Pendahuluan
Pada masa lalu pengiriman produk telah dikembangkan secara
relatif tidak sesuai dengan permintaan yang diperkirakan, selanjutnya produk
pabrik dan pemenuhan gudang sampai ke barang akhir yang terkadang mengalami
ketidaksinkronan antara permintaan dan penyampaiannya.
Kemudian keadaan mulai berubah, yang berawal dari aktivitas lintas manajemen semua industri yang sepakat untuk berkolaborasi dengan pelanggan dan pemasok pada perencanaan dan proses pengisian yang seharusnya dikerjakan secara efektif. Pelanggan dan pemasok berkumpul secara bersama-sama dalam membicarakan keuntungan melalui partner, kebutuhan yang lebih baik atas proses manajemen rantai pasokan (supply chain management) dan sistem, jelas lebih banyak bermanfaat dan mendatangkan tingginya prioritas bisnis.
Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur adalah tidak cukup. Peran serta supplier, perusahaan transportasi dan jaringan distributor adalah dibutuhkan. Kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat dan berkualitas inilah yang melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply Chain Management ( SCM ).
Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, sertu perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam supply chain yaitu pertama, aliran barang dari hulu ke hilir contohnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Kemudian keadaan mulai berubah, yang berawal dari aktivitas lintas manajemen semua industri yang sepakat untuk berkolaborasi dengan pelanggan dan pemasok pada perencanaan dan proses pengisian yang seharusnya dikerjakan secara efektif. Pelanggan dan pemasok berkumpul secara bersama-sama dalam membicarakan keuntungan melalui partner, kebutuhan yang lebih baik atas proses manajemen rantai pasokan (supply chain management) dan sistem, jelas lebih banyak bermanfaat dan mendatangkan tingginya prioritas bisnis.
Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur adalah tidak cukup. Peran serta supplier, perusahaan transportasi dan jaringan distributor adalah dibutuhkan. Kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat dan berkualitas inilah yang melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply Chain Management ( SCM ).
Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, sertu perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam supply chain yaitu pertama, aliran barang dari hulu ke hilir contohnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Pengertian
supply chain
Levi, et.al
(2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen
Rantai Pasokan) sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai
pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor,
retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada
saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai suatu biaya
dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level
yang diinginkan.
Pires, et.al. (2001) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen
Rantai Pasokan) sebagai sebuah jaringan supplier, manufaktur, perakitan,
distribusi, dan fasilitas logistik yang membentuk fungsi pembelian dari
material, transformasi material menjadi barang setengah jadi maupun produk
jadi, dan proses distribusi dari produk-produk tersebut ke konsumen.
Dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam
bentuk entitas/ fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan
distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk
jadi pada konsumen akhir. Menyimak dari definisi ini, maka suatu supply chain
terdiri dari perusahaan yang mengangkat bahan baku dari bumi/ alam, perusahaan
yang mentransformasikan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau komponen,
supplier bahan-bahan pendukung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan
retailer yang menjual barang tersebut ke konsumen akhir. Dengan definisi ini
tidak jarang supply chain juga banyak diasosiasikan dengan suatu jaringan value
adding activities.
Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana ia mampu me-manage aliran barang atau produk dalam suatu rantai suppy. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memnuhi tuntutan konsumen.
• Tujuan utama SCM.
1. Penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen.
2. Mengurangi biaya.
3. Meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan).
4. Mengurangi waktu.
5. Memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi.
• Komponen SCM dan Teknologi.
Sistem SCM Memiliki Kemampuan Sebagai Berikut :
1. Aliran informasi bergerak sangat cepat dan akurat antara elemen jaringan supply chain seperti : pabrik, suppliers, pusat distribusi, konsumen dan sebagainya.
2. Informasi bergerak sangat cepat untuk menanggapi perpindahan produk.
3. Setiap elemen dapat mengatur dirinya.
4. Terjadi integrasi dalam proses permintaan dan penyelesaian produk.
5. Kemampuan internet.
Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana ia mampu me-manage aliran barang atau produk dalam suatu rantai suppy. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memnuhi tuntutan konsumen.
• Tujuan utama SCM.
1. Penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen.
2. Mengurangi biaya.
3. Meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan).
4. Mengurangi waktu.
5. Memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi.
• Komponen SCM dan Teknologi.
Sistem SCM Memiliki Kemampuan Sebagai Berikut :
1. Aliran informasi bergerak sangat cepat dan akurat antara elemen jaringan supply chain seperti : pabrik, suppliers, pusat distribusi, konsumen dan sebagainya.
2. Informasi bergerak sangat cepat untuk menanggapi perpindahan produk.
3. Setiap elemen dapat mengatur dirinya.
4. Terjadi integrasi dalam proses permintaan dan penyelesaian produk.
5. Kemampuan internet.
menurut M. Hilman, F. Setiadi, I.
Sarika, J. Budiasto, dan R. Alfian Proses identifikasi kebutuhan sistem untuk
membangun SCM berbasis layanan sebetulnya merupakan proses yang sulit. Dalam
kondisi nyata, users dari sistem ini tidak terbatas kepada satu pedagang
(distributor atau retailer) saja. Apabila pengembangan sistem ini merujuk
kepada proses waterfall, maka tahapan identifikasi kebutuhan sistem akan
memakan waktu yang sangat lama mengingat banyaknya tenant yang menjadi calon
pengguna dari sistem. Proses prototyping memotong waktu yang signifikan pada
tahapan ini. Karakteristik metodologi prototyping yang tidak meng-capture
informasi awal secara detail akan memudahkan proses identifikasi awal dari
kebutuhan para pengguna. Identifikasi kebutuhan secara umum dilakukan pada
tahapan awal untuk kemudian direvisi sesuai dengan feedback dari users setelah
sistem SCM berbasis layanan go live.
Measuring the Flexibility
of Supply Chain
Menurut Mark stevenson(2007) Banyak
penelitian yang berfokus pada pengukuran manufacture flexibility,
namun sulit untuk mengukur fleksibilitas karena alat ukurnya subjektif dan
situasional (tidak general) serta fleksibilitas adalah sesuatu yang multi-dimensional dimana 2supply chain dapat fleksibel, namun dengan
cara yang berbeda. Disamping itu, masih sangat sedikit literatur yang membahas
mengenai cara untuk mengukur fleksibilitas dalam supply chain. Peneltitian terkait pengukuran
fleksibilitas dalam supply chain dapat
dibagi dalam pengukuran menggunakan hard factor (Beamon,
1999; Giachetti et al., 2003), pengukuran secara langsung. Dan pengukuran
menggunakan soft factor (Gupta and Nehra,
2002; Pujawan, 2004), menggunakan skala likert dan pendapat ahli. Walaupun peneltian
yang dilakukan memberikan kontribusi, namun hanya beberapa komponen dari supply chain flexibility yang dipertimbangkan dan
belum digambarkan secara jelas bagaimana hal tersebut dapat diterapkan pada
kondisi nyata. Disamping itu masih sangat sulit untuk membandingkan
fleksibilitas antara suatu supply chain dengan supply chain yang lain karena dibutuhkan ukuran
yang lebih komprehensif dan objektif dalam mengukur supply chain flexibility.
Kinerja supply chain
Menurut Supryadi
Kinerja Manajemen Supply Chain Pada bagian sebelumnya telah disebutkan dua buah
karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai pasok adalah
responsiveness dan efficiency. Dengan sifatnya yang dinamis, rantai pasok mampu
menyesuaikan terhadap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Untuk
mengetahui kinerjanya harus dilakukan pemantauan dan pengendalian pada setiap
aktivitas di dalamnya setiap hari. Agar kedua karakteristik tersebut dapat
diukur secara obyektif. Hugos (2003, 140-150) membagi keduanya menjadi 4
kategori sebagai berikut :
1. Customer
Service Metrics. Metrik ini digunakan untuk mengukur seberapa baik sebuah
perusahaan melayani konsumennya dan sejauh mana rantai pasok dapat mendukung
hal tersebut. Menurut Waren Hausman seorang profesor dari Stanford University
di dalam Hugos (2003, 144), service menggambarkan kemampuan untuk mengantisipasi,
membaca dan memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan produk yang dikehendaki
dan tepat waktu. Metrikmetrik yang digunakan dalam customer service tergantung
pada jenis proses dalam sebuah perusahaan, yaitu apakah termasuk dalam build to
stock (BTS) atau build to order (BTO). Build to Stock. Perusahaan yang memiliki
proses build to stock (BTS) dalam memenuhi permintaan konsumen biasanya
memproduksi barang-barang komoditi untuk pasar yang cukup besar. Dengan tipe
proses BTS ini konsumen dapat memperoleh produk yang dibutuhkan kapan saja
karena barang selalu tersedia di persediaan. Metrik-metrik yang sering
digunakan untuk tipe build to stock adalah :
a).
Complete Order Fill Rate and Order Line Item Fill Rate;
b). On-Time
Delivery Rate;
c). Value
of Total Backorders and Number of Backorders;
d).
Frequency and Duration of Backorders; e).
Line Item
Returns Rate. Build to Order. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan
tipe proses build to order (BTO) baru akan dibuat bila terdapat permintaan dari
konsumen. Permintaan tersebut biasanya dibuat berdasarkan spesifikasi yang
dikehendaki oleh konsumen, misalnya permintaan akan pesawat terbang.
Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe build to order adalah :
a). Quoted
Customer Response Time and On-Time Completion Rate;
b). On-Time
Delivery Rate;
c). Value
of Late Orders and Number of Late Orders,
d).
Frequency and Duration of Late Order;
e). Number
of Warranty Return and Repairs.
2. Internal efficiency. mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan menggunakan
aset-aset yang dimiliki. Beberapa ukuran yang sering digunakan adalah :
a. Inventory value. Inventory
merupakan aset utama dalam rantai pasok yang harus diukur setiap waktu
sepanjang rantai pasok. Perusahaan bersama dengan rantai pasoknya terus
berusaha mencari cara menekan persediaan seminimal mungkin namun tetap menjaga
tingkat layanan yang tinggi.
b. Inventory turns. Merupakan salah
satu cara untuk mengukur tingkat keuntungan dari persediaan dengan
memperhitungkan kecepatan terjualnya persediaan dalam kurun waktu tertentu.
Secara umum, semakin tinggi nilainya semakin baik internal efficiency dari
suatu perusahaan.
c. Return on Sales. Ukuran ini
digunakan untuk mengukur seberapa baik pengelolaan fixed cost dan variable cost
dan bagaimana penjualan menghasilkan laba kotor. Return on sales merupakan satu
parameter pengukuran yang digunakan secara luas untuk mengetahui seberapa baik
kegiatan operasional perusahaan dijalankan. Interpretasi dari nilai ini adalah,
semakin besar maka semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.
d. Cash – to - Cash cycle time.
Digunakan untuk mengukur lamanya waktu mulai dari pembayaran material oleh
perusahaan kepada pemasok sampai perusahaan menerima pembayaran dari konsumen.
Semakin pendek waktu yang diperlukan semakin baik internal efficiency dari
suatu perusahaan Demand Flexibility. Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
merespon permintaan baru dari konsumen baik dari sisi kuantitas maupun jenis
produk dan bertindak secara cepat dalam memenuhi permintaan tersebut.
Perusahaan atau rantai pasok harus mempunyai kemampuan dalam area ini agar
mampu menghadapi kondisi yang tidak pasti pada pasar yang mereka layani.
Terdapat beberapa ukuran yang dapat
digunakan untuk melihat seberapa fleksibel suatu perusahaan, yaitu :
a. Activity Cycle Time. merupakan
ukuran yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas dalam
rantai pasok seperti order fulfillment, product design, product assembly dan
aktivitas lain yang mendukung rantai pasok.
b. Upside Flexibility. mengukur
seberapa cepat kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam merespon
peningkatan permintaan dari jumlah normal. Hal ini dapat diukur dengan
menghitung persentase kenaikan permintaan yang dapat diakomodasi.
c. Outside Flexibility mengukur
kemampuan perusahaan dalam menyediakan produk yang dibutuhkan konsumen
disamping produk yang sudah ada. Bila outside flexibilty dikelola dengan baik
akan menjadi kesempatan baik bagi perusahaan untuk memperoleh konsumen baru dan
menjual lebih banyak pada konsumen yang sudah ada.
3. Product Development. Ukuran ini
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam
mendesain, membuat dan mendistribusikan produk baru ke pasar seiring dengan
perubahan yang terjadi dalam pasar. Kemampuan ini dapat diukur dengan beberapa
parameter berikut ini :
a). Percentage of total products
sold that were introduced in the last year;
b). Percentage of total sales from
products introduced in the last year ;
c). Cycle time to develop and
deliver a new product
Daftar Pustaka
Levi,Pengertian
Spply Chain, (2000), https://infodanpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-supply-chain-management.html#
Pires,
pengertian supply chain, (2001), https://infodanpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-supply-chain-management.html#
Stevenson,
flexibility from a supply chain persective: Definition and Review, http://manajemenrantaipasok.blogspot.co.id/2011/12/review-jurnal_4165.html
Supriyadi,
Kinerja Supply Chain Management, http://stiestembi.ac.id/file/5.%20Supriyadi_STAR%20Vol%20XI,%20No%202%20-%202014.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.