PENDAHULUAN
Pada era globalisasi dengan begitu
cepatnya inovasi teknologi, kebutuhan akan sandang meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, industri konveksi yang merupakan pendukung
kebutuhan sandang merupakan industri yang menjanjikan bagi para pelaku bisnis. Kompetisi produk menjadikan kecenderungan
proses pengembangan produk yang lebih murah dan lebih berkualitas dari produk
sebelumnya. Konsumen akan merasa puas bila kebutuhannya terpenuhi yakni produk
yang dibeli sesuai dengan kualitas atau spesifikasi yang diperlukan. Namun bila
tidak sesuai, konsumen akan beralih ke produk sejenis dengan merk lain.
Dalam rangka menggalakkan ekspor
non migas dan memenuhi kebutuhan sandang
dalam negeri, industri konveksi memiliki peran yang cukup penting.
Konveksi memiliki berbagai tahap proses
produksi dari bahan baku menjadi barang siap pakai, dimulai dari pembuatan pola
untuk berbagai ukuran/size, pemotongan (cutting), penjahitan (sewing) dan penyelesaian tahap akhir (finishing).
Selain dari tahapan pokok tersebut masih ada berbagai tahapan pelengkap yang
lain yang memiliki peran yang tidak
kalah pentingnya seperti penambahan
asessoris, pengemasan, labeling, promosi dan lain-lain. Semua tahapan tentu memerlukan ketelitian untuk tetap
menjaga kualitas sehingga perlu adanya pengawasan,
Perusahaan Konveksi PT “ X” di Depok yang telah memiliki produk yang
cukup dikenal dari berbagai kalangan pemakai, untuk tetap dapat mempertahan
eksistensinya di tengah persaingan global saat ini harus mampu meningkatkan
kualitasnya.
Menurut
Tanjong (2013), kualitas barang yang dihasilkan ditentukan oleh kegiatan
yang dilakukan pada saat awal proses produksi hingga barang jadi. Agar produk
yang dihasilkan berkualitas baik. Pada kenyataannya sebaik-baiknya kegiatan
produksi yang dilakukan perusahaan masih dijumpai produk yang rusak atau
menyimpang dari standar yang telah ditetapkan perusahaan. Kurangnya pengawasan
standar kerja yang jelas pada PT “X” mengakibatkan sering terjadinya kecacatan
produksi. Adanya kecacatan tersebut akan berdampak pada proses produksi yang
dapat menimbulkan penambahan biaya
sehingga dianggap pemborosan dan tidak dapat menggunakan sumber daya
secara baik.
Pengawasan kualitas adalah usaha
memastikan apakah kebijakan dalam mutu atau kualitas dapat tercerminkan dalam
hasil akhir kualitas sebagai jaminan. Dengan kata lain pengawasan kualitas
merupakan usaha untuk mempertahankan kualitas dan barang-barang yang dihasilkan
agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan
kebijaksanaan perusahaan , Assáuri (2004).
Faktor-faktor penting yang terdapat
dalam kegiatan pengawasan kualitas yaitu menentukan atau mengurangi volume
kesalahan dan perbaikan, menjaga menaikkan kualitas sesuai standar serta
mengurangi keluhan konsumen. Untuk mengetahui apakah kualitas produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang direncanakan maka diperlukan adanya pengawasan
setiap proses dari awal sampai dengan produk akhir. Dengan menggunakan
statistical quality control evaluasi,
perencanaan dan hasil akhir dapat
diketahui sehingga kebijakan yang akan
diambil berdasarkan objektivitas fakta. Untuk pelaksanaan proses produksi
perusahaan harus menetapkan standar kualitas yang diperoleh dan hasil riset
pasar, namun kenyataannya kegiatan produksi perusahaan mengalami
hambatan-hambatan hal ini tercermin dengan adanya penyimpangan produk yang
dihasilkan (defective), rusak atau cacat yang tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan permintaan konsumen. Statistic Quality Control (SQC)
sebagai alat pengawasan kualitas produksi dapat membantu perusahaan apakah
produk yang dihasilkan masih berada dalam batas-batas control atau tidak dari
proses awal kualitas bahan, proses produk, produk akhir.
Pengertian Kualitas
Kualitas suatu produk dapat memiliki
peranan penting didalam perusahaan, karena
dapat memiliki simbol kepercayaan yang bernilai di mata konsumen.Usaha yang telah dilakukan
perusahaan untuk mencapai nama baik perusahaan itu sendiri tergantung dan
kualitas produk yang telah dihasilkan.
Menurut Roger G. Schroeder (1995),
kualitas didefinisikan sebagai “kecocokan penggunaan” berarti bahwa produk atau
jasa memenuhi kebutuhan pelanggan, artinya bahwa produk itu cocok dengan
pengguna pelanggan yang berkaitan dengan nilai yang diterima pelanggan dan
dengan kepuasan konsumen.
Sedangkan menurut Sofyan Assáuri,
(2004), kualitas adalah sebagian kumpulan dan sejumlah sifat-sifat yang
sebagian didiskripsikan dalam bentuk produk atau jasa yang bersangkutan.
Pengertian Pengendalian Kualitas
Pada perkembangan dunia industri,
kualitas mulai diperhatikan dan menjadikan suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam pengendalian produksi. Pengawasan kualitas sangat diutamakan
oleh perusahaan untuk mempertahankan pasar atau menambah pasar perusahaan.
Menurut Ahyari (1985), pengertian pengendalian
mutu adalah jumlah dan atribut atau sifat-sifat sebagaimana dideskripsikan
dalam produk yang bersangkutan, dengan kata lain pengendalian kualitas ini
adalah aktivitas untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk perusahaan
dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan.
Sedangkan menurut Sofyan Assauri
(2004), pengendalian kualitas adalah kegiatan-kegiatan untuk memastikan apakah
kebijaksanaan dalam hal mutu atau standar dapat tercermin dalam hasil akhir. Dengan
kata lain pengendalian mutu adalah usaha mempentahankan mutu/kualitas dan
barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah
ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.
Pengendalian kualitas menentukan
ukuran, cara dan persyaratan fungsional lain suatu produk dan merupakan
manajemen untuk memperbaiki kualitas produk, mempertahankan kualitas yang sudah
tinggi dan mengurangi jumlah bahan yang rusak. Dengan adanya pengawasan
kualitas maka perusahaan atau produsen berusaha untuk selalu memperbaiki
kualitas dengan biaya rendah yang sama/tetap bahkan untuk mencapai kualitas
yang tetap dengan biaya rendah. Untuk mengurangi kerugian karena
kerusakan-kerusakan pemeriksaan atau inpeksi tidak terbatas pada pemeriksaan
akhir saja, tetapi perlu juga diadakan pemeriksaan pada barang yang sedang
diproses. Menurut Sofyan Assauri (2004), tujuan pengendalian kualitas adalah
sebagai berikut:
1. Agar barang hasil produksi dapat
mencapai standar kualitas yang ditetapkan.
2.
Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3.
Mengusahakan agar biaya disains
produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu
dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi
dapat menjadi serendah mungkin.
Pengertian Statistic Quality Control
(SQC)
Statistic Quality Control merupakan
sistem yang dikembangkan untuk menjaga
standar yang uniform dari kualitas hasil
produksi, pada tingkat biaya yang
minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efisiensi
perusahaan. Pada dasarnya SQC merupakan
penggunaaan metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisis data dalam menentukan dan mengawasi kualitas
hasil produksi secara efisien.
Menurut Agus Ahyari (1985) , quality control
ada 2 (dua) hal yakni pertama (1) penggunaan diagram (Charts) dan
prinsip-prinsip statistik dan yang ke
dua (2) statistic quality control, tindakan para pekerja untuk mengawasi proses
pengerjaan/pengolahan yang selanjutnya meliputi penganalisisan sampel dan
menarik kesimpulan mengenai karakteristik dari seluruh barang dimana sampel itu
diambil, sehingga statistic quality
control dapat digunakan menerima atau menolak
(menyatakan barang rusak atau apkir) produk yang telah dibuat atau dapat
dipergunakan untuk mengawasi proses sekaligus kualitas produk yang sedang
dikerjakan.
Dalam menjalankan proses produksinya, setiap
perusahaan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu yang berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan kualitas produksi.
Kegiatan pengawasan kualitas secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu
pengawasan selama proses produksi dan pengawasan produkakhir. Dalam hal ini Sofyan Assauri (2004)
menjelaskan untuk melaksanakan pengawasan kualitas dapat ditempuh dengan tiga
(3) pendekatan, yaitu pendekatan bahan baku, pendekatan kualitas proses
produksi dan pendekatan pengawasan produk akhir
1. Pendekatan Bahan Baku.
Bagi perusahaan yang memproduksi barang dimana
karakterisitik bahan baku mempengaruhi karakteristik produk, atau sebagian
besar kualitas produk akhir ditentukan oleh bahan baku, maka perlu adanya
pengawasan bahan baku dengan lebih teliti dan teratur untuk menjaga kualitas
produk akhir. Langkah yang cukup penting untuk pengawasan bahan baku adalah
seleksisumber bahan atau suplier-suplier perusahaan. Untuk melaksanakan seleksi
sumber bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain (Ahyari, 1997):
a) Evaluasi hubungan path waktu lalu.
b) Evaluasi dengan daftar pertanyaan.
c) Penelitian kualitas suplier secara langsung.
2. Pendekatan Kualitas Proses Produksi.
Apabila setiap proses produksi
dapat diperiksa dengan lebih mudah, maka pengawasan kualitas dapat dilakukan
dengan baik, dengan pemeriksaan yang mudah, setiap ada penyimpangan segera
dapat diketahui sehingga tindakan pembetulan tidak terlambat. Oleh karena sifat
dan jenis perusahaan berbeda antara yang sama dengan yang lainnya, maka
pengawasan kualitas inipun akan mempunyai beberapa perbedaan pokok.
3. Pendekatan Pengawasan Kualitas Produk
Akhir.
Walaupun telah diadakan pengawasan
kualitas dalam tingkat proses, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa tidak ada
hasil yang rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan produk yang baik.
Untuk mengetahui apakah kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana,
maka diperlukan adanya pengawasan produk akhir. Sebab bagaimanapun juga produk
jadi inilah yang akan sampai ke konsumen dan konsumen menilai produk jadi saja.
Dengan demikian keberhasilan atau proses akan dilihat pada produk akhir yang
dihasilkannya.
Dengan pertimbangan tersebut, maka tidak ada untuk tidak melakukan
pengawasan produk akhir, walaupun dalam pengawasan ini, tidak dapat dilakukan
perbaikan dengan segera. Mengingat pentingnya fungsi pengawasan kualitas pada
suatu perusahaan, maka pada umumnya setiap perusahaan mempunyai fungsi
pengawasan kualitas. Setiap bagian yang berhubungan dalam kegiatan produksi
mempunyai tanggung jawab langsung atas pelaksanaan pekerjaan dan selesainya
produk akhir dengan spesifikasi yang ditentukan. Oleh karena tugastugas dan
bidang-bidang kegiatan begitu beraneka ragam yang berhubungan dengan kualitas,
maka perlu adanya koordinasi, pengkoordinasian yang dibutuhkan dalam pengawasan
kualitas sangat sulit karena menyangkut kegiatan dan berbagai bidang atau
bagian maka tanggung jawab atas pengawasan kualitas ini berada pada bagian
kepala produksi atau manager produksi.
Derajat Pengendalian Kualitas.
Proses produksi merupakan suatu pekerjaan yang
dilakukan berulang-ulang oleh mesin-mesin atau orang-orang sehingga dibutuhkan
kesesuaian dan spesifikasi, menurut Sofyan Assauri, (2004) hal ini tergantung
pada faktor-faktor antara lain kemampuan proses, spesifikasi yang berlaku dan
apkiran/scrap yang dapat diterima.
Selain hal-hal yang berpengaruh terhadap derajat pengawasan kualitas,
maka perlu diperhatikan faktor-faktor penting yang berpengaruh besar terhadap
kualitas produk itu sendiri faktor-faktor tersebut antara lain menurut
Soeprijono, dkk, (1992).antara lain bahan baku. mesin dan proses. manusia.
kondisi lingkungan kerja dan manajemen. Untuk mendapat mutu yang baik dalam
produk yang dihasilkan maka perusahaan umumnya menggunakan teknik dan cara
pengendalian mutu, yang umum digunakan perusahaan adalah:
1. Inspeksi.
Inspeksi adalah pengamatan dan pengukuran
proses input dan output dapat dilakukan oleh manusia atau mekanisme yang
bertujuan untuk mengetahui apakah karakteristik produk sudah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan. Menurut T. Hani Handoko (1997), inspeksi
merupakan kegiatan pemeriksaan produk selama diproses yang bertujuan untuk
pencegahan bukan perbaikan, tujuannya adalah menghentikan pembuatan
komponen-komponen yang rusak atau jasa yang tidak berguna. Dengan inspeksi ini
perusahaan dapat menghemat berbagai biaya seperti biaya pencegahan, biaya
penaksiran dan biaya kegagalan.
2. Pengendalian mutu dengan statistik.
Pengawasan mutu dengan statistik (Statistical
Quality Control) adalah suatu sistem yang berkembang untuk menjaga standar yang
sama dari mutu hasil produksi pada suatu tingkat biaya minimum. Adapun langkah
dan penggunaan statistical quality control menurut Sofyan Assauni (2004):
a) Pengambilan sampel secara teratur.
b) Pemenksaan karakterisitik yang telah
ditentukan apakah sesuai denganstandar yang ditetapkan.
c) Penganalisaan derajat penyimpangan
(deviasi) dan standar.
d) Penggunaan tabel control (control chart)
untuk bahan penganalisisan hasil-hasil pengawasan
Deming dalam Suharyadi (2004),
mengemukakan bahwa perusahaan harus memberikan kepuasan kepada konsumen, memperbaiki barang dan jasa yang dihasilkan
dan untuk itu tenaga kerjanya harus siap berubah menuju kebaikan. Hal ini dikenal dengan Siklus Shewart-Deming
Cycle atau siklus Plan, Do, Chek dan Act (PDCA). Alangkah beruntungnya setiap
perusahaan yang manajemen dan
pekerjanya mau mencoba sesuatu yang baru
mengevaluasinya demi perkembangan
perusahaannya.
Metode pendekatan dalam penelitian ini dengan
menggunakan teknik sampling, di perusahaan konveksi PT “X” di Depok
dengan pengambilan sampel produk selama
22 minggu dari tanggal 8 Juni 2013 sampai dengan tanggal 23 Nopember
2013 dan dianalisis menggunakan Statistic Quality Control (SQC)
Pengawasan pada dasarnya berhubungan dengan
masalah menerima atau menolak bahan maupun produk akhir. Dengan perkataan lain
memisahkan bahan atau barang yang baik dan yang buruk berdasarkan standar yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini memerlukan data statistik tentang produk yang
rusak. Cara untuk mendapatkan data statistik produk-produk rusak melalui prosedur pengambilan
sampel untuk mengadakan pengawasan dengan standar yang telah ditetapkan. Hal
ini merupakan variasi khusus yang ditimbulkan oleh gangguan pada proses. Variasi yang timbul akibat gangguan pada
sebuah proses dapat dilacak penyebabnya. Sumber terjadinya dapat dikarenakan
faktor peralatan seperti rusaknya mesin, peralatan yang distel salah, karyawan
yang kelelahan atau kurang terlatih atau bahan baku yang baru, hal ini dapat
menjadi variasi yang dihilangkan (Assignable variations). Menurut Besterfield
(1986), teknik pengawasan ini lebih banyak digunakan pada perusahaan yang
berproduksi secara kontinyu dan tidak berdasarkan pesanan, karena pada produksi
pesanan, standar dan jenisnya selalu berbeda-beda
Pengawasan atau pengontrolan dalam hal ini dilakukan dengan mengambil
sampel secara teratur dan memeriksa karakteristik-karaktenstik yang telah
ditentukan,apakah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan atau tidak.
Derajat penyimpangan (deviasi) dan standar, dianalisis dan hasilnya sebagai
informasi untuk dapat segera dilakukan koreksi dan langkah-langkah pembetulan
bilamana penyimpangan telah melampaui batas-batas yang telah dilakukan pada
waktu proses produksi sedang berjalan, sehingga penyimpanganpenyimpangan yang
terjadi dapat segera diketahui dan dapat dilakukan perbaikan. Cara ini juga
dapat digunakan untuk membantu menjaga agar jumlah barang-barang yang apkir
berada dibawah suatu jumlah tertentu.Adapun teknik pengawasan kualitas dapat
dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Reksohadiprojo dan Indriyo, (1996):
a.
Metode Acceptance Sampling
Metode ini digunakan untuk mengendalikan
tingkat kualitas dan suatu pemeriksaan untuk mendapatkan jaminan agar tidak
lebih sekian persen barang yang rusak tidak lolos dari pemeriksaan. Metode
Acceptance Sampling dibedakan menjadi dua, yaitu:
1). Acceptance Sampling by atribut Pemeriksaan
ini dilakukan dengan cara menggolongkan produk menjadi dua bagian / kelompok
yang baik dan yang rusak.
2). Acceptance Sampling Variabel Dalam metode
ini diadakan pengukuran teliti yang menunjukan seberapa baik atau buruk suatu
komponen dan barang yang diteliti.
b. Batas-Batas Kendali Untuk Bagan P
Pengawasan dengan menggunakan metode Control Chart yang disebut P-Chart.P-Chart
yaitu suatu bagian untuk proporsi atau bagian yang rusak yang terjadi.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian PT ”X” di Depok yang bergerak di bidang
konveksi telah memproduksi berbagai jenis pakaian, baik yang dipesan oleh eksportir maupun
berproduksi memenuhi kebutuhan pakaian dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perusahaan
telah menetapkan kualitas standar nasional maupun standar internasional. Dari
data produksi periode 8 Juni sampai dengan
23 Nopember 2013 dilakukan
terhadap pengawasan proses produksi. Dari data sebanyak 22 sampel
yang diambil setiap seminggu sekali pada akhir pekan. Jumlah produksi dari
sampel yang diambil sebanyak 29.991 unit baju, dengan jumlah kerusakan sebanyak
569 unit atau proporsi kerusakan sebesar
0,019, ini relatif sangat kecil dibandingkan dengan jenis produk yang
dihasilkan. Apabila dilihat ratarata jumlah produksi sebesar 1.364 unit per
minggu dengan rata-rata kerusakan setiap minggu
adalah sebanyak 26 unit baju. Dengan batas maksimum kerusakan sebanyak
47 unit pada minggu ke 16 dan batas minimum kerusakan sebanyak 13 unit pada
minggu ke 22 dengan proporsi kerusakan
sebanyak 0,012.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan Satistical Quality Control (SQC) dengan metoda peta kendali
(Control Chart), batas kontrol tingkat kerusakan pengawasan pada produksi untuk
Batas Kendali Atas (BKA/UCL) sebesar 0,035 dan Batas Kendali Bawah (BKB/LCL)
sebesar 0,008, sedangkan pada sampel nomor
: 16, yaitu Juli minggu pertama pada tanggal 13 Juli 2013 dengan jumlah
produksi sebesar 1.167 unit dengan jumlah kenusakan sebesar 47 unit dengan proporsi kerusakan sebesar 0,040
berada di atas Batas Kendali Atas. Hal ini disebabkan pada saat itu ada kerusakan mesin obras. Adapun diagram
Control Chart (P- Chart) dan hasil perhitungan.
KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan analisis
statistik deskriptif untuk setiap pengawasan proses produksi, produk akhir
dengan mengambil 22 sampel setiap seminggu sekali pada akhir pekan. Dengan
menggunakan analisis Statistical Quality Control (SQC) untuk pengawasan proses
Batas Kendali tingkat kerusakan yaitu Batas Kendali Atas (BKA/UCL) sebesar 0,035 dan Batas
Kendali Bawah (BKB./LCL) sebesar 0,008
Kualitas produk yang dihasilkan masih berada dalam Batas Kendali Atas
(BKA/UCL) dan dan Batas Kendali Bawah (BKB/LCL) penyimpangan - penyimpangan
yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis SQC, kesalahan manusia masih bisa
dikendalikan. Kesalahan yang diakibatkan
karena kerusakan mesin dapat berakibat menurunnya kualitas produk. Namun hal
ini dapat ditanggulangi dengan penanganan perbaikan mesin secara cepat untuk
menstabilkan kualitas kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Syahbana, Jelita, 2005. Evaluasi Pengendalian Kualitas
Total Produk Pakaian Wanita pada
Perusahaan Konveksi.Jurnal Ventura, Vol , 8 no. 1, April 2005
Ahyari Agus, 1985. Pengendalian Produk, Edisi 2 BPFE,
Yogyakarta
Assauri Sofyan, 2004.
Manajemen produksi dan Operasi, penerbit fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Bachtiar, Suharto T,
Ria Assyifa, 2013. Analisa Pengendalian Kualitas dengan Menggunakan Methode Statistcal Quality Control (SQC),
Malikussaleh Industrial Journal Enginering Vol.12 No. 1 Tahun 2013, Universitas
Malikussaleh, Aceh . Indonesia
Besterfield, DH,
1986. Quality control, edisi II ,
Englewood Cliffs, Prentice Hall
El. Grand and Haven
Worth, RS, 1985. Statistical Quality Control , 5th Ed.Mc. Graw Hill, Inc, New
York.
Handoko T. Hani,
1994. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan
Operasi, Edisi I, BPFE , Yogyakarta
Heiser Jay, 2008.
Operations Manajement buku 1,Salemba
Empat, Jakarta
Herjanto Eddy, 2007.
Manajemen Operasi edisi ketiga, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta.
Ibid ,2007. Jurnal Manajemen Mutu, Vol 6 No. 2 , Juli 2007.
Program Pascasarjana Universitas Pembangunan“Veteran” Jakarta
James T. Mc Clave,
2010. Statistik Untuk Bisnis dan
Ekonomi, Erlangga, Jakartav
Terima kasih atas kunjungannya.semoga bermanfaat..
BalasHapus