.

Jumat, 15 September 2017

Pertanian moderen



Penduduk indonesia yang sebagian besar berprofesi sebagai petani membuat indonesia sebagai negara agraris,tetapi akhir akhir ini sebagai negara agraris indonesia banyak melakukan impor bahan pangan,menurut (kementrian penidustrian republik indonesia) Defisit tujuh komoditas pangan utama nasional terus meningkat. Pada 2011, volume impor beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, dan daging mencapai 17,6 juta ton senilai US$ 9,4 miliar. Defisit pangan tahun yang sama 17,35 juta ton dengan nilai US$ 9,24 miliar karena ekspor hanya 250 ribu ton dengan nilai US$ 150 juta.Pada 2011, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor beras Indonesia dari sejumlah negara mencapai 2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar atau 5% dari total kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, volume impor kedelai tercatat 60% dari total konsumsi dalam negeri sekitar 3,1 juta ton dengan nilai US$ 2,5 miliar, jagung (11% dari konsumsi 18,8 juta ton, US$ 1,02 miliar), gandum (100%, US$ 1,3 miliar), gula putih (18%, US$ 1,5 miliar), daging sapi (30%, US$ 331 juta), dan susu (70%).data tersebut jelas sangat menjadi pukulan yang telak bagi pemerintah dan masyarakat indonesia.satu pertanyaan saya pribadi kenapa bisa dengan penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai petani indonesia masih mengimpor bahan pangan dari luar negara indonesia.

Tetapi dengan fakta mengenai tingginya impor bahan pangan indonesia,pertanian indonesia sudah memiliki beberapa peningkatan dalam hal teknologi pertanian,teknologi pertanian memang sangat perlu guna meningkatkan produktifitas pertanian diindonesia ,tidak hanya produktifitas saja kualitas juga harus diperhatikan guna menghasilkan bahan pangan yang mempunyai daya jual tinggi,beberapa teknologi yang sudah ada diindonesia adalah alat Penanam padi jarwo transplanter dan Mesin Pemanen Padi Indo Combine Harvester tetapi teknologi ini penggunaannya belum merata,belum bisa dirasakan menyeluruh oleh semua petani diindonesia karena terbatasnya biaya,disini peran pemerintah sangat diperlukan,pemerintah seharusnya memberikan bantuan baik berupa dana ataupun berupa pengetahuan teknologi yang sudah digunakan di negara negara yang pertaniannya begitu maju,contoh saja jepang ,luas wilayah dan penduduk jepang sebenarnya jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan indonesia,tetapi mereka mengembangkan teknologi pertanian yang sangat baik dan yang membuat pertanian di jepang maju menurut (Nur Romdlon 02 Oktober 2015) pertama perhatian pemerintah, Di Jepang, pertanian benar-benar diperhatikan oleh pemerintah. Tata niaga pertanian Jepang telah diatur sedemikian rupa, salah satunya adalah masalah tumbuhan yang ditanam petani. Menurut Rahmat, apa yang ditanam sudah diatur sesuai dengan permintaan pasar. Tak ada petani yang ngeyel ingin bertani sesuka mereka.kedua harga pokok yang terkontrol, Tak hanya masalah apa yang ditanam, pemerintah juga turut campur tangan terhadap harga produk pertanian. Pengaturan itu dilakukan oleh bagian pemerintah semacam Dinas Pertanian di Indonesia. Kebanyakan hasil pertanian dibeli oleh pemerintah sehingga pemerintah bisa mengendalikan harga yang layak.ketiga Teknologi yang canggih, Kuatnya industri otomotif di Jepang juga berdampak pada pertanian. Sistem pertanian di Jepang telah menggunakan teknologi yang canggih. Untuk menanam, menyirami, hingga memanen, petani Jepang telah dibantu dengan mesin. Jika di Indonesia membajak sawah masih menggunakan bajak tunggal, di Jepang membajak telah menggunakan bajak enam sehingga 1-2 jam telah selesai.dan Etos kerja yang tinggi, Bertani di Jepang juga menerapkan jam kerja seperti bekerja di kantoran. Setiap petani di Jepang akan memunyai sejumlah karyawan yang membantu mengelola lahan pertanian seluas 7-10 ha. Jam kerjanya pun ditentukan. Kerja secara normal dilakukan selama delapan jam mulai dari pukul 02.00 dini hari. Istirahat yang dilakukan karyawan tidak dihitung jam.
Mengenai penggunaan teknologi kita harus melihat dari dampak jangka pendek dan jangka panjangnya, Ekosistem alam lama-kelamaan semakin rusak karena adanya pencemaran. Pencemaran itu disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida.  Demikian pula dengan ketahanan (resistensi) hama yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan yang semakin tinggi serta  pencemaran air tanah maupun sungai oleh senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan.  Pertanian modern juga telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan, yang selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu meningkat dan berubah,  sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Untuk itu perlu adanya sistem pertanian terpadu agar keseimbangan ekosistem alam bisa dijaga. Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar antara lain: kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin menantang.  Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya.  Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau (Sach, 1987 dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).
Banyak cara yang dapat digunakan dalam peningkatan produktifitas dan kualitas bahan pangan diindonesia,tinggal bagaimana kerjasama pemerintah dan petani untuk memaksimalkan cara cara atau program program yang ada,karena pemerintah dan petani mempunyai perannya masing masing.
Refferensi :
kementrian penidustrian republik indonesia
Nur Romdlon 02 Oktober 2015
Sach, 1987 dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999
Muhammad Idris – detikFinance, 16 Mar 2017
Tota Suhendrata, PROSPEK PENGEMBANGAN MESIN TANAM PINDAH BIBIT PADI DALAM RANGKA MENGATASI KELANGKAAN TENAGA KERJA TANAM BIBIT PADI,September 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.