

Sedangkan cara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel dari pasien (misal darah). Selanjutnya dianalisis dengan metoda yang menggunakan radioisotop (dengan RIA = Radio Immuno Assay). Teknik RIA berfungsi untuk mengukur kandungan hormon tertentu dalam darah. Dasar teknik RIA adalah reaksi spesifik antigen-antibodi. Contoh : pemeriksaan hormon insulin dalam darah. Untuk itu digunakan antibodi terhadap insulin (AB) dan antigen insulin yang diberi tanda radioisotop (Ag)+ , sehingga insulin dalam darah bertindak sebagai antigen yang tidak bertanda (Ag). Apabila Ag, Ag+ dan Ab dicampur akan terjadi komposisi anatara Ag dan Ag+ untuk berikatan dengan Ab. Akhirnya akan diperoleh ikatan sebagai berikut :
Ab Ag +
Ab Ag
Ag bebas dan Ag+ bebas
Jika Ab – Ag dan Ab – Ag+ dipisahkan dari campuran dan di cacah maka diperoleh informasi cacah Ag + yang membentuk ikatan Ab – Ag+ . Kebolehjadian di dapatkanya Ag dibanding Ag+ di dalam ikatan sesuai dengan perbandingan antara Ag total dan Ag+ total. Dalam kit RIA biasanya disediakan beberapa Ag standart yang telah diketahui standartnya, sehingga akan diperoleh informasi tentang kadar Ag yang dikehendaki. Peralatan kedokteran nuklir yang di gunakan adalah
a. Scanner
b. Renograf
c. Thyroid Uptake
d. RIA









Daftar pustaka


HANAFIAH A, HARJOTO DJ., ARLINAH K., HASAN B. (1989) Isotopes Production by TRIGA Mark II Bandung Reactor Centre. Proceedings of Second Asian Symposium on Research Reactors, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=81754&val=4544 diakses pada kamis, 14 september 2017 pukul 17.16


Z. Nuraliza, penggunaan teknik nuklir dalam bidang kedokteran dan sterilisasi serta resikonya bagi kesehatan, http://www.tappdf.com/read/259771-penggunaan-teknik-nuklir-dalam-bidang-kedokteran diakses pada kamis, 14 september 2017 pukul 17.33


Suyatno F., SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176, APLIKASI RADIASI DAN RADIOISOTOP DALAM BIDANG KEDOKTERAN, http://papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2010/61.pdf diakses pada kamis, 17 september 2017 pukul 17.49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.