.

Jumat, 06 Oktober 2017

Suply Chain Analysis and Design

G21-Riki -


Pendahuluan
Pada masa lalu pengiriman produk telah dikembangkan secara relatif tidak sesuai dengan permintaan yang diperkirakan, selanjutnya produk pabrik dan pemenuhan gudang sampai ke barang akhir yang terkadang mengalami ketidaksinkronan antara permintaan dan penyampaiannya.
Kemudian keadaan mulai berubah, yang berawal dari aktivitas lintas manajemen semua industri yang sepakat untuk berkolaborasi dengan pelanggan dan pemasok pada perencanaan dan proses pengisian yang seharusnya dikerjakan secara efektif. Pelanggan dan pemasok berkumpul secara bersama-sama dalam membicarakan keuntungan melalui partner, kebutuhan yang lebih baik atas proses manajemen rantai pasokan (supply chain management) dan sistem, jelas lebih banyak bermanfaat dan mendatangkan tingginya prioritas bisnis.


Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur adalah tidak cukup. Peran serta supplier, perusahaan transportasi dan jaringan distributor adalah dibutuhkan. Kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat dan berkualitas inilah yang melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply Chain Management ( SCM ).
Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, sertu perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam supply chain yaitu pertama, aliran barang dari hulu ke hilir contohnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya. 

Pengertian supply chain
Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor, retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai suatu biaya dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan. 
Pires, et.al. (2001) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai sebuah jaringan supplier, manufaktur, perakitan, distribusi, dan fasilitas logistik yang membentuk fungsi pembelian dari material, transformasi material menjadi barang setengah jadi maupun produk jadi, dan proses distribusi dari produk-produk tersebut ke konsumen.
Dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam bentuk entitas/ fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Menyimak dari definisi ini, maka suatu supply chain terdiri dari perusahaan yang mengangkat bahan baku dari bumi/ alam, perusahaan yang mentransformasikan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan pendukung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan retailer yang menjual barang tersebut ke konsumen akhir. Dengan definisi ini tidak jarang supply chain juga banyak diasosiasikan dengan suatu jaringan value adding activities. 

Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana ia mampu me-manage aliran barang atau produk dalam suatu rantai suppy. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memnuhi tuntutan konsumen. 

• Tujuan utama SCM.
1. Penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen. 
2. Mengurangi biaya. 
3. Meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan). 
4. Mengurangi waktu. 
5. Memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi. 

• Komponen SCM dan Teknologi. 
Sistem SCM Memiliki Kemampuan Sebagai Berikut :
1. Aliran informasi bergerak sangat cepat dan akurat antara elemen jaringan supply chain seperti : pabrik, suppliers, pusat distribusi, konsumen dan sebagainya. 
2. Informasi bergerak sangat cepat untuk menanggapi perpindahan produk. 
3. Setiap elemen dapat mengatur dirinya. 
4. Terjadi integrasi dalam proses permintaan dan penyelesaian produk. 
5. Kemampuan internet.
menurut M. Hilman, F. Setiadi, I. Sarika, J. Budiasto, dan R. Alfian Proses identifikasi kebutuhan sistem untuk membangun SCM berbasis layanan sebetulnya merupakan proses yang sulit. Dalam kondisi nyata, users dari sistem ini tidak terbatas kepada satu pedagang (distributor atau retailer) saja. Apabila pengembangan sistem ini merujuk kepada proses waterfall, maka tahapan identifikasi kebutuhan sistem akan memakan waktu yang sangat lama mengingat banyaknya tenant yang menjadi calon pengguna dari sistem. Proses prototyping memotong waktu yang signifikan pada tahapan ini. Karakteristik metodologi prototyping yang tidak meng-capture informasi awal secara detail akan memudahkan proses identifikasi awal dari kebutuhan para pengguna. Identifikasi kebutuhan secara umum dilakukan pada tahapan awal untuk kemudian direvisi sesuai dengan feedback dari users setelah sistem SCM berbasis layanan go live.
Measuring the Flexibility of Supply Chain
Menurut Mark stevenson(2007) Banyak penelitian yang berfokus pada pengukuran manufacture flexibility, namun sulit untuk mengukur fleksibilitas karena alat ukurnya subjektif dan situasional (tidak general) serta fleksibilitas adalah sesuatu yang multi-dimensional dimana 2supply chain dapat fleksibel, namun dengan cara yang berbeda. Disamping itu, masih sangat sedikit literatur yang membahas mengenai cara untuk mengukur fleksibilitas dalam supply chain. Peneltitian terkait pengukuran fleksibilitas dalam supply chain dapat dibagi dalam pengukuran menggunakan hard factor (Beamon, 1999; Giachetti et al., 2003), pengukuran secara langsung. Dan pengukuran menggunakan soft factor (Gupta and Nehra, 2002; Pujawan, 2004), menggunakan skala likert dan pendapat ahli. Walaupun peneltian yang dilakukan memberikan kontribusi, namun hanya beberapa komponen dari supply chain flexibility yang dipertimbangkan dan belum digambarkan secara jelas bagaimana hal tersebut dapat diterapkan pada kondisi nyata. Disamping itu masih sangat sulit untuk membandingkan fleksibilitas antara suatu supply chain dengan supply chain yang lain karena dibutuhkan ukuran yang lebih komprehensif dan objektif dalam mengukur supply chain flexibility.

Kinerja supply chain
Menurut Supryadi Kinerja Manajemen Supply Chain Pada bagian sebelumnya telah disebutkan dua buah karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai pasok adalah responsiveness dan efficiency. Dengan sifatnya yang dinamis, rantai pasok mampu menyesuaikan terhadap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Untuk mengetahui kinerjanya harus dilakukan pemantauan dan pengendalian pada setiap aktivitas di dalamnya setiap hari. Agar kedua karakteristik tersebut dapat diukur secara obyektif. Hugos (2003, 140-150) membagi keduanya menjadi 4 kategori sebagai berikut :
1. Customer Service Metrics. Metrik ini digunakan untuk mengukur seberapa baik sebuah perusahaan melayani konsumennya dan sejauh mana rantai pasok dapat mendukung hal tersebut. Menurut Waren Hausman seorang profesor dari Stanford University di dalam Hugos (2003, 144), service menggambarkan kemampuan untuk mengantisipasi, membaca dan memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan produk yang dikehendaki dan tepat waktu. Metrikmetrik yang digunakan dalam customer service tergantung pada jenis proses dalam sebuah perusahaan, yaitu apakah termasuk dalam build to stock (BTS) atau build to order (BTO). Build to Stock. Perusahaan yang memiliki proses build to stock (BTS) dalam memenuhi permintaan konsumen biasanya memproduksi barang-barang komoditi untuk pasar yang cukup besar. Dengan tipe proses BTS ini konsumen dapat memperoleh produk yang dibutuhkan kapan saja karena barang selalu tersedia di persediaan. Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe build to stock adalah :
a). Complete Order Fill Rate and Order Line Item Fill Rate;
b). On-Time Delivery Rate;
c). Value of Total Backorders and Number of Backorders;
d). Frequency and Duration of Backorders; e).
Line Item Returns Rate. Build to Order. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tipe proses build to order (BTO) baru akan dibuat bila terdapat permintaan dari konsumen. Permintaan tersebut biasanya dibuat berdasarkan spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen, misalnya permintaan akan pesawat terbang. Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe build to order adalah :
a). Quoted Customer Response Time and On-Time Completion Rate;
b). On-Time Delivery Rate;
c). Value of Late Orders and Number of Late Orders,
d). Frequency and Duration of Late Order;
e). Number of Warranty Return and Repairs.
2. Internal efficiency. mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan menggunakan aset-aset yang dimiliki. Beberapa ukuran yang sering digunakan adalah :
a. Inventory value. Inventory merupakan aset utama dalam rantai pasok yang harus diukur setiap waktu sepanjang rantai pasok. Perusahaan bersama dengan rantai pasoknya terus berusaha mencari cara menekan persediaan seminimal mungkin namun tetap menjaga tingkat layanan yang tinggi.
b. Inventory turns. Merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keuntungan dari persediaan dengan memperhitungkan kecepatan terjualnya persediaan dalam kurun waktu tertentu. Secara umum, semakin tinggi nilainya semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.
c. Return on Sales. Ukuran ini digunakan untuk mengukur seberapa baik pengelolaan fixed cost dan variable cost dan bagaimana penjualan menghasilkan laba kotor. Return on sales merupakan satu parameter pengukuran yang digunakan secara luas untuk mengetahui seberapa baik kegiatan operasional perusahaan dijalankan. Interpretasi dari nilai ini adalah, semakin besar maka semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.
d. Cash – to - Cash cycle time. Digunakan untuk mengukur lamanya waktu mulai dari pembayaran material oleh perusahaan kepada pemasok sampai perusahaan menerima pembayaran dari konsumen. Semakin pendek waktu yang diperlukan semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan Demand Flexibility. Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam merespon permintaan baru dari konsumen baik dari sisi kuantitas maupun jenis produk dan bertindak secara cepat dalam memenuhi permintaan tersebut. Perusahaan atau rantai pasok harus mempunyai kemampuan dalam area ini agar mampu menghadapi kondisi yang tidak pasti pada pasar yang mereka layani.
Terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk melihat seberapa fleksibel suatu perusahaan, yaitu :
a. Activity Cycle Time. merupakan ukuran yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas dalam rantai pasok seperti order fulfillment, product design, product assembly dan aktivitas lain yang mendukung rantai pasok.
b. Upside Flexibility. mengukur seberapa cepat kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam merespon peningkatan permintaan dari jumlah normal. Hal ini dapat diukur dengan menghitung persentase kenaikan permintaan yang dapat diakomodasi.
c. Outside Flexibility mengukur kemampuan perusahaan dalam menyediakan produk yang dibutuhkan konsumen disamping produk yang sudah ada. Bila outside flexibilty dikelola dengan baik akan menjadi kesempatan baik bagi perusahaan untuk memperoleh konsumen baru dan menjual lebih banyak pada konsumen yang sudah ada.
3. Product Development. Ukuran ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam mendesain, membuat dan mendistribusikan produk baru ke pasar seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pasar. Kemampuan ini dapat diukur dengan beberapa parameter berikut ini :
a). Percentage of total products sold that were introduced in the last year;
b). Percentage of total sales from products introduced in the last year ;
c). Cycle time to develop and deliver a new product


Daftar Pustaka
Stevenson, flexibility from a supply chain persective: Definition and Review, http://manajemenrantaipasok.blogspot.co.id/2011/12/review-jurnal_4165.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.