Semakin hari, manusia modern semakin rentan terhadap
penyakit dengan bakteri sebagai sumbernya. Banyaknya media penyebaran yang kita
temui setiap hari memicu tubuh dengan sistem imun yang rendah untuk terjangkit
dengan mudah.
Antibiotik atau antibakteri hadir sejak tahun 1930-an
untuk melawan bakteri penyebab penyakit. Dosis yang tepat dengan anjuran dokter
harusnya sudah pas untuk melumpuhkan bakteri dan menghentikan reproduksinya
dalam organ tubuh yang terjangkit.
Namun, penggunaan ‘tanggung’ karena minimnya informasi
dan terlena dengan gejala sakit yang mulai hilang, biasanya resep antibiotik
tidak dihabiskan. Bakteri yang belum sepenuhnya mati akan bermutasi dan kebal
akan dosis antibiotik yang dikonsumsi pasien. Bukannya sembuh tapi malah
menumbuhkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
Mutasi bakteri ini merupakan mimpi buruk bagi manusia,
khususnya para staf medis. Masa efektif antibiotik juga akan berakhir jika
bakteri sudah menunjukan resistensi pada jenis antibiotik tertentu dengan dosis
maksimal. Pada tingkat ini, bakteri tersebut sudah disebut ‘superbug’.
Setelah teixobactin ditemukan awal
2015 lalu oleh sekumpulan peneliti dari University of Northeastern di Boston,
AS, baru-baru ini para ilmuan dari University of Tuebingen, German, tidak mau
kalah dengan mengemukakan adanya penemuan antibiotik baru yang dapat
melawan superbug.
Berbeda dengan teixobactin yang
diproduksi Eleftheria terrae yang ditanam dalam tanah, sumber
antibiotik ini tidak lain adalah bakteri yang hidup dalam hidung manusia.
Seperti dilansir oleh jurnal ilmiah Nature,
Andreas Peschel, pemimpin penelitian tersebut mengatakan bahwa salah satu
bakteri patogen penyebab beberapa penyakit, Stapphylococcus aureus,
ternyata hidup dalam hidung 30% populasi dunia. Sedangkan bagi hidung manusia
yang tidak ‘dihinggapi’ Stapphylococcus aureus ini bersemayam
bakteri rivalnya.
Bakteri yang memiliki kode genetik lugdunin ini
kemudian disebut dengan Stapphylococcus lugdunensis. Hasil riset mengemukakan
keberhasilan Stapphylococcus lugdunensis dalam melawan
infeksi Stapphylococcus aureus pada kulit dengan sampel
percobaan tikus.
Infeksi sembuh dengan tidak meninggalkan bakteri
penyebab sama sekali. Stapphylococcus lugdunensis ini juga
dipercaya dapat menyembuhkan infeksi MRSA (Methicilin-resistant
Stapphylococcus aureus) yang menyerang tulang, paru, bahkan jantung.
Tak diayal bahwa hasil riset ini membawa cahaya baru
bagi dunia medis. Dengan ditemukannya satu sumber antibiotik baru dalam tubuh
manusia membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut mengenai ribuan variasi
bakteri yang tinggal dengan kita. Namun demikian akan memakan waktu lebih untuk
melakukan uji coba nyata pada manusia yang terkena infeksi, dan mempatenkan
antibiotik ini sebagai obat baru yang ampuh.
Daftar pustaka
- Thompson, Avery. “The Superbug-Beating Antibiotics May Come From Your
Nose”. 08 September 2016, pkl. 17.10.
- “Jangan Sembarangan Mengonsumsi Antibiotik”. 08 September 2016, pkl.
17.20.
- BBC. “Antibiotik jenis baru ditemukan dari persaingan bakteri hidung”.
08 September 2016, pkl. 17.40.
- S, Deddy. “Sumber Antibiotik Ada di Hidung Kita”. 08 September 2016,
pkl. 17.45.
- Syah, Efran. “Apa yang Dimaksud Antibiotik? Apakah Aman?”. 08
September 2016, pkl. 17.45.
- Wikipedia. “Antibiotik”. 08 September 2016, pkl. 17.50.
- BBC. “25 Jenis Antibiotik Baru Ditemukan”. 08 September 2016, pkl.
20.21.
- Wikipedia. “Teixobactin”. 08 September 2016, pkl. 20.27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.