Judul : Mengidentifikasi bahaya
kecelakaan kerja menggunakan Job Safety Analysis
Nama Penulis : Pandu Martino (Universitas Diponegoro)
Dyah Ika Rinawati
(Universitas Diponegoro)
Rani Rumita (Universitas Diponegoro)
Nama Jurnal : Analisis identifikasi bahaya kecelakaan kerja
menggunakan Job Safety
Analysis (JSA) dengan pendekatan
Hazard Identification, Risk Assessment
And Risk Control (HIRARC)
di PT. Charoen Pokphand
Indonesia-Semarang, Vol.
4, No 2 Tahun 2015
Latar Belakang
Penerapan
teknologi maju di dalam proses produksi sampai saat ini telah semakin intensif, sehingga efek samping yang berupa faktor fisik yang ditimbulkan juga semakin beraneka ragam diantaranya suhu ekstrim, kebisingan, getaran,
radiasi, penerangan di tempat kerja serta tekanan udara ekstrim. Untuk mengontrol
bahaya-bahaya kesehatan dan bahaya-bahaya keselamatan maka harus ada manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja untuk mengurangi potensi bahaya yang akan diterima
oleh pekerja.
Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan
perusahaan, tetapi dapat menggangu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas
(Tresnaningsih,2009).
Perusahaan
tersebut sudah memiliki sistem manajemen K3, tetapi masih terdapat angka kecelakaan
yang terjadi diperusahaan tersebut. Kecelakaan kerja yang terjadi tentu memberi
dampak bagi perusahaan yang dapat dikategorikan atas kerugian langsung dan
tidak langsung. Kerugian langsung misalnya cidera pada tenaga kerja. Cidera ini
akan mengakibatkan tidak mampunya menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi
produktifitasnya. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat
seperti, jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara waktu untuk
membantu korban yang cidera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakaan atau
penyelidikan kejadian. Hal ini bisa
terjadi karena sistem manejemen K3 tersebut belum terintegrasi dan tidak
berbasis manajemen risiko sehingga penerapan manajemen risiko tidak berjalan
dengan efektif.
Perusahaan
tersebut belum melakukan identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko dengan
baik dan komprehensif sehingga belum mampu mendeteksi semua potensi dan isu K3
yang ada dalam perusahaan. Dalam mendeteksi semua potensi bahaya kecelakaan
kerja perlu adanya identifikasi bahaya dalam setiap aktivitas proses produksi di
perusahaan tersebut. Untuk mengidentifikasi bahaya menggunakan metode Job
safety analysis (JSA) teknik ini bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menganalisa
bahaya dalam suatu pekerjaan.
Landasan
Teori
Menurut
Jafari (2014) Job Safety Analysis adalah suatu studi yang sistematis suatu pekerjaan
yang seharusnya untuk mengidentifikasi potensi bahaya, evaluasi bobot risiko,
dan metode kontrol untuk mengatur risiko yang dikenali.
Menurut
Dumitran dan Onutu (2010) risiko adalah kemungkinan dari dampak merugikan yang terjadi pada waktu periode tertentu dan keduanya
setiap kali bersifat sama. Untuk meminimalisasi potensi bahaya yang ada maka
diperlukan identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko (HIRARC-Hazard Identifikacion,
Risk Assessment, Dan Risk Control) sebagai salah satu langkah dalam manajemen
risiko.
Keselamatan
kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan atau kegiatan hidup lainnya. Pengertian
keselamatan kerja memang sudah seharusnya dipahami secara umum oleh seluruh
pekerja. Aspek keselamatan kerja memang harus dipahami semua orang sebab dalam konteksnya,
keselamatan kerja ini mencoba untuk mencegah terjadinya kejadian negatif dalam
kehidupan setiap orang. Pada setiap aspek kehidupan, kejadian negatif atau
selanjutnya kita sebut sebagai kecelakaan dapat saja terjadi.
Ada
dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja antara lain:
·
Perilaku yang tidak aman
·
Kondisi lingkungan yang tidak aman
Meski
demikian, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi hingga menyebabkan keselamatan
kerja terganggu, hingga saat ini lebih diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman
dengan faktor sebagai berikut:
1. Tidak
hati-hati.
2. Tidak
mematuhi peraturan.
3. Tidak
mengikuti standart prosedur kerja
4. Tidak
memakai pelindung diri
5. Kondisi
badan yang lemah
Presentase
penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan,
seperti bencana alam. Faktor lain yang mengganggu keselamatan kerja 24% disebabkan
lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% karena perilaku
yang tidak aman. Tentu saja, cara yang paling efektif untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman
yang telah disebutkan diatas. Oleh karena itu, harus diambil tindakan yang
tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep
keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.
Tujun
Penelitian
Mengidentifikasi
dan menganalisa bahaya dalam suatu pekerjaan. Penilaian risiko menggunakan
metede semi kuantitatif dengan menggunakan risk matrik yang menyatakan level
risiko yang dimiliki setiap langkah pekerjaan meliputi level sangat tinggi, tinggi,
sedang, dan ringan. Pada risiko sangat tinggi ditemukan 1 potensi bahaya yaitu
risiko tabrakan baik dengan orang, objek atau pun benda maupun kendaraan dalam
pengoprasian forklift, untuk risiko tinggi ditemukan 7 potensi bahaya yaitu
risiko menghirup debu material, kebisingan, mata terkena material halus,
terbakar saat pengelasan, tergores peralatan yang tajam, material mudah
terbakar dan luka akibat terjepit pallet.
Sedangkan, untuk pengendalian risiko menggunakan eliminasi,substitusi,
pengendalian teknis, pengendalian administratif dan APD.
Metode
Penelitian
Metodelogi
penelitian merupakan tahapan-tahapan penelitian yang harus ditetapkan lebih
dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah sehingga
penelitian dapat dilakukan dengan terarah, terencana, sistematis, dan
memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang ada. Langkah-langkah dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pada
tahap identifikasi bahaya dapat diketahui dengan berbagai sumber antara lain
dari peristiwa kecelakaan yang pernah terjadi, pemeriksaan ketempat kerja dan
melakukan wawancara dengan pekerja dilokasi kerja. Identifikasi bahaya menggunakan Job Safety
Analysis (JSA).
Evaluasi
kendali pada penilaian risiko terdapat dua tahapan yaitu analisa risiko dan evaluasi
risiko. Analisa risiko adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang merupakan
kombinasi antara kemungkinan terjadinya (kemungkinan atau likelihood) dan keparahan
bila risiko tersebut terjadi (severity (S) atau consequences (L)). Pembobotan
nilai dari tingkat keparahan dan
tingkat keseringan diambil berdasarkan
wawancara dan kuisioner dengan pekerja
berpengalaman yang berkerja di lokasi kerja. Dari hasil tersebut selanjutnya dikembangkan matrik
atau peringkat risiko yang mengkombinasikan antara kemungkinan dan keparahannya. Menurut Pickering dan Cowley (2010) risk
matrix memberikan bentuk untuk apa yang dibutuhkan dalam menampilkan dua hubungan
variabel antara likelihood dan consequence dimana keduanya memiliki hubungan
dengan risiko. Tahapan berikutnya setelah
melakukan
analisa risiko adalah melakukan evaluasi risiko. Evaluasi risiko adalah untuk menilai
apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan membandingkan terhadap
standar yang berlaku, atau kemampuan organisasi untuk menghadapi suatu risiko. Semua
risiko yang telah diidentifikasi dan dinilai tersebut harus dikendalikan,
khususnya jika risiko tersebut dinilai memiliki dampak signifikan atau tidak
dapat diterima.
Hasil
dan Pembahasan
Secara
umum tahapan proses produksi pakan ternak di PT Charoen Pokphand dibagi menjadi
tujuh yaitu tahapan di area gudang, tahapan di area silo, tahapan di area
intake, tahapan diarea milling, tahapan di area mixing, tahapan di area
pelleting dan tahapan diarea packing.
Evaluasi
risiko adalah untuk menilai apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan
membandingkan terhadap standar yang berlaku, atau kemampuan organisasi untuk
menghadapi suatu risiko. Pada tahapan ini potensi bahaya yang perlu dilakukan tindakan
pengendalian adalah yang berada pada area merah dan oranye.
1. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya tabrakan baik
dengan orang, objek ataupun benda maupun
kendaraan dalam pengoperasian forklift dapat menggunakan prosedur atau panduan
sebagai langkah mengurangi risiko. Penggunaan APD ini disarankan bersamaan
dengan penggunaan alat pengendalian lainya.Pengendalian APD yang digunakan
dalam pengoperasian mesin forklift adalah penggunaan helm, sarung tangan dan
sepatu keamanan dianjurkan untuk digunakan dalam mengurangi risiko cidera ketika
pekerja menjalankan mesin forklift.
2. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya menghirup debu dapat dilakukan dengan memberikan
pelatihan dan pendidikan bahaya dan dampak menghirup debu, dimaksudkan agar
pekerja lebih dini mengetahui faktor bahaya yang ada serta mengubah kebiasan
buruk menjadi baik dan hal ini ditekan pada sikap mental pekerja. Alat
pelindung diri dapat dilakukan untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan
APD pada potensi bahaya menghirup debu ini pekerja disarankan menggunakan
masker ketika bekerja.
3. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya kebisingan dapat dilakukan dengan mengurangi waktu paparan
pekerja terhadap bising, dengan merotasi dan menyusun jadwal kerja berdasarkan
perhitungan dosis paparan sesuai nilai ambang batas serta pemeriksaan kesehatan
awal, berkala maupun pemeriksaan kesehatan secara khusus. Pemakaian APD berupa
ear plug wajib dipakai para tenaga kerja yang berada pada area yang mempunyai
intensitas kebisingan
tinggi.
4. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya mata terkena material dapat dilakukan dengan
memberikan pelatihan dan pendidikan bahaya dan dampak iritasi pada mata. APD
yang dapat digunakan berdasarkan risiko mata kemasukan debu atau material
partikel-partikel yang melayang diudara disarankan menggunakan alat pelindung
mata atau kaca mata pengaman.
5. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya terbakar saat pengelasan dapat dilakukan menggunakan
pengendalian dengan prosedur. Pengendalian risiko dengan menggunakan APD yang digunakan
untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja adalah dengan menggunakan perlangkapan
sebagai berikut welding helmet, apron, sarung tangan las, kacamata safety, pemadam
api / APAR, fire blanket.
6. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya tergores peralatan yang tajam dapat dilakukan dengan
mengubah peralatan perkakas tangan yang aman dan nyaman untuk digunakan, memberikan
pelatihan dan pendidikan bahaya dan dampak penggunaan perkakas tersebut. APD
pada potensi bahaya tergores perlatan tajam ini, pekerja disarankan menggunakan
sarung tangan dan sepatu safety untuk terhindar dari luka gores pada alat kerja
pada tangan dan kaki ketika berkerja.
7. Pengendalian
risiko pada potensi bahaya kebakaran dapat dilakukan dengan prosedur atau panduan sebagai langkah mengurangi
risiko.
8. Potensi
bahaya luka akibat terjepit pallet ini dapat dikendalikan dengan cara menghilangkan
peralatan yang dapat menimbulkan bahaya. Pada pengendalian ini dapat dilakukan
dengan tidak diizinkan menggunakan perkakas gancu untuk memindah pallet karena
gancu bukan alat yang digunakan sebagai alat bantu untuk mengangkat, menurunkan
maupun memindahkan benda-benda yang berat. Jika masih terdapat pekerja yang
masih melakukan aktivitas tersebut maka perlu diberikan sanksi berupa teguran
secara lisan. Mengurangi penanganan barang atau material secara manual khususnya
memindahkan benda-benda berat dengan cara memanfaatkan alat-alat bantu seperti
forklift atau penggunaan alat katrol jika ada. Penggunaan APD yang
direkomendasi untuk potensi bahaya terjepit ini adalah penggunan sarung tangan
dengan jenis bahan sarung tangan mengunakan kulit yang dilapisi dengan logam
kromium.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan di area produksi pakan ternak PT Charoen Pokphand
Indonesia, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Risiko-risiko
yang ditemukan pada tujuh area kerja yang dianalisis dengan menggunakan form
job safety analysis (JSA)
2. Dari
matriks risiko yang mengkombinasikan antara kemungkinan dan keparahan diketahui
bahwa
terdapat 8 potensi bahaya yaitu risiko tabrakan baik dengan orang, objek atau
pun benda maupun kendaraan dalam pengoprasian forklift, risiko menghirup debu material,
kebisingan, mata terkena material halus, terbakar saat pengelasan, tergores
peralatan yang tajam, material mudah terbakar dan luka akibat terjepit pallet
sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan.
3. Pengendalian
risiko dapat dilakukan pengendalian administrasi yaitu dengan memberikan
prosedur dan cheklist serta perlunya pengendalian APD dalam tindakan pencegahan
SARAN
1. Sebaiknya
lebih ditingkatkan tentang awareness pengguna alat pelindung diri untuk tenaga
kerja.
2. Perlu
diadakan peletakan kotak alat pelindung diri yang berada diluar ruangan dan
didalam ruangan agar memudahkan tenaga kerja dalam mengambil alat pelindung
diri.
3. Penempatan
pekerja yang berkompetensi pada bidang pekerjaan yang memiliki potensi risiko
tinggi dan memastikan bahwa pekerja mampu dan mengetahui pekerjaan yang mereka
lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.