.

Sabtu, 24 September 2016

Analisis dan Pengukuran Produktivitas Sektor Industri di Jawa Barat


Abstrak

Pentingnya arti produktivitas dalam meningkatkan kesejateraan nasional telah disadari secara universal. Peningkatan produktivitas organisasi harus didahului dengan peningkatan kinerja sumber daya manusia.
Untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia itu, gaji, upah, dan imbalan harus dikaitkan dengan prestasi dan tingkat produktivitas. Untuk mengenali tingkat produktivitas di masing-masing wilayah, dan bagaimana tingkat upah yang berlaku mempengaruhi produktivitas, terutama di sektor industri, maka diperlukan metode evaluasi yang sesuai dengan keperluan pengambil keputusan, baik untuk pemerintah daerah maupun investor. Metode evaluasi yang akan dikembangkan ini bertujuan untuk mengukur tingkat produktivitas relatif daerah (kabupaten dan kota) dan menganalisis pengaruh tingkat upah terhadap produktivitas tenaga kerja sektor industri di Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian, didapat bahwa Kabupaten Tasikmalaya, merupakan kabupaten/kota yang mempunyai indeks produktivitas tertinggi setiap tahunnya. Sedangkan Kota Cirebon memiliki indeks produktivitas terendah. Selain itu perbandingan antara tingkat produktivitas dan tingkat upah yang diterima di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat banyak mengalami kesenjangan.
Kata kunci: Produktivitas, dan Tingkat Upah

Pendahuluan

Sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai mengalami perubahan dari sektor pertanian ke sektor industri. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Kondisi ini, antara lain, ditandai dengan adanya penurunan lapangan kerja di sektor pertanian dan peningkatan lapangan kerja di sektor industri. Hal ini terlihat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, ada pergeseran struktur ekonomi yang signifikan.
Pada tahun 1993 peranan sektor pertanian tercatat sebesar 20,51 persen turun menjadi 15,58 persen tahun 2002 terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sebaliknya, peranan sektor industri mengalami perkembangan yang cukup pesat dari 22,81 persen, tahun 1993, menjadi 37,29 persen tahun 2002. Perkembangan sektor industri juga diikuti oleh semakin berkembangnya sektor tersier, khususnya di bidang perdagangan dan jasa-jasa, yaitu masing-masing mempunyai kontribusi sebesar 14,40 persen dan 8,78 persen (BPS Propinsi Jawa Barat, 2002 : 1). Besarnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya di Jawa Barat.
Salah satu faktor produksi yang berkaitan langsung dengan terjadinya perubahan tersebut adalah sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia Indonesia sangat besar, berasal dari kurang lebih 213 juta penduduk. Potensi yang besar tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional.

Rumusan Permasalahan :

  • Belum tersedianya data produktivitas tenaga kerja sektor industri di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat.

  • Belum tersedianya data yang menunjukkan kabupaten/kota mana yang memerlukan perbaikan tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang dikaitkan dengan tingkat produktivitasnya, terutama di sektor industri.


Tujuan Penelitian :

  • Mengukur tingkat produktivitas relatif tenaga kerja sektor industri di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat dari tahun 1993 sampai 2003.
  • Menganalisis trend/kecenderungan tingkat upah dan tingkat produktivitas tenaga kerja sektor industri setiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat


Pengertian Produktivitas


Dewasa ini, produktivitas mendapat banyak perhatian apakah itu dari kalangan pengusaha maupun pemerintah, karena peranan peningkatan produktivitas dalam rangka pembangunan suatu negara sangatlah penting, sebab banyak negara mengakui bahwa produktivitas adalah kunci menuju kemakmuran, karena makin tinggi produktivitas maka makin banyak barang-barang dan jasa-jasa dapat dihasilkan.
Masukan (input) yang digunakan dalam suatu proses produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, keahlian dan teknologi. Dari berbagai macam input (faktor produksi) ini, maka perhitungan produktivitas dapat dilakukan secara bersama-sama, yang disebut dengan produktivitas total, maupun perhitungan untuk masing-masing faktor produksi yang disebut dengan produktivitas parsial.
Hasil penelitian dan pembahasan
Pada dasarnya, perhitungan produktivitas merupakan perbandingan output terhadap input, maka input dan output itu harus ditentukan. Tahap ini sangat penting dalam perhitungan produktivitas, karena faktor input dan output yang jelas serta benar sangat menentukan hasil perhitungan, di mana diharapkan dapat mencerminkan situasi sebenarnya.
Data input dalam penelitian ini dinyatakan dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri. Data ini diperoleh dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survey Angkatan Kerja Daerah (Sakerda), dan Jawa Barat Dalam Angka. Data ini diambil dari tahun 1993 sampai 2003.
Data output dalam penelitian ini dinyatakan oleh nilai tambah sector industri. Data ini diperoleh dari PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha yang dipublikasikan atas kerjasama Badan Perencanaan Daerah Propinsi Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. Data ini diambil dari tahun 1993 sampai 2003.
Setelah dilakukan perhitungan, maka didapat nilai produktivitas setiap daerah setiap tahunnya. Hasil perhitungan tersebut diringkas pada Tabel IV.1

Berdasarkan data yang telah diklasifikasikan dan kemudian telah dihitung menurut rumusan yang dikemukakan, maka diperoleh nilai-nilai produktivitas tenaga kerja sektor industri di Jawa Barat. Untuk lebih mudah menganalisis dan memahami pola perkembangan tingkat produktivitas tenaga kerja ini, maka perhitungan-perhitungan yang disajikan adalah dalam bentuk grafik.
Mengubah angka absolut menjadi angka indeks dilakukan untuk keperluan agar dapat menganalisis sejauh mana kesenjangan antara kedua indikator tersebut telah terjadi. Apabila tingkat upah yang diterima lebih besar dari tingkat produktivitas, maka antara kedua indikator tersebut telah terjadi ketidakseimbangan. Artinya, tingkat produktivitas yang dihasilkan adalah rendah.
Perubahan yang dilakukan dari angka absolut menjadi angka indeks telah dilakukan perhitungan dan disajikan pada tabel IV.2 dan IV.3 berikut ini.


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh suatu gambaran kabupaten/kota mana yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, menengah, dan rendah terlihat pada Gambar IV.1.

Dari gambar dan tabel di atas dapat dilihat bahwa daerah yang mempunyai produktivitas tinggi, menengah, atau rendah, tidak dipengaruhi oleh letak geografis ataupun daerah yang membatasinya. Misalnya, dapat dilihat di Kabupaten Sukabumi. Daerah ini mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi, tetapi lain halnya dengan Kota Sukabumi yang mempunyai tingkat produktivitas yang rendah. Begitu pula Kabupaten Bekasi dengan Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi tetapi tidak dengan Kota Bekasi yang mempunyai tingkat produktivitas yang rendah. Selain itu, Kabupaten Ciamis mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi sedangkan Kabupaten Tasikmalaya mempunyai tingkat produktivitas yang rendah, sama halnya Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan:


  • Tingkat produktivitas relatif tenaga kerja sektor industri setiap kabupaten/kota di Jawa Barat setiap tahunnya berbeda-beda tergantung dari nilai output dan dan input nya. Dari hasil perhitungan, diperoleh Kabupaten Purwakarta, Sukabumi, Bekasi, Ciamis, Subang, Bogor dan Kota Bandung, mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Kabupaten Cianjur, Kuningan, Sumedang, Majalengka, Indramayu, Kota Bogor, dan Kota Cirebon merupakan daerah yang mempunyai tingkat produktivitas menengah. Tingkat produktivitas rendah ada di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Karawang, Cirebon, Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Sukabumi.
  • Kabupaten Purwakarta merupakan daerah yang mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan stagnan dari tahun 2000 sampai 2003. Hal ini disebabkan karena telah dibukanya kawasan industri Kota Bukit Indah. Selain itu, adanya kenaikan nilai tambah yang tinggi tidak disertai dengan naiknya jumlah tenaga kerja, sehingga kabupaten ini mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi.
  • Kota Sukabumi merupakan daerah yang mempunyai tingkat produktivitas yang rendah dan stagnan dari tahun 1998 sampai 2003. Kota ini mengalami penurunan nilai tambah yang tidak disertai dengan peningkatan keterampilan, pengetahuan tenaga kerjanya. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja bertambah tetapi nilai tambahnya berkurang.
  • Dari tahun 1993 sampai 2003, menunjukkan bahwa perbandingan antara tingkat produktivitas dan tingkat upah yang diterima di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat banyak mengalami kesenjangan. Tingkat upah yang diterima di beberapa daerah berada di atas tingkat produktivitas yang disumbangkan. Dengan kata lain, tingkat produktivitas tenaga kerja sektor industri di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat masih terlihat rendah.
  • Kabupaten/kota yang mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan tingkat upah rendah adalah Kabupaten Bekasi dan Kota Cirebon. Artinya, tingkat produktivitas yang diberikan tidak sesuai dengan tingkat upah yang diterima oleh para tenaga kerja di daerah tersebut dan hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah setempat.
  • Kota Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kota Bogor dan Kota Bandung, merupakan daerah yang mempunyai kesenjangan yang kecil atau hampir seimbang antara tingkat produktivitas yang disumbangkan dengan tingkat upah yang diterima. Hal inilah yang merupakan kondisi yang ideal.
  • Tinggi rendahnya tingkat produktivitas tidak dipengaruhi oleh letak geografis, ataupun daerah yang membatasinya, terlihat dari beberapa daerah yang berbatasan tidak mempunyai tingkat produktivitas yang sama.



Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi perkembangan kabupaten/kota di Jawa Barat. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

  • Kabupaten/kota yang telah beroperasi secara produktif, hendaknya dapat mempertahankannya dan lebih meningkatkan performance daerah tersebut.
  • Daerah yang belum beroperasi secara produktif, hendaknya meninjau kembali penggunaan input yang digunakan dan selalu berusaha untuk meningkatkan output. Peningkatan output tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan sumber daya yang ada, misalnya dengan terus menerus mengadakan peningkatan pelatihan dan ketrampilan. Selain itu, perlu disusun suatu strategi untuk menarik para investor agar menanamkan modalnya pada perusahaan di daerah tersebut. Hal ini akan menambah output yang dihasilkan.
  • Daerah yang mengalami kesenjangan yang tinggi antara tingkat upah yang diterima dengan tingkat produktivitas yang disumbangkan, di mana tingkat upah lebih tinggi agar terus melakukan peningkatan sumber daya manusia yang bergerak di sektor industri ini.
  • Daerah yang tingkat produktivitasnya tinggi dan tingkat upah yang diterimanya rendah, kepada Pemerintah Daerahnya agar meninjau kembali keputusan dalam hal penetapan tingkat upah yang diberikan.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik 2002. Tinjauan Ekonomi Propinsi Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Daerah Propinsi Jawa Barat 1993 – 2003. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/Kota di Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik. 2002. Survey Industri Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Upah..
Badan Pusat Statistik. 1993-2003. Jawa Barat Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik. 1993-2003. Kabupaten/Kota Dalam Angka.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat. 1993 – 2003. Survey Angkatan Kerja Daerah (Sakerda).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat. 1993 – 2003. Survey Ekonomi Sosial Nasional (Susenas).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat. 1993 – 2000. Perkembangan Upah Minimum Regional Propinsi Jawa Barat.
Drucker, Peter F. 1980. The Age of Productivity. London : Wiliam Heinemann. Gasperz, V 1998. Manajemen Produktivitas Total. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Propinsi Jawa Barat. 2001-2003. Keputusan Gubernur Jawa Barat, Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Propinsi Jawa Barat.
Hidayat. 1987. Peningkatan Produktivitas Perusahaan berdasarkan Pendekatan Produktivitas Total. Jakarta : Berita Pasar kerja, Departeman Tenaga Kerja.
Manullang. 1989. Peranan Perhitungan Produktivitas dan Kebijaksanaan yang Diambil. Jakarta : Berita Pasar Kerja Departemen Tenaga Kerja.
Puti Renosori. 2003. Pengukuran Produktivitas Relatif Daerah TK. II di Jawa Barat Tahun 1992 – 200. Bandung : LPPM Universitas Islam.
Ruky, Achmad. 2002. Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Karyawan Perusahaan,. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sinungan, M. 2003. Produktivitas, Apa dan Bagaimana Bandung : Penerbit Angkasa.
Sjaiful 1985. Upah dan Produktivitas, dalam Produktivitas dan Mutu Kehidupan. Jakarta. Penerbit Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas.
Id.portalgaruda.org. 24-10-2016 . http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=134803

Biodata penulis :
Nova Bahrudin 41615110021, Kuningan 061194, Universitas Mercubuana. Teknik Industri  

2 komentar:

  1. @C26-CITRA

    dari artikel ini kita dapat mengetahui bahwa Tinggi rendahnya tingkat produktivitas dipengaruhi oleh banyak hal namuntidak dipengaruhi oleh letak geografis, ataupun daerah yang membatasinya, terlihat dari beberapa daerah yang berbatasan tidak mempunyai tingkat produktivitas yang sama.

    BalasHapus
  2. Dwi Muji Abako @C18-muji
    Dengan membaca artikel ini dapat diketahui produktivitas dari masing - masing kota dari input dan output dari masing - Mading daerah, dan letak geografis tidak begitu mempengaruhi dari produktivitas tiap daerah

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.