Gambar 1.1 Mind Map |
Dibuat @21-Riki
Pendahuluan
Pelayanan kedokteran nuklir merpakan
pelayanan kesehatan untuk tujuan diagnostik dan pengobatan menggunakan
teknologi nuklir yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Selain sumber daya
manusia yang kompeten dan peralatan yang prima, radiofarmaka adalah hal lain
yang sangat penting dalam pelayanan kedokteran nuklir yang berkualitas.
Sejarah
Menurut A. Hanafiah Ws, Penemuan
sinar-x di akhir abad 19 (November-1895), menunjukkan bahwa teknologi nuklir
bukanlah suatu hal yang baru bagi dunia kesehatan. Begitu pula halnya dengan
perkembangan ilmu kedokteran nuklir di Indonesia. Unit kedokteran nuklir di
Indonesia didirikan tidak lama setelah reaktor atom pertama dioperasikan di
tahun 1965, dan bahkan hingga saat ini aktivitasnya telah memberikan kontribusi
cukup signifikan di bidang kesehatan. Kegiatan iptek nuklir di bidang ini lebih
diarahkan pada lingkup teknologi proses, analisis, rekayasa peralatan dan
instrumentasi, serta pembuatan perangkat medik berupa sediaan radioisotop dan
radiofarmaka. Dalam konteks ini, pengembangan iptek nuklir lebih dipacu untuk
diselaraskan dengan kebutuhan pengguna, terutama berkaitan dengan efisiensi,
kualitas dan proses produksinya, serta aplikasinya baik untuk tujuan diagnosis
maupun terapi. Beberapa kegiatan pengembangan iptek nuklir dan aplikasinya yang
terkait dengan aspek kesehatan hingga saat ini, terutama di bidang kedokteran
nuklir, dipaparkan dalam makalah ini. Sarana dan prasarana yang tersedia, serta
kemampuan ilmiah yang ada masih dapat dioptimalkan dan perlu terus dibina.
Untuk membangun bangsa, penghasil teknologi, pengguna/ industri/dunia usaha dan
pembuat kebijakan perlu bersinergi dan memiliki visi dan persepsi yang sama.
Gambar 1.2 Manfaat nuklir dibidang kesehatan |
Radioisotop
dalam bidang kedokteran
Menurut Nuraliza
Z., Secara umum faktor yang harus diperahatikan dalam pemilihan radioisotop
untuk pemakaian pada manusia adalah tidak toksis (tidak beracun), mudah
diproduksi dan murah. Disamping itu,pemilihan radioisotop bergantung pula pada
tujuan pemakaian radiofarmaka tersebut. Radiofarmaka merupakan senyawa
radioaktif yang digunakan dalam bidang kedokteran nuklir, baik untuk tujuan daignosis
maupun pengobatan. Berdasarkan cara penggunaannya, radiofrakma dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu secara in vivo dan in vitro. Dalam perkembangan
dunia kedokteran, khususnya kedokteran nuklir, penggunaan radiofrakma semakin
meningkat dan penguanaan sediaan ini merupakan penunjang dalam diagnosis
ataupun pengobatan secara konvensional.
Pemeriksaan IN VIVO
dan IN VITRO
Menurut Suyatno F.,Pemeriksaan in
vivo diagnostik dapat dilakukan secara in vivo (dalam tubuh) atau in vitro
(diluar tubuh). Secara in vivo pasien diberi radioisotop baik secara oral
(melalui mulut), suntikan atau inhalasi (pernafasan), kemudian dideteksi aktivitasnya
dari luar tubuh. Pada pemeriksaan in vivo senyawa yang dipilih adalah senyawa
yang mempunyai mekanisme pengangkutan maupun metabolisme dalam tubuh yang
sesuai dengan organ yang diperiksa. Misalnya : pemeriksaan tulang, dipakai phos
phate-Tc-99m, pemeriksaan kelenjar gondok di gunakan Na-I-131. Radioisotop yang
digunakan untuk keperluan in vivo, pada umumnya pemancar gamma, karena radiasi
gamma mempunyai daya tembus yang besar dan dapat menembua keluar dari tubuh
serta dapat dideteksi. Cara Pemeriksaan IN VIVO
1.
Pemeriksaan Fungsi Kelenjar Gondok Untuk
pemeriksaan kelenjar gondok digunakan NaI-131 atau Pertechnetate-Tc-99m.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk diagnosa penyakit gondok endemik. Hal ini
disebabkan kerana kurangnya kandungan Iodium pada makanan atau minuman
penderita. Jika kandungan iodium dalam makanan atau minuman sangat rendah,
kebutuhan iodium dalam tubuh tidak terpenuhi. Akibatnya bila diberi Na-I-131
atau pertechnetate Tc-99m, sebagian besar akan diserap oleh kelenjar gondok. Hasil
pemeriksaan selanjutnya dibandingkan dengan harga normal, dan akan nampak
adanya daerah yang menunjukkan aktifitas tinggi.(hot nodule), aktivitas rendah
(cold nodule) atau adanya kelainan anatomis disekitar kelenjar gondok. 2
2.
Pemeriksaan Fungsi Ginjal Senyawa Hippuran – I
– 131 yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh balik lengan dengan cara
di suntikan dan dideteksi pada daerah ginjal kiri dan kanan, dapat memberikan
informasi mengenai fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan ditampilkan dalam bentuk kurve
dan penilaian terhadap fungsi ginjal di dasarkan pada kecepatan setiap fase dan
bentuk kurve.
3.
Pemeriksaan Funsi Hati Radiisotop yang digunakan
pada pemeriksaan adalah Tc-99m, Au-98, I-131, NaI-131 yang dimasukkan dalam
tubuh dan dengan bantuan scanner dapat diperoleh hasil berupa gambaran yang
dapat memberikan informasi antara lain :
a. Ukuran hati
b. Adanya kelainan disekitar jaringan hati.
c. Respon jaringan hati terhadap hasil
pengobatan penyakit hati
d. Adanya kelainan bawaan hati
Sedangkan cara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel
dari pasien (misal darah). Selanjutnya dianalisis dengan metoda yang
menggunakan radioisotop (dengan RIA = Radio Immuno Assay). Teknik RIA berfungsi
untuk mengukur kandungan hormon tertentu dalam darah. Dasar teknik RIA adalah
reaksi spesifik antigen-antibodi. Contoh : pemeriksaan hormon insulin dalam
darah. Untuk itu digunakan antibodi terhadap insulin (AB) dan antigen insulin
yang diberi tanda radioisotop (Ag)+ , sehingga insulin dalam darah bertindak
sebagai antigen yang tidak bertanda (Ag). Apabila Ag, Ag+ dan Ab dicampur akan
terjadi komposisi anatara Ag dan Ag+ untuk berikatan dengan Ab. Akhirnya akan
diperoleh ikatan sebagai berikut :
Ab Ag +
Ab Ag
Ag bebas dan Ag+ bebas
Jika Ab – Ag dan Ab – Ag+ dipisahkan dari campuran dan di
cacah maka diperoleh informasi cacah Ag + yang membentuk ikatan Ab – Ag+ .
Kebolehjadian di dapatkanya Ag dibanding Ag+ di dalam ikatan sesuai dengan
perbandingan antara Ag total dan Ag+ total. Dalam kit RIA biasanya disediakan
beberapa Ag standart yang telah diketahui standartnya, sehingga akan diperoleh
informasi tentang kadar Ag yang dikehendaki. Peralatan kedokteran nuklir yang
di gunakan adalah
a. Scanner
b. Renograf
c. Thyroid Uptake
d. RIA
Daftar pustaka
HANAFIAH A, HARJOTO DJ., ARLINAH K., HASAN B. (1989)
Isotopes Production by TRIGA Mark II Bandung Reactor Centre. Proceedings of
Second Asian Symposium on Research Reactors, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=81754&val=4544
diakses pada kamis, 14 september 2017 pukul 17.16
http://www.tappdf.com/read/259779-perkembangan-kedokteran-nuklir-dan-pustaka-unpad
dikases
pada kamis, 14 september 2017 pukul 17.24
Z. Nuraliza, penggunaan teknik nuklir dalam bidang kedokteran dan
sterilisasi serta resikonya bagi kesehatan, http://www.tappdf.com/read/259771-penggunaan-teknik-nuklir-dalam-bidang-kedokteran
diakses pada kamis, 14 september 2017 pukul 17.33
https://www.google.co.id/search?q=tenaga+nuklir+dibidang+kedokteran&dcr=0&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj_rqXGvaTWAhXCkZQKHRuCCGEQ_AUICigB&biw=692&bih=631#imgrc=3cInr8CTfVxGoM:
diakses pada kamis, 14 september 2017 pukul 17.40
Suyatno F., SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176, APLIKASI RADIASI DAN RADIOISOTOP
DALAM BIDANG KEDOKTERAN, http://papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2010/61.pdf
diakses pada kamis, 17 september 2017 pukul 17.49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.