A. Judul Penelitian
Penerapan peraturan pemerintah no. 50 tahun
2012 tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja untuk
meningkatkan kinerja industri tekstil
B.
Penulis
Dr. Paulus Sukapto, Ir., MBA. (Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Dr. Harjoto Djojosubroto (Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi
Industri Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
C.
Nama Jurnal
Engineering Science Vol 2 (2013),
Universitas Katolik Parahyangan, dalam link:
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=135152
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=135152
D.
Latar
Belakang Masalah
Catatan ILO
menunjukkan bahwa tiap tahun dua juta orang meninggal dan 270 juta orang cidera akibat kercelakaan kerja yang terjadi
di seluruh dunia. Perkembangan kecelakaan di negara maju (negara industri) dari
waktu ke waktu menunjukkan penurunan. Sebaliknya kecelakaan kerja di negara
berkembang justru makin tinggi. Hal ini disebabkan di negara berkembang banyak
industri padat karya sehingga lebih banyak keryawan yang terpapar pada potensi
bahaya [ILO,2003]. Selain itu banyak perusahaan di negara berkembang yang
dinilai kurang mampu mengidentifikasi pontensi bahaya di tempat kerja
[Hämäläinen, et al., 2006].
Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Menaketrans) pada Upacara
Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional dan Pernyataan dimulainya Bulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun 2012 di Jakarta menyatakan bahwa
di Indonesia 20 dari 100.000 tenaga kerja telah meninggal akibat kecelakaan
kerja fatal. Tingkat keparahan kecelakaan kerja diseluruh dunia pada umumnya
dan di Indonesia pada khususnya masih cukup tinggi. Menurut Menteri, tingginya
kecelakaan kerja disebabkan perusahaan belum sepenuhnya menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Mengacu pada perhitungan oleh
International Labour Organization (ILO) Menakertrans menyatakan bahwa kerugian
akibat kecelakaan kerja di negara berkembang mencapai 4% dari GNP
[Menakertrans, 2012].
Salah satu
industri yang perlu mengembangkan lingkungan kerja yang makin produktif dan
efisien adalah industri tekstil. Dewasa ini produk tekstil Indonesia berada
dalam kondisi sulit karena menghadapi persaingan dengan produk impor. Di era
menjelang pertengahan hingga akhir abad duapuluh, selama lebih dari lima
dasawarsa, kabupaten Bandung adalah sentra industri tekstil Indonesia. Dukungan
alat tenun mesin moderen dan berkembangnya berbagai bahan celup dan finishing
yang tersedia, menghasilkan produk dan mutu produk tekstil meningkat dengan
tajam. Akan tetapi perkembangan tersebut juga berakibat meningkatnya risiko bahaya
(hazard) di tempat kerja, sehingga kecelakaan kerja cenderung meningkat. Dengan
demikian sistem manajemen keselamatan kerja pada industri tekstil harus
tercermin dari kemampuan mencegah kecelakaan di tempat kerja.
E.
Masalah
Penelitian
Sebagian
besar kecelakaan terjadi karena dua hal, yaitu rendahnya kesadaran karyawan
dalam menggunakan alat pelindung diri dan kurangnya pengawasan dan pembinaan K3
oleh pengusaha (manajemen).
F.
Tujuan
Penelitian
Tujuan utama
penelitian ini akan difokuskan pada memahami mengenai bagaimana persepsi dan
implementasi aspek keselamatan pada industri tekstil. Data yang diperoleh dari
kunjungan lapangan, misalnya kondisi tempat kerja, perilaku karyawan dan kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja, akan dikaitkan dengan potensi bahaya di suatu
tempat kerja (departemen). Dari kaitan ini akan dapat ditunjukkan apakah
kondisi tempat kerja tersebut memenuhi syarat keselamatan. Bila tidak memenuhi
syarat keselamatan maka akan diidentifikasi upaya yang dilakukan oleh pihak
industri dan karyawan (sistem) agar aspek keselamatan dapat ditingkatkan.
G.
Metode
Solusi
masalah keselamatan kerja yang dibahas dalam penelitian ini dilandasi oleh data
yang diperoleh dari observasi dan survey pada kunjungan ke tempat kerja,
diskusi dengan berbagai pihak terkait, dan jawaban atas kuesioner yang
dibagikan kepada para personil, terutama operator, dalam industri tekstil.
Dalam kunjungan ke tempat kerja, perhatian difokuskan pada kondisi keselamatan
dan tindakan karyawan (operator) dalam melaksanakan tugas di tempat kerja. Hal
ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran secara menyeluruh mengenai peran unsur
organisasi, teknis dan operator di tempat kerja. Selain itu ditinjau
perkembangan kecelakaan yang pernah terjadi selama jangka waktu tertentu
(misalnya satu tahun atau lebih) dan upaya yang dilakukan setelah terjadi kecelakaan
pada masing-masing industri tekstil. Kuesioner antara lain berisi persepsi para
operator mengenai kondisi keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Agar dapat
mengungkapkan hal tersebut maka yang pertama disimak adalah struktur
organisasi, yang di antaranya dikaitkan dengan pelaksanaan pasal 87
Undang-undang No. 13 tahun 2003 [UU 13/2003]. Tugas, fungsi dan tata kerja
antar lini dalam pelaksanaan kegiatan rutin harian diteliti dari sudut pandang
keselamatan. Perhatian utama adalah meninjau , berdasarkan Pola Manajemen
Tradisional, upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk secara optimal menjamin
keselamatan kerja para karyawan, kemudahan proses penelusuran bila terjadi
kecelakaan, prosedur standar yang jelas bila terjadi keadaan darurat dan
tindakan dalam mempertahankan kondisi selamat di tempat kerja.
H.
Hasil
Penelitian
Sebagai
telah dikemukakan pada Bab III, evaluasi keselamatan kerja pada tiga industri
tekstil pertama dilakukan berdasarkan pendekatan manajemen tradisional. Pada
manajemen tradisional, penyebab kecelakaan adalah berbagai kegagalan yang
terjadi pada sub sistem, misalnya kegagalan teknis dan operator. Tindakan
korektif hanya dilakukan agar kegagalan pada berbagai sub sistem tidak terjadi
lagi dan difokuskan pada peristiwa kecelakaan itu sendiri serta menyalahkan
individu operator yang terlibat dalam kecelakaan [Fleet 2004, Smith 2010]. Hal
ini berarti bahwa keselamatan di tempat kerja hanya bergantung pada keandalan
sub sistem tersebut. Kecelakaan terutama disebabkan oleh tindakan tidak selamat
oleh operator. Berbeda dengan manajemen tradisional, evaluasi berdasarkan ergonomi
makro adalah suatu solusi masalah berdasarkan pendekatan sistem sosioteknik.
Tujuan ergonomi makro adalah menciptakan sistem kerja yang harmonis dan sesuai
dengan karakteristik sistem sosioteknis di tempat kerja. Ergonomi makro
dilaksanakan dengan melibatkan karyawan dari semua tingkat organisasi.
I.
Review/Komentar
Dari Jurnal
yang telah saya baca, masih banyak industri tekstil yang masih sama sekali
belum menerapkan SMK3. Dengan SMK3 maka peningkatan keselamatan kerja
diselesaikan dengan pendekatan sistem. Keterlibatan karyawan dalam solusi
masalah keselamatan akan meningkatkan motivasi mereka dalam upaya untuk
engeliminasi dan mereduksi potensi bahaya. Desain sistem K3 yang dikembangkan
dalam penelitian ini terdiri atas sistem tempat karyawan berperan dalam
identifikasi potensi bahaya dan berperanserta dalam solusi masalah keselamatan
kerja. Akan tetapi pihak manajemen masih kurang mendukung dalam melaksanakan
SMK3 sebagai yang diamanatkan oleh PP 50 tahun 2012.
J.
Abstrak
Jurnal
Pada
industri tekstil yang telah dikunjungi dicoba untuk mengintroduksikan desain
sistem keselamatan kerja karyawan di Departemen Weaving pada saat memasang beam
tying. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh data bahwa secara
keseluruhan pada tahun 2012 terjadi 15 kecelakaan, dan sampai dengan bulan
Agustus 2013 terjadi 59 kecelakaan kerja. Hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa potensi kececelakaan kerja dengan cidera berat adalah pada
saat memasang beam tying di Departemen Weaving. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan
kerja yang ada maka perlu dibuat suatu konsep disain yang melibatkan kontribusi
pihak karyawan dan manajemen, atau dengan pendekatan participatory ergonomics.
Proses desain ini menggunakan metode job hazard analysis yaitu suatu metode
yang mengidentifikasi dan menganalisis bahaya yang terjadi di tempat kerja. Konsep
desain yang diusulkan adalah sistem K3 di Departemen Weaving dan dibentuk
organisasi K3 yang terintegrasi dengan organisasi manajemen perusahaan sehingga
terbentuk Sistem Manajemen K3 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun
2012.
K.
Daftar
Pustaka
Bazyl, M.W.,
Makuch, M.W., (2008), Employee Direct Participation in Organisational Decisions
and Workplace Safety, J. Occup. Safety Ergon. 14 (4), 367-378.
Buckle, P.,
(2005), Ergonomics and Musculoskeletal Disorders: Overview, Occ. Med., 55,
164-167
Brauer,
R.L., (2006), Safety and Health for Engineers, 2nd ed., John Wiley & Sons,
Inc., Hoboken, New Jersey, 239-246.
Brown Jr,
O., (2002), Macroergonomics Methods: Participation, dalam Hendrick, H.W.,
Kleiner, B.M., eds., Macroergonomics, Theory, Methods, and Applications, CRC
Press
Depnakertrans
(2009), Studi Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Kepa-tuhan Pengusaha
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan, Executive Summary <http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,35,naker>,
(diunduh 30-5-2012).
ILO, (2003),
Safety in Numbers. Pointers for a Global Safety Culture at Work, International
Labour Office, Geneva, 27 pp.
Menkes,
(2002), Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/Sk/Xi/
2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.